22. Penjelasan Yang Akhirnya Diberikan

2.4K 288 20
                                    

"Jadi, kamu sudah nggak marah lagi sama aku?"

Pertanyaan dari Rama yang terlontar saat kami dalam perjalanan pulang membuatku mengalihkan perhatianku dari jalanan Surabaya yang ramai kepada sosok yang ada di sebelahku.

Ya, sebelum kalian bertanya dimana aku sekarang, maka jawabannya adalah aku berada didalam mobilnya untuk pulang, selain karena belanjaanku masuk ke dalam bagasi mobilnya, Bunga pun berkeras mengantarku pulang, apalagi saat tahu jika aku ke supermarket dengan naik ojol, dan bisa kalian tebak, duduk di tempat yang sama membuat kami mau tidak mau terlibat dalam pembicaraan.

"Sudah aku bilang, energiku sudah habis buat marah-marah sama kamu selama 7 tahun penuh, Ram. 7 tahun penuh aku menghabiskan waktuku dengan sia-sia untuk sebuah kemarahan, selama 7 tahun penuh aku bertanya kepada diriku sendiri apa kurangnya diriku sampai aku dicampakkan tanpa penjelasan dan kata maaf darimu, namun ujung-ujungnya kemarahan itu menghilang dengan sendirinya sejak kehadiran Bunga."

Rama menghela nafas panjang, kalimatku yang menohoknya sepertinya mengusik rasa bersalahnya karena kini dia mengusap tengkuknya pelan, kebiasaannya setiap kali dia merasa kebingungan atas apa yang dia lakukan.

Aku memutar tubuhku ke arahnya, pertanyaan yang seharusnya aku tanyakan 7 tahun lalu kini aku akhirnya aku tanyakan kepadanya. "Sekarang jawab pertanyaanku, Ram. Aku atau Mamanya Bunga yang menjadi selingkuhanmu, dan kenapa kamu memintaku untuk datang ke pernikahanmu, kamu sadar atau tidak jika permintaanmu itu jahat. Tanpa ada angin, tanpa ada hujan kamu menemuiku membawa surat undangan, tanpa penjelasan dan tanpa ada kata maaf sama sekali."

"Karena aku berpikir akan lebih mudah untukmu melupakan hubungan kita jika kamu membenciku, Shita!" Jawaban lugas tanpa beban dari Rama membuatku tercengang, sesederhana itukah alasan kenapa dia tidak memberiku penjelasan dan kata maaf atas apa yang dia lakukan? Aku ingin menyela untuk memakinya namun aku menahannya karena tahu jika Rama belum menyelesaikan kalimatnya, dengan gusar Rama memutar setirnya sampai akhirnya mobil berhenti didepan minimarket tidak jauh dari komplek rumah Mbak Risa, kulirik Bunga yang tertidur di jok belakang, takut jika anak kecil itu terganggu saat nada suara Ayahnya meninggi. "Bukan cuma kamu yang benci dengan sikapku, aku pun membenci diriku sendiri yang tidak bisa memperjuangkanmu. Aku mencintaimu seperti aku bernafas namun saat di hadapkan pada perintah orangtua, aku tidak bisa melawannya. Sekeras apapun aku berusaha memeprtahankanmu, nyatanya aku gagal, Shita. Kamu tahu, memutuskan hubungan denganmu di detik terakhir sama seperti mencekik leherku sendiri. Hatiku mati sejak hari itu, tidak ada perselingkuhan, kamu kekasihku, satu-satunya wanita yang aku inginkan untuk menjadi teman seumur hidupku, namun orangtuaku menjodohkanku dengan Utari."

Meskipun opsi tentang Rama yang dijodohkan adalah alasan paling masuk akal atas sikapnya dahulu, tapi tetap saja aku terkejut saat hal itu aku dengar dari mulut Rama secara langsung. Terlebih saat Rama berbicara, air mata yang menggenang di sorot matanya yang tajam menunjukkan betapa emosionalnya pria yang dulu menjadi kakak kelasku ini.

Aku masih ingat dengan jelas bagaimana orangtua Rama menolakku secara halus saat Rama memperkenalkanku kepada mereka, namun aku sama sekali tidak menyangka jika pada akhirnya cara mereka memisahkan Rama dariku dengan begitu tidak terduga.

Aku terdiam, menyimak tentang masalalu yang kini kembali kami ulang, memberi penjelasan agar kami, khususnya aku, bisa memutuskan bagaimana caranya mengakhiri kisah yang kami kira sudah selesai ini.
........................... ........................... ...........................

