Chapter 26

5.7K 470 4
                                    

"Martabak manis, seblak, cimol, basreng, telur gulung, es krim, boba, sama jelly. Udah sana pergi."

Mahen menggaruk-garuk tengkuknya yang sebenarnya tidak terasa gatal. Tapi permintaan Angga sebagai balasan telah merawatnya semalam, membuat Mahen dihukum harus membelikan sang tunangan makanan sesuai yang barusan disebut si manis itu.

"Apa gak kebanyakan? Emang sanggup ngehabisinnya?" tanya Mahen memastikan. Berharap Angga meralat pesanannya.

"Enggak! Pokoknya aku mau dibeliin itu semua. Udah sana, cepetan, aku laper mau makan martabak!"

Mahen menghela napasnya pasrah. Pria yang sebentar lagi akan menikahi anak tunggal Adhinatha itupun lekas mengambil kunci mobilnya. Dia keluar dari kamar si manis menuju tempat-tempat penjual yang menjual rekues pesanan Angga.

Ketika berada di lantai bawah, Mahen bertemu Jay yang sedang membersihkan rak buku. Mahen berhenti melangkah, berniat ingin menyapa calon mertua. Mau bagaimanapun, Mahen benar-benar menyesali tindakannya semalam. Terlebih Ia juga belum sempat meminta maaf secara langsung pada Jay.

"Papa butuh bantuan?"

Jay tersentak kaget. Pria berkepala empat yang sialnya masih terlihat seperti anak muda itu memegang dadanya yang berpacu cepat akibat eksistensi Mahen.

"Nak Mahen, papa kaget tau! Jangan bikin jantungan, papa orangnya kagetan!"

"Maaf, Pa. Maaf, saya gak tau."

Jay terkekeh kecil. Ia menyusun buku-buku yang sempat dikeluarkannya dari dalam rak. Melihat itu, Mahen lekas membantu tanpa diminta.

"Biar saya lanjutkan saja, Pa. Papa duduk saja."

"Aduh-duh, pengertian banget calon mantu papa," godanya yang mendapat balasan senyum kikuk oleh si empu.

"Pa, saya mau minta maaf untuk yang semalam. Mungkin saya sudah sangat keterlaluan sampai berakhir minum-minum. Saya pasti telah mengecewakan papa, 'kan?"

Jay menatap lamat sosok di depannya yang tampak bersungguh-sungguh dalam meminta maaf. Tadi saat sarapan, keadaan ruang makan terasa biasa-biasa saja, seolah tak terjadi apapun. Namun, lain halnya dengan Mahen sejak bangun dari subuh tadi, merasakan perasaan bersalah melingkupi hatinya. Terakhir diingatannya, dia berada restoran sedang bersama rekan-rekannya, lalu mabuk, dan ... Mahen tak mengingat lanjutannya, tapi saat bangun sudah ada di kamar sang tunangan.

Angga juga sempat menceritakan kalau semalam dirinyalah yang membawa Mahen pulang ke kediaman Adhinatha. Merawat Mahen dengan telaten sampai membuat Angga tidur tengah malam hanya untuk mengurus dirinya ketika hangover merengek-rengek seperti bayi. Begitu kata Angga dalam kalimat protesnya.

"Papa sempet kecewa sama kamu, Mahen. Papa gak nyangka aja kamu bisa berbuat semacam itu. Kamu tau, papa gak suka orang yang seperti kamu lakukan. Mau se-frustasi atau se-depresi apapun orang, seenggaknya jangan sampai minumlah. Takutnya sekali nyoba, entar ketagihan, justru malah jadi peminum tetap. Papa gak mau anak papa dapet suami peminum yang pastinya itu berpengaruh sama emosi. Papa sering jumpa kasus orang peminum emosinya jadi gak terkontrol, sampai main tangan sama pasangannya, di kdrt, terus dibunuh."

Mahen merespons itu dengan senyum tipis. "Saya bukan tipikal orang seperti itu, papa tenang saja. Mungkin ini jadi terakhir kali saya bersenang-senang, karena selanjutnya tidak akan lagi hal seperti ini kembali terulang. Maaf sudah bikin papa khawatir, tapi seemosi apapun saya, saya akan nahan diri untuk tidak sampai main tangan."

