'-'-'-'

"Coba yang ini Mbak, kayaknya yang itu bagus juga," ucap Lahya menunjuk salah satu cincin dari kaca toko emas di salah satu mall di Semarang.

Ayasya memperhatikan arah telunjuk Lahya. Namun, ia malah salah fokus dengan tangan Lahya yang menjadikan kalung sebagai gelang tangan. Kakaknya sudah memberi tahu jika kalung Lahya sudah kembali pada pemiliknya. Padahal, rencana awal kakaknya itu akan dikembalikan dihari lamaran. Teledor sekali kakaknya sampai gadis SMA ini bisa menemukannya sendiri.

"Mba Aya?"

"Ha?" sadar Ayasya menoleh melihat Lahya yang tersenyum manis melihatnya bengong. "MasyaAllah manisnya," puji Ayasya membuat Lahya tersipu malu.

"Mba Aya gak kalah manis juga kok," puji balik Lahya tidak berbohong, adik Gus polisi ini tidak kalah manis. Sudah cantik, manis, pintar lagi.

Ayasya terkekeh karena pujian Lahya. Gadis berseragam putih abu-abu ini sengaja ia culik sepulang dari medical check up di RS. Tadi ia ingin langsung mengajaknya sepulang sekolah, tapi katanya harus ke RS dulu. Ia tidak menyangka, Lahya merupakan finalis lomba pencak silat yang berhasil mengalahkan peserta dari ponpes abahnya sendiri.

"Mba Ayasya sukanya model seperti apa?" tanya Lahya kembali melihat-lihat berbagai model cincin melalui kaca.

"Kamu sukanya yang seperti apa?" tanya Ayasya balik ikut memperhatikan deretan cincin.

Lahya menoleh menatap Ayasya. "Kok, balik tanya Lahya, Mba?"

Ayasya mengangguk. "Biasanya selera anak gadis lebih bagus dan tinggi."

"Memangnya umur mba Aya berapa?" tanya Lahya jadi penasaran.

"Dua puluh dua, kamu?"

"Delapan belas tahun, tapi bentar lagi masuk sembilan belas," jawab Lahya.

"Oh, brarti udah masuk legal," ujar Ayasya membuat Lahya bingung.

"Legal apa Mbak?" 

Legal umur nikah di Indonesia, Lahya. batin Ayasya tersenyum dan menggeleng enggan menjawabnya. Sengaja ingin membiarkan gadis ini bingung sendiri.

"Kalau yang ini cantik gak?" tanya Ayasya mengalihkan pembahasan mereka.

Lahya memperhatikan cincin yang ditunjuk Ayasya, itu mah cincin lamaran. Modelnya tidak beda jauh dari cincin milik ibunya yang ia pakai sekarang. Tapi kalau boleh Lahya jujur, cincin yang ditunjuk Ayasya memang lebih elegan dan cantik, bahkan jauh lebih cantik dari milik ibunya.

"Bagus Mba, tapi itu modelnya kayak buat lamaran gitu," ucap Lahya takut-takut Ayasya tersinggung.

"Tapi bagus, kan?"

"Iya Mba. Cantik, elegan dan kelihatannya mahal."

"Mba, coba ambilin yang itu sepasang," pinta Ayasya meminta agar cincin itu dikeluarkan sepasang oleh pekerja toko mas.

"Sepasang Mba?" tanya Lahya terkejut.

"Eh-," kaget Ayasya lupa. "Anu, Mba tolong yang untuk ceweknya saja," ulang Ayasya.

"Baik kak."

"Wah...!" kagum Lahya terpesona melihat betapa mewahnya cincin yang akan dibeli Ayasya.

"Kalau buat lamaran cocok loh, Mba. Ini emas putihnya delapan belas karat, kalau sepasang sama yang cowoknya itu perak asli," jelas mba-mba itu memberikan cincin pada Ayasya.

"Cantik?" tanya Ayasya.

Lahya mengangguk masih terpesona. "Gak mahal apa Mba?"

Ayasya menoleh melihta mba-mba penjaga. "Tujuh belas karat, ini berapa gram Mba?"

ALIFWhere stories live. Discover now