4. Love, Life, and Death

105 37 199
                                    

Semua orang masih berduka. Melissa dengan Sofia-nya. Scott sekeluarga dengan istri dan kerabatnya. Tidak ada yang berani mengatakan apapun di depan masing-masing kubu yang berduka itu.

Yang paling marah dalam situasi ini adalah Norman. Ia telah melakukan segalanya, bahkan Han sampai celaka demi mencari Sofia.

Sang gadis masih berusaha membantunya meredam emosi. "Sampai kapan kau akan uring-uringan begini?" tanya Han yang hampir tidak tahan lagi dengan sikap Norman.

"Aku marah. Sangat marah. Kau baru tercebur ke sungai saja, rasanya aku ingin membunuh Jon. Bagaimana kalau kecelakaan yang kau alami lebih parah?" Norman terus meracau yang bukan-bukan.

"Kau mulai berlebihan," kata Han. "Kau marah pada sesuatu yang tidak terjadi."

Norman menatap Han. "Tolong maklumi itu. Seharusnya dari awal kita tidak bergabung dengan kelompok ini, dan tidak datang ke tempat ini."

"Kau bicara apa?" omel Han. "Ngawur! Kelompok kita bukan lagi sekedar sekumpulan penyintas yang berusaha bertahan hidup. Kita jadi keluarga." Ia malah berceramah.

"Keluarga yang hampir mencelakaimu?" pekik Norman. "Katakan saja itu pada para zombi. Mereka tidak akan protes. Tapi aku? Aku benci melihatmu terluka, Han! Aku benci!"

"Ya sudah, jangan lihat! Beres, kan?" Lama-lama Han jadi kesal sendiri. "Norman, ayolah. Sudahi marahmu."

Norman menatap Han. "Jika hal seperti ini terulang kembali, kita harus berpisah dengan mereka. Oke?"

Han tidak mengiyakan, juga tidak menolak. Sejak awal, kelompok mereka hanyalah berdua ini. Saling menjaga dan melindungi walau sering memperdebatkan hal sepele. Kemudian bertemu dengan orang-orang selamat lainnya, dan mulai banyak orang.


Di tengah duka yang belum usai, ditambah masalah lain. Yaitu hubungan Steven dan Lauren  yang ketahuan oleh Scott. Ia mengamuk pada kedua anak muda itu.

"Aku tidak mau melihat kau mendekati putriku lagi!" hardik Scott.

"Ayah, Steven itu orang baik," kata Lauren, membela kekasihnya.

"Apa kau lupa, siapa yang kemarin menembak ibumu? Temannya!" Scott masih bersikeras.

"Tapi, Ayah. Kondisi ibu juga sudah meninggal dan berubah jadi mayat berjalan. Itukah yang Ayah mau? Ayah suka melihatnya?" Lauren melakukan perlawanan dengan membantah semua perkataan ayahnya. Hingga Scott menampar wajahnya keras-keras.

Keributan itu didengar orang serumah. May, Jim, dan Emily datang.

"Ada apa ini?" tanya Jim.

"Tanya saja pada ayahmu yang sok idealis, sok taat agama, sok penolong, sok patriotis itu!" Lauren meninggalkan mereka. Masuk ke kamarnya.

Scott menatap Steven yang belum beranjak dari rumahnya. "Ini semua gara-gara kau! Gara-gara semua rekanmu itu! Sebelum ada kalian, suasana keluarga ini damai dan aman. Lauren tidak pernah membantah kata-kataku!"

Lama-lama Steven juga muak. Ia lantas berkata, "Kenapa kau tidak menyalahkan Ortiz juga, yang sudah mencelakai Chad?" Setelah itu, ia pun pergi.


Masalah antara Steven dan Scott, didengar oleh kelompok di perkemahan.

Andrew coba menasihati Steven. "Aku tahu perasaanmu. Tapi kita harus sadar ada di mana. Kau tidak bisa menghadapi ayah pacarmu dengan emosi. Pikirannya juga tidak stabil. Kau harus mengerti."

Han sangat ingin membantu Steven. Ia pun ikut bicara. "Apa aku perlu bicara pada si tua itu?"

"Han, jangan ikut campur masalah mereka," cegah Norman. "Kalau kau yang maju, bisa makin runyam urusannya."

Live vs DeathKde žijí příběhy. Začni objevovat