"Baguslah kalau begitu. Omong-omong kamu mau ke mana?"

"Beliin pesanan Angga. Papa mau nitip juga?"

Jay menggeleng. "Gak usah, papa udah nitip ke Daddy. Ya sudah sana kamu beliin dulu, ngamuk entar anaknya kalo kelamaan."

•••

Dari jam delapan sampai jam sepuluh, Mahen berhasil mendapatkan semua permintaan Angga. Kini pria itu sedang dalam perjalanan pulang.

Begitu sampai, tanpa berlama-lama lekas keluar dari mobil kemudian melangkah masuk ke dalam rumah. Ia melihat Angga bergoleran di kursi sofa panjang seraya memandang televisi yang menampilkan tayangan kartun Spongebob Squarepants.

"Ini pesanannya, Princess."

Angga mendelik tak suka. Ia kemudian bangun, merosot turun untuk duduk di bawah sembari melihat bungkus pesanannya telah lengkap atau belum. Lantas senyum manis terbit di bibir tipis miliknya begitu menyadari Mahen benar-benar telah membelikan apa yang menjadi perintahnya tadi.

"Makasih, Mas Sayang~"

"Sama-sama. Udah, dimakan itu martabaknya mumpung masih anget. Katanya laper pengen makan martabak. Kalau gak habis disimpen di kulkas, nanti diangetin kalau mau dimakan lagi."

"He'em. Mas jangan minta, ya? Ini semua punyaku!"

Mahen terkekeh renyah. Tangan kanannya terulur untuk mengacak-acak surai halus sang tunangan, lalu menangkup kedua pipi lembut Angga. Memberi kecupan sekilas di kening yang tertutup oleh poni tipis itu.

"Enggak, itu punya kamu semua."

Angga bersorak senang. Ia mengambil cup boba lalu mencobloskan sedotan berwarna hitam pada lapisan yang digunakan untuk menutup bagian teratas cup berukuran lumayan besar itu. Angga menyedot hingga minuman tersebut berkurang separuh. Setelahnya, Angga memakan cimol dilanjut dengan telur gulung. Membuat Mahen yang melihat dibuat terkekeh kecil menyaksikan kegiatan makan sang tunangan yang tampak seperti anak kecil.

"Kamu mirip kayak orang lagi hamil."

Angga menghentikan kunyahannya. Alisnya menyatu bersamaan kerutan di keningnya timbul. "Kok kayak orang hamil, sih?"

"Iya, karena makan terus," ujarnya dibersamai tawa kecil.

"Ohh ... Jadi mas Mahen bilang aku gendut karena makan terus?!"

Mahen berkedip mencerna maksud Angga. Namun, begitu sadar apa yang dikatakannya, Ia kemudian mendekati Angga. Duduk tepat di samping Angga sambil berusaha meraih tangan kiri Angga untuk digenggam.

"Bukan begitu maksud mas, Sayang. Mas gak ada bilang kamu gendu—"

"Hilih, orang hamil kan badannya jadi gemuk, secara gak langsung mas Mahen juga nyebut aku gendut!" ungkapnya kesal. Menepis tangan sang tunangan agar tidak menyentuhnya.

"Enggak, Sayang, mas gak ngatain kamu apalah itu. Maaf, Sayang, kamu gak gemuk, tapi gembul. Bikin mas gemes pengen maem pipi kamu."

"Gak ada bedanya gemuk sama gembul!" Au ah, mas Mahen rese. Sana jauh-jauh, gak usah deket-deket!"

"Sayang, jangan begini dong."

"Sana ihh! Mas Mahen jelek!"

Mahen tersenyum tertekan. Belum aja Angga hamil, semisal nanti hamil akan seperti apa jadinya? Belum hamil saja serepot ini kalau ngambek, nanti waktu hamil, apa nggak lebih ruwet bin mumet?

•••

8')

Pak MahenWhere stories live. Discover now