Undangan

8.6K 402 18
                                    

Shita, besok kita ketemu di cafe depan Batalyon bisa? Ada hal penting yang harus aku katakan kepadamu.

Melihat tulisan yang ada di kotak kado yang sudah aku siapkan untuk hadiah kekasihku ini membuatku tersenyum sendiri. Sejak semalam aku sama sekali tidak bisa tidur menunggu hari ini datang.

Nervous, gugup, deg-degan, itulah yang aku rasakan. Ya bagaimana aku tidak gugup jika tiba-tiba saja Rama berkata jika ada hal serius yang ingin dia sampaikan, aku merasa apapun yang akan Rama sampaikan kali ini adalah hal yang akan menentukan masa depan hubungan kami nantinya. Itu sebabnya, meskipun masih ada tiga minggu lagi sebelum ulang kekasihku, aku lebih memilih untuk sekalian saja memberikan hadiah yang sudah aku siapkan ini.

Sebuah jam tangan sport yang aku kira akan sangat cocok dengan kekasihku, sosok bernama Rama Farid tersebut adalah Crush-ku dari zaman SMA. Kakak kelas tampan Kapten Basket idaman para kaum hawa yang dulu hanya aku pandang dari kejauhan penuh kekaguman, kini setelah dia sukses meraih impiannya menjadi seornag Perwira Tentara, dia memintaku untuk menjadi kekasihnya. Bolehkah aku sebut diriku beruntung karena disaat sebagaian orang menyebut cinta pertama adalah hal yang menyedihkan, cinta pertamaku begitu membahagiakan yang berakhir indah.

Berawal dari kondangan ke teman yang sama, lanjut komunikasi sampai pernyataan cinta aku dapatkan, semuanya berjalan mulus, lancar tanpa ada hambatan dan aku berharap di tahun kedua kami bersama ini, hubungan kami tidak berakhir hanya sebagai kekasih saja. Terlalu berlebihankah jika aku berharap jika kekasihku akan melamarku? Aku rasa harapanku ini adalah hal yang sangat normal untuk seornag yang tengah menjalin hubungan serius  dengan kekasihnya, apalagi usiaku dan Mas Rama sudah cukup matang untuk berumah tangga.

Dengan senyuman mengembang lebar aku menanti kekasihku datang, satu menit berlalu, dua menit berlalu, sampai tiba di menit ke dua puluh lima kekasihku itu belum datang, hal yang sangat bukan Mas Rama sekali mengingat priaku itu tidak pernah membuatku menunggu. Gelisah, waswas itu seketika datang menggantikan perasaan gugup yang sebelumnya aku rasakan, berulangkali aku mencoba menghubungi nomor Mas Rama namun berakhir dengan panggilanku di reject olehnya, tentu saja sikap tidak biasa Mas Rama ini membuat dahiku mengernyit keheranan.

"Tolong, jangan sampai ada hal buruk terjadi ke Mas Rama, Tuhan."

Doa tulus itu terucap dari bibirku, dibandingkan ingin memarahinya karena terlambat aku lebih khawatir jika ada hal buruk terjadi kepada kekasihku tersebut, dan seakan Tuhan mendengar doaku barusan, sosok yang baru saja aku sebut dalam doa tersebut terlihat. Mobil yang dikendarainya memasuki halaman parkir dengan tergesa, dan saat priaku itu turun, bantingan keras saat menutup pintu mobil yang sarat akan emosi itu tidak luput dari perhatianku, namun dalam waktu yang bersamaan bukan hanya kemarahan Mas Rama yang aku tangkap melainkan juga satu sosok yang ada di sebelah kursi pengemudi, tampak sosok berambut panjang dengan pakaian putih lengan panjang hendak turun namun seketika saat itu juga urung untuk melangkah turun karena Mas Rama yang langsung menutup pintu dengan keras atau lebih tepatnya membanting pintu.

Deg, gelenyar tidak nyaman aku rasakan sembari bertanya-tanya siapa wanita tersebut karena yang aku tahu Mas Rama tidak punya saudara perempuan.

"Kamu lama nunggunya? Maaf aku telat!" Sapaan itu terlontar dari Mas Rama saat tiba di hadapanku, pria ini masih dengan muka leceknya sama persis seperti seragam yang baru saja dia kenakan, persis seperti seornag yang baru saja di gulung badai, tidak ada binar bahagia di matanya yang membuatku paham jika pria ini tidak baik-baik saja.