Flashback 7 tahun yang lalu

"Kapan kamu mau memberitahu pacarmu itu kalau kamu sudah mengurus pernikahanmu dengan wanita pilihan Ibu?"

Tanpa ada basa-basi sama sekali disaat Rama baru saja memasuki ruang rawat, sosok Darmini, Ibunda dari Rama tersebut, langsung menodong Rama dengan pertanyaan yang hanya bisa membuat Rama menghela nafas panjang, kepala Rama selalu berdenyut nyeri jika dihadapkan dengan obsesi Ibunya untuk memiliki menantu dari kalangan yang dianggap sama derajatnya dengan keluarga Farid. Hal yang membuat hati kecil Rama muak karena orangtuanya tergila-gila dengan yang disebut nama baik, namun sayang ikatan antara orangtua dan anak membuat Rama tidak bisa berkutik.

Apalagi keadaan Ibunya yang sakit, penyakit jantung yang diderita Ibunya semakin parah saat Rama menolak permintaan ibunya mentah-mentah pasal perjodohan, yang akhirnya terpaksa Rama setujui saat Ibunya harus dilarikan dari rumah sakit.

"Rama akan memberitahu Shita dua hari sebelum Rama menikah!" Jawab Rama pelan, dan tentu saja jawaban yang diberikan Rama tersebut membuat Darmini langsung bangkit penuh kemarahan. Segala barang yang ada didekatnya langsung diraihnya untuk dilemparkan kepada putra semata wayangnya tersebut menunjukkan betapa murkanya Darmini sekarang.

"Apa kamu sudah gila, hah? Apa kamu belum rela melepaskan wanita yang bahkan tidak punya masa depan itu? Mau ditaruh dimana muka Ibu kalau sampai orangtua Utari tahu kelakuanmu yang kayak gini, Ram! Rama, kamu itu anak Ibu satu-satunya, laki-laki pula, apa Ibu salah jika Ibu menginginkan kamu mendapatkan perempuan yang sederajat, Ibu hanya mau yang terbaik untuk kamu, Rama!"

Kemarahan Darmini atas sikap yang diambil Rama membuat Rama mematung, tidak peduli tubuhnya dilempari dengan berbagai barang, Rama tetap pada tempatnya, bagaikan patung tanpa nyawa, Rama menatap datar ke arah Ibunya.

"Bu, jangan pernah berbicara seperti itu tentang Shita. Perempuan yang Ibu hina dan anggap tidak pantas untuk Rama adalah perempuan yang dibesarkan penuh cinta dan didik dengan sangat baik oleh keluarganya. Sama seperti Ibu yang ingin segalanya yang terbaik untuk Rama, orangtua Shita juga ingin hal yang sama untuknya. Ibu kira Rama ini sesempurna apa Bu sampai ibu merasa berhak merendahkan orang lain?"

"Anak durhaka kamu, Rama! Ibu nggak mau tahu, kamu pilih putuskan perempuan tidak punya masa depan itu atau kamu mau Ibu mati di hadapanmu?"

Suasana ruang rawat itu benar-benar chaos, mungkin karena merasa terganggu dengan teriakan Darmini, beberapa orang yang ada di samping kamar rawat melaporkannya, hingga berbondong-bondong dokter dan perawat datang, begitu juga dengan keluarga Rama termasuk Utari.
Semua tenaga medis langsung bertindak memasang kembali alat yang lepas sembari menenangkan Darmini karena bisa saja Darmini terkena serangan jantung yang bisa mengakhiri hidup wanita berusia 60 tahun tersebut.

"Nggak usah pasang-pasang lagi semua alat sialan ini, saya juga nggak mau minum obat! Untuk apa saya hidup di dunia ini jika anak yang saya perjuangkan dengan susah payah lebih memilih sampah dibandingkan Ibunya yang berjuang mati-matian agar bisa memilikinya."

Kembali Darmini mengamuk, bukan lagi Rama yang menjadi sasaran, tapi semua orang yang ada di ruangan ini, dan benar saja dugaan semua orang, Darmini yang sebelumnya begitu menggebu-gebu mengeluarkan kemarahannya seketika tersengal-sengal, jantungnya yang tidak baik kembali melemah.

"Kamu, ikut Ayah, Rama!"

Kisah Yang Belum UsaiWhere stories live. Discover now