|SW 52| Flashback

Mulai dari awal
                                    

"Gak apa-apa kok. Jangan malu-malu gitu, lah. Kamu lucu kalau nangis," ucap Anindya lagi membuat Arsa menatapnya saat ini.

"Kamu mau aku makan?" tanya Arsa dengan tatapan seriusnya saat ini.

"Dikira makanan kali, ah. Cukup makan mie aja jangan makan aku," balas Anindya mengalihkan pertanyaan Arsa saat ini.

"Makanya jangan goda aku. Ngambek, nih," sahut Arsa seolah tak suka jika Anindya terus menggoda dirinya. Bisa-bisa harga dirinya turun sebagai seorang pria, karena menangis tersedu-sedu di hadapan Anindya yang bahkan menenangkan nya.

"Bayi besar aku lucu," timpal Anindya mengelus rambut Arsa membuat pria itu menundukkan kepalanya malu karena tingkah laku Anindya yang tiba-tiba menganggap dirinya sebagai anak kecil.

"Udah habis," ucap Arsa berdiri, menaruh mangkuk itu di atas wastafel lalu mengambil air minum. Ia kemudian duduk di samping Anindya yang sudah pindah di sofa. Arsa terlihat menyandarkan kepalanya di bahu milik Anindya yang tampak terkejut karena ulah Arsa.

"Kamu boleh tanya apa pun, biar hubungan kita jelas dan gak ada salah paham lagi," ucap Arsa secara tiba-tiba, seraya memejamkan mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu boleh tanya apa pun, biar hubungan kita jelas dan gak ada salah paham lagi," ucap Arsa secara tiba-tiba, seraya memejamkan mata.

Benarkah? Anindya bahkan tak percaya Arsa memberikan kesempatan seperti ini pada dirinya. Ada satu hal yang ingin ia tanyakan pada Arsa, namun masih menimang-nimang dalam benaknya. Apakah ia harus mengutarakan semuanya? Atau ia tampung saat situasinya tepat nantinya? Tapi pada akhirnya karena ia penasaran sejauh mana Bianca membantu Arsa, ia putuskan untuk bertanya.

"Kalau soal Bianca?" tanya Anindya ragu.

Arsa yang mendengar hal tersebut membuka matanya. Masih dengan posisinya, Arsa menganggukkan kepalanya.

"Boleh. Apa pun itu akan aku jawab," balas Arsa mempersilahkan Anindya untuk bertanya.

"Boleh ceritain gak sejauh mana Bianca bantu kamu sampai-sampai kamu gak bisa melepaskan dia demi aku?" tanya Anindya pada akhirnya membuat Arsa tampak terkejut di tempatnya. Bahkan Arsa menyenderkan kepalanya di kepala sofa, tak lagi menyender di bahu milik Anindya. Tatapan Arsa begitu lurus ke depan, seolah-olah sedang menerawang.

"Bukan gak bisa melepaskan, tapi memaksa hati untuk berhenti pada orang yang menemani kita, gak semudah membalikkan telapak tangan. Bianca punya sejarah besar dalam hidup aku. Awal terjun ke agensi dan di perkenalkan jadi artis, dia banyak bantu aku. Dulu kita hanya berteman, karena nasib dia dan aku hampir mirip. Bianca merantau ke sini karena diasingkan oleh keluarganya, sementara aku terjun ke agensi karena keluarga dan keadaan. Kala itu kita berada pada masa dimana ambisi lebih besar dari segalanya. Dia punya cita-cita aku juga sama. Bianca bantu dan menerima kerja sama dengan aku, walau aku bukan siapa-siapa kala itu. Dia memberikan motivasi bahwa aku bisa seperti dia. Dia juga yang ada buat aku saat aku jatuh dan kena masalah. Kehadiran Bianca saat aku susah, dan masa merintis buat aku dan dia semakin dekat. Bahkan sekarang hubungan kita lebih dari teman."

"Aku suka bagaimana cara dia menghadapi situasi, dewasa mengambil keputusan, dan suka membantu orang yang kesusahan. Mungkin kalau saat itu Bianca menganggap aku gak satu level sama dia, karir aku gak akan sebagus sekarang. Nama aku gak akan dikenal oleh banyak orang," lanjut Arsa lagi yang bahkan cerita tersebut masih di dengar oleh Anindya saat ini.

