|SW 20| Pemotretan

Comincia dall'inizio
                                    

"Sih, anjir

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

"Sih, anjir. Jangan terpesona. Dia bukan level Lo." Batin Arsa yang tidak sinkron dengan mata dan pikirannya.

"Ada yang aneh, ya?" tanya Anindya berhenti tepat di hadapan Arsa, saat pria itu menatapnya tanpa mengedipkan mata.

"Ha?" tanya Arsa saat tersadar.

"Ada yang aneh gak? Soalnya Lo ngeliat gue kaya gitu banget. Pasti ada yang -----"

"Ganti baju," potong Arsa cepat dengan wajah dinginnya.

Anindya menatap tak percaya. Apa? Ganti baju? Disaat dirinya sudah sempurna seperti ini. Sungguh di luar nalar permintaan Arsa.

"Kenapa harus ganti baju? Baju gue sopan kok. Gak merugikan orang lain juga," sahut Anindya yang seolah tak suka.

"Tapi merugikan gue," timpal Arsa seraya menatap penampilan Anindya lagi. "Dress Lo ini terlalu terbuka. Mana di atas lutut lagi. Lo mau tebar pesona? Jangan aneh-aneh."

"Apa, sih, Sa! Sejak kapan penampilan gue merugikan Lo?" tanya Anindya membuat Arsa tak bisa bersuara.

Ya, Arsa dibuat mati kutu dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Anindya. Benar sejak kapan ia begitu peduli dengan penampilan Anindya? Seharusnya ia bodo amat bukan? Pakai baju atau tidak itu urusan perempuan ini. Kenapa ia ikut campur dalam hal penampilannya? Ia sudah gila sepertinya.

"Turun ke bawah," ucap Arsa kemudian pergi dari hadapan Anindya seolah-olah menghindari dan enggan menjawab pertanyaan yang ada.

"Kenapa, sih, perasaan gue gak merugikan dia, deh. Lagian pakaian yang gue pakai juga sopan. Dasar aneh," cibir Anindya seraya keluar dari kamar mereka.

Hari ini rupanya Anindya bangun kesiangan. Wajar saja beberapa hari ini Arsa berbaik hati membiarkan dirinya tidur di atas kasur, sementara pria itu tidur di sofa. Mungkin jika sifatnya kembali menyebalkan ia akan kembali ke posisi semula. Saat turun dari tangga, ia melihat makan pagi sudah siap diatas meja. Bahkan mama mertuanya begitu menyambut dirinya.

"Wah, menantu mama mau kemana, nih? Kok cantik banget pagi-pagi," ucap Vera saat Anindya menghampiri meja makan.

"Anindya mau pergi sama teman-teman ma. Boleh, kan, ma?" tanya Anindya merasa tak enak hati.

"Boleh kok. Sama Arsa sudah diizinkan?" tanya Vera pada menantunya.

Anindya pun menatap Arsa yang tak memberikan tanggapan apa-apa.

"Anindya sudah izin sama mas Arsa kok ma. Katanya boleh," timpal Anindya dengan senyuman palsunya.

"Sejak kapan?" tanya Arsa secara tiba-tiba.

Vera yang mendengar hal tersebut menatap anaknya. "Jadi Anindya belum izin sama kamu?"

"Enggak, ma. Arsa cuman bercanda," sahut Arsa cepat saat tatapan sang mama berubah.

"Astaga nak. Mama kira Anindya benar-benar tidak izin. Tidak mungkin kalau Anindya melakukannya," balas Vera membuat Anindya hanya bisa tersenyum di hadapannya.

"Ayo silahkan makan nak," ajak Vera membuat Anindya menganggukkan kepalanya.

Entah kebetulan atau tidak, ternyata asisten rumah tangga di rumahnya menyediakan beberapa buah di hadapannya. Anindya pun mengambil satu buah apel untuk ia makan sebagai sarapan paginya. Mulai hari ini dan seterusnya ia akan mencoba untuk menjaga pola makannya. Ia ingin hidup sehat, ia ingin menjaga berat badannya agar tidak melanggar kontrak yang ada.

"Kenapa cuman makan buah, nak? Makanan yang ada di sini gak kamu suka semua, ya?" tanya Vera yang memperhatikan Anindya hanya memakan satu buah apel saja.

Anindya tampak menggeleng cepat. "Maaf, ma. Anindya lagi jaga pola makan biar sehat."

"Gak usah aneh-aneh. Makan biar Lo gak sakit," sahut Arsa saat mendengar jawaban Anindya yang tidak masuk akal baginya. Pasalnya Anindya selama di sini makannya selalu banyak dan memakan apa pun. Melihat Anindya yang hanya makan satu buah apel sebagai makan pagi terasa aneh untuknya.

"Iya bener kata Arsa. Lagian badan kamu juga udah pas kok nak. Gak usah diet-diet segala," sahut Vera yang tampak tak menganjurkan hal tersebut untuk dilakukan Anindya.

"Nanti Anindya sarapan di mobil kok ma. Anindya nanti beli beneran, deh. Tapi pagi ini Anindya mau makan apel doang," jelas Anindya tersenyum, padahal keadaan perutnya saat ini begitu lapar.

"Badan kurus kering pakai diet segala," tutur Arsa seolah kesal dengan jawaban Anindya.

Saat Arsa meresponnya, entah mengapa ia merasakan Arsa begitu peduli dengan dirinya saat ini. Kenapa? Tumben sekali Arsa seperti ini. Saat sibuk memikirkan apa yang terjadi, suara notifikasi pesan dari orang tidak dikenal membuat ia segera menyudahi makannya. Ia meraih tasnya bersalaman dengan Arsa dan mama mertuanya kemudian pergi menuju keluar rumah, namun saat akan menuju gerbang rumahnya, tangannya pun di cekal oleh seseorang membuat Anindya terpaksa harus menghentikan langkahnya.

"Apa?" tanya Anindya yang tak mengerti kenapa Arsa tiba-tiba menghentikan dan menyusul dirinya seperti ini.

Arsa melepaskan tangannya. Pria itu menyodorkan sebuah kartu berwarna hitam, yang kemudian membuat Anindya bertanya-tanya ditempatnya.

"Pegang buat lo. Lo boleh pakai untuk apa pun itu, tapi paling penting jangan lupa beli makan," ucap Arsa membuat Anindya merasa tak percaya.

"Kepala Lo cidera, ya? Tumben banget baik sama gue," tanya Anindya yang merasa aneh dengan perubahan Arsa yang tiba-tiba.

"Gak usah kebanyakan omong. Pergi sana," ucap Arsa yang langsung memberikan kartu tersebut lalu membiarkan Anindya sibuk dengan pikirannya yang bertanya-tanya tentang kelakuan Arsa.

"Apa, sih, abstrak banget," ucap Anindya yang melanjutkan dan menerima kartu pemberian Arsa.

#TBC

GIMANA GUYS PART KALI INI?

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KALIAN.

KOMEN GUYS

SAMPAI BERTEMU DI PART SELANJUTNYA 💜

Secret Wife| Ketika Menikah Tanpa Cinta Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora