Chapter 6

26K 1.8K 55
                                    

"Bercandanya keterlaluan banget tau gak!"

"Saya gak lagi bercanda, Anggara. Kamu sekarang adalah tanggungjawab saya, makanya saya mau ambil selangkah lebih cepat biar kamu juga gak kaget pas tau kalo kita bakal nikah. Paman Johan sama Papah saya kebetulan temenan. Seminggu yang lalu mereka ngajak saya buat ketemuan dan malah berakhir bahas tentang rencana pernikahan kita."

"Pasti lo sempet nolak 'kan? Lo terpaksa jalin hubungan sama gue karena paksaan Papah lo sama Ayah gue?!" tuduh Angga.

"Kok bisa sampai berpikiran begitu?"

"Dimana-mana orang kalau tau bakal dijodohin begitu pasti awalnya bakalan nolak. Terus, karena udah gedek dipaksa mulu, akhirnya memanipulasi keadaan buat pura-pura nerima. Biar disangka gak berdusta, terus pencitraan dulu. Berpura-pura dikiranya beneran udah terima perjodohan sampai orangtua kita ngira kalau kita jalin hubungan beneran. Setelah nikah, lo langsung siksa gue sampai selingkuh sana-sini dan bikin gue menderita. Gue tau jalan pikiran lo, pasti lo udah ngerencanain itu semua buat gue di masa mendatang, 'kan?!"

Mahen ternganga mendengar kesimpulan konyol Angga. Bisa-bisanya Angga berpikiran lebih terhadapnya. Sungguh diluar pemikiran Mahen sebelumnya.

"Kayaknya kamu terlalu banyak nonton film. Sebaiknya hentikan sebelum makin parah."

"Gue berasumsi gak sembarangan asumsi. Bahkan kejadian aslinya juga terjadi di realita kehidupan. Gue ngomong begitu sebagai peringatan semisal nanti lo bakal ngelakuin itu, karena gue bakal selangkah lebih maju buat bunuh lo kalau sampai selingkuh."

Mahen lagi dan lagi bungkam. Ayolah, dia belum benar-benar menikah dengan mahasiswanya itu, namun Angga sudah memikirkan masa depan yang tak tahu akan membawanya pada nasib seperti apa.

Dia membayangkan ketika berumah tangga bersama Angga nanti. Saat sebelum menikah saja Angga sudah seperti perempuan yang sedang mengalami siklus menstruasi, sering marah dan tak tanggung-tanggung memukul hingga mencubit, bagaimana setelah menikah nanti?

Mahen lebih tak memilih menanggapi penuturan Angga. Dia kembali menjalankan mobilnya mengantar sang calon istri pulang.

...

Mobil Mahen tiba di kediaman Adhinatha. Dia melirik Angga yang tengah sibuk memainkan handphone.

"Oh, udah sampai? Makasih." Angga memperbaiki tasnya yang melorot dan bersiap hendak keluar. Namun, Mahen terlebih dahulu menahan tangannya. "Paan?" tanya Angga sewot. Dia kemudian menepis tangan Mahen.

"Titipkan salam saya untuk paman Johan dan paman Jay."

Angga menatap Mahen dengan tatapan yang menilik tajam. "Cuma itu? Tcih, buang-buang waktu gue doang." Angga membuka pintu mobil lalu berjalan masuk ke dalam rumah.

Mahen menghela napas berusaha untuk memaklumi perilaku Angga terhadapnya. Diapun melajukan mobilnya meninggalkan kediaman Adhinatha. Masih ada banyak perkerjaan menunggu dirinya untuk diselesaikan segera.

Di dalam rumah, Angga melangkah mencari sang Papa berniat mempertanyakan apa yang dikatakan Mahen mengenai acara pernikahan mereka setelah lulus nanti.

"Pa, Papa. Papa di mana?"

Mendengar sang anak memanggil, sosok pria yang diketahui Papa Angga pun menghampiri. Meninggalkan masakannya untuk menemui sang putra kesayangan.

"Kenapa sih teriak-teriak. Papa di dapur, lagi masak."

Angga memanyunkan bibirnya. "Papa pasti ikut ketemuan sama Papahnya pak Mahen buat bicarain pernikahan aku sama dia, 'kan?"

"Tau dari mana?"

Angga semakin memberengut. "Tuh 'kan bener. Papa ihh ... aku aja masih belum becus loh ngurus rumah, tapi Papa sama Daddy asal main ngerencanain itu semua tanpa bilang-bilang sama aku. Aku gak mau. Lagian kenapa harus Mahen sih? Mending yang modelan kayak kak Juan, atau enggak yang kayak kak Yudha lebih bagus tuh."

"Kak Juan sama kak Yudha udah ada pawangnya, kamu bakal kalah saing sama pacar-pacarnya kakak sepupu kamu. Lagi pula maksud Daddy sama Papa langsung jodohin kamu itu biar kamu gak sesuka hati nyari pasangan. Papa udah kenal sama Mahen, anaknya baik dan sopan. Dia juga bertanggungjawab. Kamu nyesel kalo nolak anak sebaik dia."

"Papa gak tau aja gimana sikap dia yang bikin aku pengen marah mulu. Dia tuh nyebelin, mainnya nganceman, suka kasih hukuman lagi. Pokoknya aku gak mau kalau disuruh nikah sama Mahen."

"Seumur-umur baru kali ini kamu bangkang, gak mau nurut. Kamu bisa nyobain kebersamaan sama Mahen untuk sementara waktu, dia begitu pastinya ada sebabnya. Papa pernah sekolah, pernah dihukum, dan satu-satunya masalah karena Papa buat kesalahan. Papa cuma pengen yang terbaik buat anak kesayangan Papa. Papa gak kepengen lihat kamu nantinya berakhir salah pilih pasangan hidup. Mahen satu-satunya orang terpercaya Daddy kamu, dan dia juga yang akan menjadi penanggungjawab atas apa yang terjadi sama kamu."

Angga bergeming oleh penjelasan Jay.  Pemuda berwajah tampan namun juga manis itu tiba-tiba melamun.

"Tapi kalau kamu emang bersikukuh gak mau nerima perjodohan ini, yaudah gak papa. Papa juga ngerti kok. Papa bakalan bilang sama Daddy kalau kamu nolak. Yaudah, Papa mau lanjut masak dulu."

Angga memandang punggung sang Papa yang menjauh darinya. Dia tengah memikirkan mengenai perjodohannya bersama Mahen. Dia bimbang, tak tahu musti bagaimana.

"Nyoba dulu gak masalah, 'kan?"

Pak MahenWhere stories live. Discover now