58. Twice As Far

8 1 0
                                    

Alexandria.

Suasana seolah kembali normal. Kehidupan berjalan seperti yang seharusnya.

Olivia membuka pantry setiap pagi. Menata barang, mengisi kembali yang kosong.

Gabriel masih dengan pakaian pendetanya, ikut berpatroli menjaga keamanan Alexandria.

Begitu juga Eugene, yang ikut piket giliran jaga. Bertukar posisi dengan mereka yang sudah semalaman berjaga di tembok.

Morgan terus disibukkan dengan pembuatan sebuah ruang sel di ruang bawah tanah sebuah rumah. Aktivitasnya itu tentu diketahui Andrew dan yang lain. Seperti pagi ini, Andrew mendatanginya. Berdiri di luar ruang sel. Dibatasi pintu jeruji besi sebagai penyekat  di antara mereka.

"Morgan?" panggil Andrew.

Morgan menoleh. Siap ditanyai apapun.

"Kenapa?" tanya Andrew. Ia belum mendengar penjelasan Morgan soal kenapa tempat ini harus dibuat.

"Tempat ini akan memberimu pilihan, lain kali," jelas Morgan. 

Andrew tidak menuntut penjelasan lebih. Ia meninggalkan tempat itu.

Setiap hari, semua berjalan sangat lancar, aman, dan damai. Rutinitas tidak berubah. Orang-orangnya juga.

Melissa dan Tobin selalu terlihat mesra dengan ciuman selamat pagi di bibirnya.

Sementara itu, dari hari ke hari, Rosita sudah bisa menerima akhir dari hubungannya dengan Abraham. Setiap pagi, ia bangun di sisi pria yang berbeda. Hari ini, tampak Spencer di sana. Semalam pria itu mabuk dan mengigau nama Han.

Tetapi, tentu saja Han setia di sisi Norman. 


Pagi itu, Norman sedang menikmati pertemuan kembali dengan motor kesayangannya. Melissa datang.

"Aku bahkan tidak memperhatikan, motormu kembali," goda Melissa. Ia ikut berjongkok di sisi Norman.

"Ya," sahut Norman pelan. Ia melihat wanita itu sedang mengisap rokok. "Punya satu lagi?"

Melissa mengeluarkan sekotak rokok dari sakunya, lalu mengambil sebatang dan memberikannya pada Norman.

"Terima kasih," ucap Norman.

"Orang-orang yang kautemui, yang ada di hutan terbakar, apa mereka mencurinya darimu?" tanya Melissa.

"Ya," jawab Norman.

"Kau selamatkan mereka, bukan?" tanya Melissa lagi, sekaligus merasa miris.

Norman tidak menjawab. Masih kesal dan marah.

"Maaf. Itulah jati dirimu," kata Melissa coba memahami. "Kita masih seperti itu. "Mana Han?" tanyanya.

"Biasa, sepagi ini dia tidak mungkin masih di rumah." Norman menoleh ke arah mana tadi Han pergi. "Seharusnya aku membunuh mereka," katanya kemudian. 

"Aku tidak percaya, Han masih mau memelukku, setelah semua yang kulakukan padanya," ujar Melissa. "Aku membunuh temannya tanpa ampun." Lalu ia berdiri, hendak pergi.

"Hei," panggil Norman. "Kau tidak salah. Jika aku berada di sana, aku juga akan melakukan hal yang sama sepertimu. Han pasti marah dan membenciku, tapi aku tahu, pada akhirnya dia akan mengerti semuanya, dan tidak marah lagi."


Hingga pada suatu hari, rutinitas sedikit berubah. Tidak ada Olivia yang membuka pantry. Tidak tampak para penjaga yang bertukar posisi, juga tidak ada Melissa yang setiap pagi duduk di beranda rumahnya sambil merokok.

Live vs DeathKde žijí příběhy. Začni objevovat