"Tapi kenapa hubungan kita gak go publik? Apa mama tahu perihal hubungan kalian?" tanya Anindya yang semakin penasaran, walau ada beberapa kata-kata yang menyakiti hatinya tanpa sengaja.

"Mama dan papa tahu. Bahkan Bianca juga yang kala itu memberikan tempat tinggal sementara ketika papa bangkrut. Sejujurnya pengorbanan dia banyak banget buat aku, tapi pada akhirnya apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Mama memutuskan untuk menjodohkan aku dan kamu. Yang mama tahu aku sama Bianca sudah putus, tapi kenyataannya kami tetap bertahan, walau keinginan Bianca untuk ketemu mama juga besar. Ada rasa rindu yang ingin disampaikan, tapi aku menghalangi dia untuk mengungkapkan. Mungkin kalau situasinya sama, aku secara sukarela bawa dia, tapi semuanya udah berubah. Aku dan -----"

"Apa kamu menyesal nikah sama aku? Maaf kalau pada akhirnya impian kalian harus tandas karena kehadiran aku," potong Anindya cepat saat Arsa mengutarakan hal tersebut pada dirinya. Jujur saya Anindya merasa bersalah karena menjadi penengah hubungan Arsa dan Bianca. Mendengar bagaimana pengorbanan Bianca begitu besar pada Arsa, membuat ia berpikir untuk tetap sembunyi dari statusnya, agar tidak memberikan luka pada Bianca.

"Awal pernikahan ia. Aku merutuki kenapa harus menikah dengan perempuan yang bahkan gak menemani aku dari nol. Aku merasa bersalah saat ijab kabul terlontar, tapi setelah menjalankan semuanya aku sadar satu hal. Jodoh itu ditangan Tuhan. Mungkin hadirnya Bianca memang ditakdirkan untuk membantu, tapi kehadiran kamu adalah pelengkap dan penyempurna imamku sebagai seorang pria," jelas Arsa seraya menatap retina Anindya yang sudah berkaca-kaca.

"Aku cuman minta sedikit waktu kamu. Selama ini aku mohon bersabar, karena mengikhlaskan tidak semudah mendapatkan. Saat ini aku masih belajar bagaimana mencintai kamu, bagaimana memahami kamu, dan bagaimana menjadi suami yang baik buat kamu. Kalau kamu percaya sama aku, aku bisa buktikan semuanya, Nin. Tapi aku mohon bersabar. Saat ini kondisi Bianca lagi gak baik. Dia terus jatuh sakit karena penyakit lambungnya. Aku selalu ada, karena cuman aku satu-satunya keluarga untuk dia. Aku harap kamu paham sampai sini kenapa aku sampai sekarang belum bisa melepaskan Bianca," ucap Arsa lagi membuat air mata Anindya menetes saat ini.

Jujur perasaan Anindya berkecamuk saat ini. Disatu sisi ia merasa senang karena Arsa mau bercerita tentang semuanya, tapi di satu sisi ada fakta yang begitu sakit untuk ia terima. Sejatinya ia hanya ingin Arsa mencintai dirinya, walau harus membutuhkan waktu yang lama. Tapi kata-kata Arsa yang tidak mudah melupakan Bianca membuat hatinya sakit secara sengaja.

"Aku janji sama kamu, kasih aku waktu sampai benar-benar melupakan dia," pinta Arsa pada Anindya yang menghapus air matanya.

"Tapi sampai kapan?" tanya Anindya pada Arsa.

"Sampai aku gak bingung dengan semuanya. Sampai aku bisa memastikan bahwa kamu satu-satunya. Kasih aku waktu sampai keadaan Bianca baik-baik aja. Setelah semuanya baik-baik aja, aku yang akan ajak kamu untuk menjelaskan semuanya, terutama soal pernikahan kita."

Anindya yang mendengar hal itu mau tak mau menganggukkan kepalanya, walau ia tidak yakin dengan apa yang Arsa katakan pada dirinya. Bahkan saat ini ketika Arsa memeluknya, rasa sakit itu kian bertambah saja menjadi rasa kecewa.

#TBC

GIMANA PART KALI INI GUYS?

GIVE ME 900 KOMEN GUYS AGAR AKU UPDATE PART 53 ESOK HARI.

REQUEST PART SW MAU SAMPAI BERAPA?

JANGAN LUPA KOMEN DI BAWAH. SAMPAI BERTEMU DI PART SELANJUTNYA 🥰💜

Secret Wife| Ketika Menikah Tanpa Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang