Menaruh rasa iba tambah besar atas pilu masa lalu yang sudah dialaminya?

Ck, ia tak suka dikasihani.

“Apa lagi yang ingin kamu tahu, Tari?”

Dirinya tidak cukup pandai bercerita, namun jika Tarima bertanya, akan dijawab jujur.

“Kenapa Mas menuduhku berselingkuh? Apa aku pantas dituduh serendah itu?”

“Cuma karena masa lalu yang membuat Mas menderita? Apa adil untukku?”

Tarima membahas lagi kesalahan besarnya.

“Mas juga nggak mau mengakui bayiku cuma karena penghianatan Kak Dewita?”

“Aku bukan dia, Mas. Aku berbeda dari Kak Dewita. Aku tidak pernah berselingkuh.”

“Semenjak memutuskan berpindah dengan Dirga, aku sudah berusaha melupakan semua perasaanku pada dia. Mas perlu tahu itu.”

“Ah, Mas juga pasti sadar waktu kali pertama kita tidur bersama, soal kegadisanku, ‘kan?”

“Aku menyerahkan pertama untuk kamu, ya, Mas, yang sah sebagai suamiku di mata hukum dan agama.” Tarima menekankan.

“Walau kita cuma menikah kontrak, aku akan tetap menghargai kesepakatan kita, Mas.”

Tarima kembali berang dengan segenap kekecewaan yang masih kuat tersimpan di dalam hatinya akan segala tindakan Sadha.

Momen ini menjadi kesempatan baginya untuk mengungkapkan dengan lebih terang, sengaja tidak menyaring kata-katanya.

Reaksi Sadha? Bergeming. Jurus andalan untuk memosisikan diri yang aman.

Pria itu pasti tidak akan berkomentar.

Tarima sebenarnya sudah lelah terus saja mengulang pertengkaran dengan Sadha.

Namun, rasa sakitnya tak kunjung hilang. Ia ingin terus marah pada suami kontraknya.

Entah kapan akan berakhir amarahnya.

Trauma masa lalu pria itu menarik empati hatinya, tapi tak berarti bisa ditolerir semua kesalahan yang sudah Sadha lakukan.

Kekeliruan fatal hanya karena trauma.

Kemudian, Tarima membeku di tempat saat kedua tangannya diraih dan digenggam.

Sadha juga mendekat lagi. Memisahkan jarak yang sempat merenggang tadi di antaranya dan pria itu, namun tak sampai memeluk.

“Saya tahu berapa kali pun saya meminta maaf, kamu tidak akan mudah memaafkan saya, Tari. Penyesalan saya tidak berguna.”

“Aku seorang pendendam, Mas. Aku memang nggak bisa mudah memaafkan siapa pun yang sudah menginjak harga diriku.”

“Tapi, aku akan beri kamu kesempatan, Mas.”

“Apa yang harus saya lakukan?”

Tarima tak langsung menjawab. Ia perlu untuk memikirkan ulang keputusan sudah diambil.

Kemantapan hati harus diperkuat.

“Kamu ingin saya melakukan apa agar kamu bisa memberikan saya kesempatan, Tari?”

“Mas ingin kita tetap bercerai dalam satu bulan ini? Atau Mas ingin kita tetap bersama sampai aku melahirkan bayiku?”

Giliran Sadha yang bungkam. Kebingungan akan pilihan diberikan Tarima padanya.

“Jawablah, Mas.”

“Apa syaratnya jika perceraian kita diundur? Apa saya boleh mencintai kamu, Tari?”

Spontan mata Tarima membulat. Dan balasan sudah disiapkan tak bisa keluar dari mulut.

“Mencintaiku?” Tarima mengulang kata yang dianggap paling krusial dalam ucapan Sadha.

“Kamu kaget karena baru tahu saya sayang dengan kamu, Tari?”

Sang suami kontrak benar, ia diserang oleh keterkejutan tinggi karena pengakuan pria itu.

Kenapa bisa Sadha mencintainya? Sejak kapan pula? Selama ini, tidak disadari.

“Dari kamu SMA, saya sudah menaruh rasa pada kamu, Tari. Saya rela menunggu kamu sampai kamu siap menikah.”

“Tapi apa? Kamu menolak. Kamu meminta Dewita menggantikan kamu di perjodohan kita. Kamu memilih bersama orang itu.”

Dan sedetik kemudian, bibirnya telah ditutup dengan satu ciuman lembut oleh Sadha.

Tarima benar-benar mematung. Mulut kian dikatupkan agar sang suami kontrak tidak bisa mencumbunya lebih dalam lagi.

Tarima tak menyukai perlakuan diterima.

Tentu, Sadha sadar sehingga seketika diakhiri apa yang tengah dilakukan. Lalu, senyuman kecut dipamerkan terang-terangan.

“Kamu tidak pernah tertarik satu kali pun dengan saya, Tari. Apalagi, mencintai saya.”

“Kamu cuma menikah dengan saya karena kamu butuh uang untuk melunasi hutang.”

Tarima tidak bisa berkata-kata.

"Kamu ingin saya lepaskan? Atau kamu akan memberikan saya kesempatan untuk mencintai kamu, Tari?"

"Saya akan menebus semua kesalahan saya dan bertanggung jawab pada bayi kita, jika kamu mengizinkan."

........................

Gimana? Gimana? Mana komentarnya?

Suka loh baca komen-komennya. Jangan lupa vote juga, yaaa.

Bayi Milik Suami DudaWhere stories live. Discover now