39. Deep talk at night

Start from the beginning
                                    

Nara mengalihkan pandangannya dari langit malam dan menoleh pada Revian yang sedari tadi masih diam memandanginya. Senyumannya tak luntur seakan ia tak memiliki rasa sakit dibalik wajah manisnya itu.

"Pak Vian sendiri punya ketakutan nggak?"

Revian tertawa kecil. Merasa lucu terhadap gaya bahasa yang Nara lontarkan terdengar sedikit aneh baginya. Walau sudah biasa saat jam kerja di sekolah, tapi Revian merasa kurang nyaman dengan itu.

"Boleh diganti aja nggak panggilannya? Nggak usah terlalu kaku. Panggil nama aja, Nar."

Nara mengernyitkan kedua alisnya heran. Senyumnya terganti dengan bibir manyun di wajah kecil yang terlihat menggemaskan itu.

"Kok gitu? Saya lebih muda dan merasa nggak sopan kalau manggil nama aja."

Revian menggeleng guna menyangkal pemikiran Nara yang tadi terucap. Bibirnya melengkungkan senyuman tipis yang terlihat begitu tulus untuk diperlihatkan.

"Kita cuma beda setahun aja, kok. Bersikap santai justru lebih nyaman."

Nara mengangguk. Ia melemparkan pandangannya ke arah depan. Memandangi beberapa orang yang berjalan riang di bawah langit malam yang cerah. Beberapa pasien yang dipapah untuk masuk ke dalam pun tertangkap jelas di penglihatan.

"Mengenai pertanyaan kamu tadi, aku takut kalau aku nggak bisa mengungkapkan kebenaran apapun itu, dan membiarkan kecurangan yang menjadi pemenangnya."

Nara terdiam sejenak. Ia kaget bahwa jawaban yang terlontar masih memiliki sedikit sangkut-paut terhadap dunia hukum yang pernah pria itu geluti. Selain itu, panggilan aku-kamu yang Revian ucapkan juga berhasil membungkamnya.

"Bahkan jika hal itu muncul dari kesalahan aku sendiri."

Nara menoleh bertepatan dengan netra Revian yang ikut menatapnya. Mereka saling diam, seakan tengah merancang sebuah penjelasan atas percakapan barusan.

"Maksudnya?"

Revian menghela napas dalam. Matanya kembali menatap langit dengan pandangan penuh harap yang terpatri. Nara yang berada di sampingnya masih setia menunggu jawaban tanpa mengalihkan pandangan.

"Aku percaya ada masanya untuk seluruh usaha ini membuahkan hasil, Nar. Tapi aku juga nggak bakal ngelak kalau semua yang aku lakukan ini juga salah. Termasuk Dean dan Essa."

"Salahnya ada di mana?"

Pandangan mereka kembali bertabrakan. Nara dengan wajah bingungnya dibalas dengan senyuman tipis Revian yang terlihat sendu. Ada secercah rasa kecewa yang harus ia ungkap.

"Apa yang Dean dan Essa lakukan itu termasuk kasus penipuan, 'kan? Mereka masih memakai identitas asli, tapi mengenai hal-hal lain seperti berkas untuk sekolah, itu semua palsu, Nar. Dan aku termasuk orang yang memprovokasi masalah ini."

Nara terlihat merapatkan giginya. "Tapi yang kalian lakukan itu nggak salah. Kalian cuma berniat buat mencari bukti dan fakta soal seseorang yang kalian incar."

Revian sedikit menunduk. Ia tersenyum dengan perasaan miris bukan main. Arah hidupnya saat ini terlihat tidak beraturan. Kedua matanya terasa sedikit memanas dengan seluruh perbincangan ini.

Black MissionWhere stories live. Discover now