"Ini tidak berhasil." 

Benar, mereka tak menemukan petunjuk apa pun. "Bagaimana kita pergi ke tempat terlarang?" ujar Olive polos. Itu ide buruk, Ruby menggeleng keras-keras yang lain juga tampak tidak setuju. Bisa bahaya jika mereka membuat ratu marah, terlebih mereka masih tak tahu motif ratu menolong  mereka hingga saat ini. 

...

Hampir tengah malam, laut menjadi lebih gelap dari sebelumnya. Yang ada sinar rembulan yang menerobos pekat malam, cahaya kebiruan yang terbuat dengan sihir yang menyala di dalam lentera-lentera terbuat dari pahatan terumbu karang. Sebagian dari mereka sudah terlelap kecuali Taher, matanya masih terbuka lebar-lebar, ia mendesah panjang terduduk di atas ranjang kerang. 

Tidak bisa! Dia harus mencari orang tuanya, dia tahu ini hal gila tapi dia tak akan menyerah. Perlahan dan pasti dia mengendap-endap ke luar kamar. Meneliti setiap penjuru koridor dan mengawasi secara cermat. "Taher sedang apa?"

"Aaahhh!"

"Olive hanya menyapa saja. Kenapa Taher teriak?"

Taher menghembuskan napas panjang, dia mengusap kepala Olive menggelengkan kepala. Terlihat Olive sangatlah polos hanya menerima sentuhan Taher. "Kau mengejutkanku. Lain kali jangan diam-diam mengagetkan seperti itu." Olive terkikik menarik tangan Taher dari kepalanya, dia melirik sekeliling yang sepi. "Seharusnya Olive yang bertanya mengapa Taher mengendap-endap begitu?"

Taher menggaruk tengkuk memalingkan wajah. Bisa gawat jika dia ketahuan akan pergi mencari orang tuanya. "Aku hanya ingin jalan-jalan," bohong Taher mulai berenang masuk ke kamar diikuti Olive yang terus menatap penasaran. Taher sudah melihat di luar ada penjaga yang mengawas mereka, karena itu ada baiknya dia keluar dari celah terumbu karang, berupa jendela untuk pergi.

"Olive ikut."

"Tidak, Olive."

"Ikut!"

"Tidak, jangan."

Olive melipat kedua tangan di depan dada sembari melotot, bibirnya cemberut hendak berseru yang langsung ditahan Taher. Pemuda itu menatap Olive akhirya mengangguk lemah. "Baiklah, kau boleh ikut tapi jangan berisik." Mendengar hal itu Olive tersenyum, mengepalkan tangan ke atas. "Okay!"

Ini akan menjadi sulit. Taher berpikir demikian, lantas keluar dari celah terumbu karang ditemani Olive. Mereka berenang ke luar, membawa lentera diam-diam menghindari penjagaan. Olive merapatkan diri ke saamping Taher, kemudian tersadar ke arah mana Taher melangkah pergi. Olive dengan segera mencekal tangan Taher. "Taher mau pergi ke tempat terlarang?" 

Taher mendesah. "Dengar Olive, ini satu-satunya harapanku untuk menemukan bahwa orang tuaku masih hidup." Taher mengambil napas dalam-dalam menyentuh kedua pundak Olive, dia memelas. "Tolong bantu aku kali ini saja. Kuharap kau mau menolongku." Olive terkesima, dia melepas tangan Taher di pundaknya, dia tahu betul bagaimana rasaya kehilangan orang tua, jadi dia bisa paham. Akhirnya Olive mengangguk kembali mengikuti Taher.

"Terima kasih." Taher mengulum senyuman tulus, rasanya jika berada di sekitar Olive dia jadi teringat adik kecilnya. Mereka sama-sama imut dan pegertian. "Jadi kita akan ke penjara?"

"Itu benar. Pengawal yang bilang sendiri itu tempat terlarang, bahkan tidak ada penjaga yang mengawasi tempat itu karena ratu sendiri melarang penjara didatangi oleh semua kalangan." 

