Prolog

637 27 4
                                    


°°°°°°°°°

Bila ada kesamaan nama, tokoh, alur, tempat, maka itu terjadi tanpa kesengajaan karena cerita ini murni dari pemikiran saya🙏

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bila ada kesamaan nama, tokoh, alur, tempat, maka itu terjadi tanpa kesengajaan karena cerita ini murni dari pemikiran saya🙏

Jangan lupa untuk koment dan vote ya
Boleh di share juga supaya orang lain bisa ikut menikmati bacaan ini

Terima kasih

°°°°°°°°°°





Malam yang diterangi oleh cahaya bulan purnama itu tak lagi terasa indah. Angin sepoi yang berhembus menjadi hawa ketakutan yang seakan mengancam. Bagian depan bus pariwisata yang mereka tumpangi telah hancur tak terbentuk.

"Essa, lo baik-baik aja?"

Gadis itu membalikkan tubuhnya. Dengan kedua tangan bersimbah darah. Ia menatap sendu kepada Dean yang saat ini tengah mencemaskan dirinya. Air matanya mengalir mengatakan bahwa ia tidak cukup kuat melihat semua tragedi ini.

Napas Dean memburu. Ia menatap ke arah sekitar. Hanya ada semak belukar yang mengelilingi. Semua teman-temannya telah berada di luar bus. Dengan raut wajah takut yang sangat kentara.

"Kenapa harus sekarang? Kenapa harus ada korban lagi?"

Suara Essa terdengar lirih dan bergetar. Ia menumpahkan air matanya dan menangis sejadi-jadinya di sana. Dean tak berkutik saat memerhatikan keadaan gadis yang ada di hadapannya saat ini.

Seragam mereka telah lusuh. Terlebih lagi Essa, begian samping kanan pakaian gadis itu telah diwarnai oleh bercak-bercak darah yang terlempar ke arahnya.

"Dean?"

Pemuda itu menoleh. Menampakkan raut wajah bingung saat Essa menatap lekat matanya sembari bibirnya yang terbuka dan tak kunjung mengatakan sepatah kata pun.

"Kenapa, Sa? Lo butuh sesuatu?"

Essa menggeleng cepat. Kepalanya ia tolehkan ke kanan dan ke kiri seperti mencari sesuatu. Ia melebarkan matanya tatkala pandangan gadis itu kembali kepada Dean.

"Di mana Rena?"

Ya, satu hal yang hampir terlupakan oleh Dean. Gadis itu tidak ada di sekitar mereka. Bahunya melemas tatkala mendapati barang-barang Rena  terhampar di dekat tubuh bus yang setengahnya sudah hancur itu.

"Rena!"

Dean mengerahkan kemampuannya untuk berteriak di saat tenaganya tak lagi utuh setelah apa yang terjadi barusan. Pikirannya mengatakan bahwa Rena bisa saja terjebak dalam bus yang saat ini tengah mengeluarkan gumpalan asap setelah tabrakan yang mereka alami.

"Dean, Rena masih hidup. Gue yakin itu."

Dean menoleh ketika sebuah tangan menyentuh bahunya. Ia bahkan tidak peduli dengan noda darah di tangan Essa yang mungkin akan sangat mengotori seragamnya. Lagi pula, ia akan segera keluar dari SMA Aksapura seusai misinya dijalankan.

Black MissionWhere stories live. Discover now