"Kami setuju dengan pernikahan ini nak," balas Anita sebagai bunda Anindya. Anita sendiri adalah tipe ibu yang penyayang bagi anaknya, tegas, dan berpikir dulu sebelum bertindak.

"Yah," pinta Anindya berusaha meminta tolong pada ayahnya yang duduk tepat di samping pria yang tengah di rawat intensif dihadapan nya.

"Ayah juga setuju, nak. Wicaksana adalah sahabat terbaik ayah. Kami sudah punya ----"

"Itu, kan, janji ayah! Bukan janji Anin!" seru Anindya berusaha untuk melepaskan tangannya dari genggaman. Ia sudah menangis saat ini. Ia menangis karena keluarganya seolah-olah bersekongkol untuk menghancurkan masa depannya.

"Anin," tegur Farel yang tak lain adalah Abangnya.

"Abang diam aja, deh. Gak usah ikut campur. Masa depan Anin dipertaruhkan di sini. Anin masih koas. Gak mungkin nikah. Masa depan Anin masih panjang, Anin gak mau berhenti gitu aja," celotehan Anindya terdengar, berharap kedua orang tuanya akan membatalkan semuanya.

"Ini demi kebaikan kita semua, nak. Bunda juga mohon sama kamu untuk menerima pernikahan ini. Penghulu dan semua berkas sudah kami urus, nak," tutur Anita menjelaskan kepada putrinya.

"Demi apa Bun?!" Anindya tersentak kaget ditempatnya. Jadi, hari ini ia akan menikah? Menikah dengan pakaian dinas rumah sakitnya? Apakah ini nyata?

"Abang, coba pukul Anin," pinta Anindya pada Farel.

Farel mengikuti permintaan adiknya. Ia memukul bahu Anindya dengan tenaga nya, namun tidak terlalu keras.

"Aw, sakit." Anindya memegang bahunya. Ia termenung kemudian menyadari itu semua nyata.

"Jadi beneran nikah sekarang?" tanya Anindya lagi seraya menatap sang bunda yang duduk di hadapannya.

"Kami sudah merencanakan semuanya, nak. Saya mohon demi suami saya, saya harap kamu menerima pernikahan ini," pinta wanita itu lagi.

"Enggak mau! Anindya gak siap secara jadi istri gak mudah! Gak mau ayah, gak mau bunda! Anin gak mau berhenti koas. Anin ----"

"Masa depan Lo gak akan hancur karena nikah sama gue," ucap seorang pria berhasil membuat Anindya menutup mulutnya rapat-rapat.

Pria itu baru saja memasuki ruangan. Bukan hanya pria itu saja, tapi ia lihat ada pria paruh baya dengan pecinya yang ia yakini adalah penghulu pernikahan mereka. Anindya ingin kabur seketika, namun ditahan oleh abangnya. Abang yang ia pikir akan menolongnya, tapi justru menjerumuskan dirinya dalam pernikahan tanpa cinta.

"Bang!" sentak Anindya seolah tak suka. "Lo harusnya bela gue, dong. Gue gak mau nikah."

"Maaf, Nin. Kalau menurut gue ini keputusan terbaik buat Lo. Lebih baik Lo nikah sama Arsa dibandingkan sama cowok Lo yang gak jelas itu," balas Farel berhasil membuat Anindya marah ditempatnya.

"Bang, gue pacaran sama dia udah lama. Riko juga ada niatan baik buat lamar Anin, jadi jangan ngomong seolah-olah Abang tahu semuanya. Persetanan sama pernikahan ini. Anindya gak mau nikah sama dia!" seru Anindya berupaya untuk pergi dari ruangan ini, namun ketika ingin membuka pintu, ternyata pintu ruangan ini tahan seseorang dari luar.

"Lo mau kabur? Silahkan. Diluar dua bodyguard yang nungguin. Ayo kita nikah," ajak pria itu begitu entengnya.

"Nikah? Sama siapa?" tanya Anindya dengan mata yang memerah karena menangis.

Secret Wife| Ketika Menikah Tanpa Cinta Where stories live. Discover now