Mereka kembali berenang melewati gelapnya lautan dengan lentera yang dibawa Taher, melirik sekeliling berjaga-jaga barangkali ada yang mengikuti. Tempat yang disebut penjara itu ada di sudut kerajaan duyung tepatnya di arah timur, siang tadi penjaga yang menunjuk tempat itu dari jauh. Penjara yang dimaksud bebentuk persegi dengan satu pintu, terbuat dari pahatan terumbu karang para duyung.

"Kita masuk."

Olive menegak ludah merapatkan diri pada Taher. Mereka mulai masuk, mengendap-endap, pelan sekali agar penghuni penjara tidak terbangun. Sampai di dalam mereka menemukan bebagai jenis makhluk, dari duyung, hiu, hewan-hewan laut yang lainnya. Merasa tak cukup aman mereka mematikan lentera agar tidak ketahuan masuk lebih dalam. "Di sini tidak ada orang tua Taher."

Taher menggeleng, mereka belum pergi ke semua tempat, tepat sekali hendak beranjak ke luar mereka menemukan pintu kerang, karena gelap mereka tak menyadarinya lebih awal. Perlahan membuka pintu mereka mendengar suara amat kecil. "Tolong ... tolong ...."

Taher melebarkan mata, bahkan tanpa mempedulikan Olive dia berenang lurus mendekati arah suara. "I- itu suara Ibuku." Olive mempercepat laju renang mengikuti Taher yang terburu-buru, sesekali terpental menabrak jeruji membangunkan tahanan lain yang berseru-seru. Akan tetapi semua gelap, jadi identitas mereka tidak diketahui.

Sampai di ujung lorong suara itu semakin jelas, samar dari cahaya rembulan. Taher menemukan dua kaki manusia dari balik jeruji besi. "Ibu ... Ibu ...." 

"Taher?"

"Ibu!"

"Taher jangan berisik," bisik Olive, gadis itu sudah tegang sedari tadi melihat sifat impulsif Taher untuk mencari sumber suara. Taher menggenggam jeruji di depannya, bahkan jika tidak bisa melihat dia amat kenal suara itu. "Ibu ... Ibu ..."

"Taher."

Suara itu semakin jelas. Tangan mungilnya yang menggenggam jeruji disentuh oleh penghuni penjara. Samar dan jelas itu adalah ibunya! Bagaimana bisa ini mungkin? Taher menangis tersedu-sedu membalas uluran tangan sang ibu. Belum sempat berakta-kata, teriakkan nyalang membuat Taher membeku di tempat. "Pergi dari sini!"

"A-apa? Ta- tapi Ibu?"

"Pergilah!"

"Aduh, jangan berisik. Olive takut kita ketahuan."

Olive menarik lengan Taher. Meminta agar mereka beranjak pergi, ini tidak aman, jelas sekali siapapun orang di dalam sana bisa membangunkan para penghuni yang lain. Belum sempat mereka kabur, suara bising penghuni penjara berhamburan. Taher tidak mau beranjak bahkan ketika Olive menarik tangan pemuda itu secara paksa, dia meepisnya kuat-kuat.

"Aku akan kembali bersama Ibu!"

"Tidak, tidak. Taher kembalilah! Jangan datang lagi atau diketahui oleh dia."

Apa maksudnya? Dia siapa? "Ayo, Taher." Olive mendesak kembali, kali ini mendorong tubuh Taher menjauh. Belum sempat medapatkan jawaban tiba-tiba di sekeliling mereka terang. Lentera dengan cahaya biru menerangi penjara dan dari arah atas terumbu karang muncul duyung dengan rambut merah menyala. Itu ratu!

"Anak-anak nakal. Padahal aku ingin berbaik hati tapi kalian malah melanggar aturan." Tidak ada senyuman ramah seperti sebelumnya, yang ada seringai lebar menyeramkan. Mereka mengambi langkah mundur, menahan napas mengeratkan genggaman satu sama lain. 

Mereka ketahuan!

Bersambung ....

27 Desember 2023

The Hole [Proses Terbit]Where stories live. Discover now