Dunia Selebar Daun Kelor

2.9K 303 19
                                    

"Mantanmu pergi ninggalin kamu buat menikah dengan orang lain, itu sudah cukup menjadikannya sebagai pria brengsek yang tidak semestinya kamu ratapi selama 7 tahun ini. Jadi saranku, entah kamu tadi halu atau beneran nyata, dia bukan seornag yang harus kamu pikirkan untuk sekarang ini. Jadi berhenti pusing-pusing mikirin orang yang bahkan nggak mikirin perasaan kamu."

Aku mendongak menatap ke arah Flara, ibu dua anak menggemaskan tersebut menatapku prihatin, Flara adalah wanita dengan pemikiran realistis yang membuatku merasa jika aku adalah manusia paling bodoh yang ada di dunia ini.

"Aku kira selama ini kamu betah menyendiri karena ada hal-hal yang lebih spesifisik gitu soal pasangan, kayak mau nyari spek Habib asal Madura atau Gus asal Jombang, minimal ya macam Chindo Baratlah, atau kalau nggak ya macam itu si Om-nya Dylan yang genit, eeeeh rupanya kamu masih betah sendiri karena kejebak sama mantan. Aealah Shit, Shit, 2023 udah mau habis masih kejebak mantan!"

Semakin Flara berbicara, semakin aku merasa tolol dibuatnya, "gampang ngomongnya tapi susah prakteknya, kamu ngatain aku belum moveon tapi kenyataannya aku nggak merasa kayak gitu, Ra. Yang ngeganjel buatku itu cuma kenapa hubunganku dulu di akhiri tiba-tiba saja, nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba dia ngasih surat undangan. Sekarang saat aku merasa hidupku baik-baik saja, aku bahagia dengan hidupku karena pekerjaanku yang baik, aku bahagia bermain dengan keponakanku, lantas aku lihat dia di depan mata, bukan aku gagal moveon, tapi masalalu yang udah nyakitin kamu tiba-tiba ada di depan wajah, tentu itu akan mengusikmu, kan?"

"Shita, Sayang! Gini nih kalau anak culun main cinta-cintaan, tak kasih tahu ya kon biar pinteran dikit. Cowok kalau tiba-tiba ninggalin kita buat nikah tanpa alasan itu alasannya ada dua, yang pertama dia jadiin kamu selingkuhan, permainan sebelum akhirnya dia nikah. Yang kedua, dia dijodohkan sama orangtuanya, meskipun dia beneran sayang sama kamu, tapi ujung-ujungnya dia nggak bisa ngelawan orangtuanya, dia nggak bisa merjuangin kamu dan buat jelasin semua hal menyakitkan ini ke kamu dia pun nggak bisa, makanya dia milih pergi begitu saja biar kamu bisa gampang lupain dia, dia mikirnya akan lebih mudah buat kamu lepasin dia kalau kamu benci sama." Flara menghela nafas panjang, sepertinya curahan hatiku membebani dirinya yang banyak pikiran, "Ta, jangan terlalu naif jadi wanita ya, entah itu alasan nomor satu atau nomor dua, dua-duanya berarti pria itu brengsek buat kamu, dan kamu terlalu baik untuk pria yang bahkan nggak bisa memperjuangkan dirimu. Aku nikah sama Papanya Arlan karena cinta yang sama besarnya saja sering tersiksa kok sama sikapnya, apalagi kalau kamu bersama dengan pria yang cintanya nggak lebih besar dari cintamu, kamu akan tersiksa. Jadi, lepasin masalalumu, ya. Jangan di ingat-ingat lagi, entah halu atau nyata jangan dipikirkan."

Flara, wanita cantik yang menjadi rekanku selama dua tahun tersebut menatapku lekat, seolah memintaku untuk berjanji agar aku menuruti apa yang dia nasihatkan. Kuraih lengannya dan aku sandarkan kepalaku kepadanya.

"Siap Maminya Arlan, petuahmu adalah perintah untukku. Tenang saja, lagi pula, aku bukan perempuan yang akan mengusik pria yang sudah beristri, temanmu ini masih waras."

Entah perasaan itu masih ada atau tidak, satu hal yang aku miliki dengan pasti adalah kewarasan. Ya Tuhan, jika memang aku gagal moveon seperti yang orang-orang katakan tolong mudahkan jalanku untuk keluar dari luka yang bertahun-tahun tidak kunjung sembuh. Aku sangat yakin jika jalan yang Engkau atur untukku adalah jalan terbaik menuju bahagia meskipun di awal harus ada air mata.
Terlihat mudah, namun sulit untuk dilakukan. Bukan karena aku bodoh, namun karena aku belum menemukan pintu ajaib untuk lolos dari trauma atas luka yang tertoreh di dalam hatiku.

Sulitnya menjadi perempuan, sendiri disebut gagal moveon, umur yang bertambah bikin khawatir karena belum kunjung menikah, terlalu banyak tuntutan yang diberikan kepadaku karena usiaku yang sebentar lagi menginjak 30 hingga rasanya ingin sekali aku pindah benua.

Nyatanya, usai berpusing-pusing ria memikirkan tentang halusinasi atau kenyataan, rupanya rasa pusing barusan hanyalah awal menuju drama hidupku yang sebenarnya, pria yang aku lihat barusan bukanlah halusinasi melainkan benar-benar hadir kembali di dalam hidupku

Dunia yang aku kira begitu luas, nyatanya hanya selebar daun kelor yang keriting. Kisah yang aku kira sudah selesai dengan penuh tanda tanya kini menunggu untuk aku selesaikan. Sia-sia rasanya aku berdoa siang malam kepada Tuhan agar di bukakan pintu ikhlas selebarnya karena nyatanya semuanya, kini menunggu untuk di selesaikan.

Kisah Yang Belum UsaiWhere stories live. Discover now