34. Self Help

12 1 0
                                    

Bus terus berjalan meninggalkan gereja. Membawa Abraham, Rosita, Eugene, Lauren, Steven, dan Tara. Tujuan mereka adalah Washington D.C.

Abraham menyetir. Tepat di belakangnya duduklah Rosita. "Penampilanmu mulai agar berantakan," kata gadis itu. 

"Bersiap untuk pensiun," ujar Abraham. "Menyantaikan standar kerapian. Mungkin aku akan jadi tukang leding atau penggembala."

Rosita membelai-belai rambut Abraham. "Kau tidak menggembala sekarang, Abraham. Tetaplah fokus."

"Benar sekali." Abraham melihat wajah Rosita melalui cermin spion tengah. "Itu baru gadisku. Mungkin kau boleh mencukur seluruh tubuhku. Mulus seperti lumba-lumba."

Rosita terkekeh dan menepuk gemas bahu Abraham. "Akan kucukur untukmu malam ini."

"Baiklah, Bu."

Mereka berdua boleh saja bermesraan. Tetapi Eugene begitu serius memperhatikan mereka berdua. Tara sadar itu, lantas menggodanya. "Mungkin Rosita bisa merapikan rambutmu juga. Rambutmu agak panjang di belakang. Atau itu sumber kekuatanmu?"

"Aku tidak mau segera membunuh singa." Eugene menyahut begitu sensitif. "Aku tidak mau bertaruh tentang melihatku bunuh seribu orang tidak beradap dengan rahang keledai."

"Jadi kau hanya akan duduk dan menyelamatkan orang, ya?" tanya Tara.

"Ya," jawab Eugene.

Sementara itu...

Steven tahu, Lauren pun berat meninggalkan Andrew dan yang lain.

"Mungkin mereka hanya di belakang kita," ujar Lauren. "Mungkin Norman dan Han kembali. Mungkin mereka ambil peta, temukan mobil, dan ada di jalan." Semua kalimat itu untuk menghibur mereka berdua.

Steven tenang, saat mendengar semua kalimat itu. "Mereka akan menyusul. Kita amankan jalan untuk mereka."

Kemudian Lauren bertanya pada Eugene, "Berapa lama nanti prosesnya? Setelah kau tiba di terminal itu dan lakukan tugasmu?"

"Tergantung jumlah faktor, juga densitas yang terinfeksi di wilayah sasaran di dunia," jawab Eugene.

"Tunggu, wilayah sasaran?" Steven bertanya. "Maksudmu rudal?"

"Itu rahasia," jawab Eugene.

"Kukira kita sudah tidak lakukan itu," ujar Steven. 

"Bagaimana jika kita semua hidup?" Eugene memaparkan sedikit keuntungan dari itu semua.

"Maka rahasia itu akan bermakna saat itu?" tanya Steven lagi.

"Mungkin saja," jawab Eugene. Wajahnya datar tanpa ekspresi. "Kecepatan hal jadi normal tergantung sejumlah faktor, terutama pola cuaca seluruh dunia, yang dibentuk tanpa dugaan bahwa mobil, pesawat, kapal, dan kereta api tidak akan tumpahkan hidrokarbon ke atmosfir selama ini. Situasi banyak berubah bila soal patogen tertular lewat udara."

Tiba-tiba pertanyaan konyol ini terlontar dari mulut Steven, "Kenapa rambutmu begitu?"

Eugene menjawab sekenanya, yang tidak bisa diprotes. "Karena aku suka." Untuk menjawab godaan Tara tadi, ia pun berkata, "Dan tidak ada yang boleh memotongnya kapan saja. Kau paham, Nona Espinosa?"

Rosita tergelak, dan menjawab, "Ya. Jelas sekali!"

"Kalian bisa tertawa sesukanya." Eugene tampak tersinggung.

"Tidak ada yang mengejek," kata Rosita.

"Pria terpintar yang kutemui ternyata suka rambutku," pamer Eugene. "Bos lamaku, T. Brooks Ellis, direktur Human Genome Project. Katanya rambutku buat aku jadi, kukutip, "Pria asyik." Memang. Aku bukan Samson."

Live vs DeathWhere stories live. Discover now