Menjadi guru TK membuatku tahu sedikit banyak emosi manusia, termasuk kekasihku ini. Tidak ingin berbasa-basi aku langsung menanyakan apa yang ada di dalam kepalaku.

"Lama, aku nunggu kamu mungkin ada 25 menit. Oh ya, itu siapa yang ada di dalam mobil? Kenapa nggak ikut turun? Dia alasan kamu sampai terlambat?"

Mendapati cecaran dariku membuat Mas Rama menghela nafas panjang, alih-alih menjawab pertanyaanku agar aku tidak gelisah, dia justru memanggil waitress untuk memesankanku makanan. "Kamu makan dulu, setelah itu baru kita bicara, dan kita tidak akan bicara sebelum makanan yang kamu makan habis." Putusnya dengan kalimat tidak terbantahkan. Aku masih ingin mendebat namun sorot mata wajah tampan itu penuh permohonan agar aku menurut.

Tidak menunggu lama, sepiring nasi goreng katsu yang selalu menjadi makanan yang aku pesan terhidang, mungkin ini adalah kali pertama aku makan secepat ini dalam hidupku, aku terlalu penasaran akan apa yang terjadi pada kekasihku dan siapa perempuan asing yang ada di dalam mobil.

"Nggak usah buru-buru, aku bakal nungguin kamu makan sampai selesai kok." Lembut sekali suara Mas Rama saat dia menyisipkan anak rambutku yang berantakan, sedari tadi dia hanya menungguku makan tanpa memesan sama sekali, dia memperhatikanku lekat seolah tidak ingin kehilangan satu momen pun untuk memandangku, namun meski pun dia meminta, aku tetap menyelesaikan makanku secepat yang aku bisa agar kegelisahan ini segera selesai. "Setelah ini kamu harus janji sama Mas, kamu harus makan tepat waktu, jangan terlalu ngoyo buat jadi PNS, dan selalu bahagia ya, Ta."

"Done! Aku sudah selesai." Ucapku sembari meletakkan sendok di piringku yang sudah bersih dan Mas Rama tidak punya alasan lagi untuk menunda perbincangan kami. Begitu banyak pesan yang diucapkan oleh Mas Rama sebelumnya namun yang aku rasa itu justru memperburuk suasana hatiku, bukan pertemuan macam ini yang aku kehendaki. "Sekarnag jawab pertanyaanku Mas, ada apa dan siapa dia?! Jangan berpesan yang macam-macam seolah kamu akan pergi ninggalin aku, ini sama sekali nggak lucu."

Terserahlah aku mau disebut pemaksa atau apa, tapi jika sudah bersangkutan dengan rasa penasaran aku sama sekali tidak bisa menahannya. Semakin cepat dia menjelaskan, semakin baik untukku.

Namun bukannya kembali segera menjawab, pacarku ini justru mengutak-atik ponselnya beberapa saat sebelum akhirnya berbicara, "Shita, Mas akan menikah. Mas harap kamu datang, ya."

Jedeeerrrrre, bagai disambar petir mendengar apa yang dikatakan oleh Mas Rama, ada banyak hal yang bisa dia katakan kepadaku, namun yang aku dengar justru kalimat tentang dia yang akan menikah?

"Lelucon macam apa ini?" Ujarku disertai tawa karena aku masih yakin jika priaku ini hanya akan mengerjaiku, namun wajah seriusnya yang tidak ikut tertawa membuat tawaku luntur perlahan dihantam kesadaran yang menyakitkan, dadaku terasa sesak, mataku terasa buram karena air yang menggenang, dan saat aku mengalihkan perhatianku aku justru membuka ponselku, melihat pesan yang baru saja dikirimkan Pacarku barusan, dan lagi-lagi, mendapati undangan virtual dimana terlihat jelas Mas Rama bersama seorang wanita menggunakan snelli menjadi latar belakang undangan tersebut, aku sadar jika ini bukan sebuah candaan.

Priaku, dia benar-benar akan menikah namun bukan denganku. Nama yang tertulis disana bukan namaku melainkan nama perempuan lain, sosok yang menjawab tanyaku tentang siapa wanita yang ada di samping kursi pengemudi.

Rama dan Utari

Kisah Yang Belum UsaiWhere stories live. Discover now