Chapter 18

7K 718 9
                                    

"G-gue bisa jelasin kejadiannya! Apa yang kalian lihat tadi b-benar-benar gak sesuai sama apa yang kalian pikirin. Ta-tadi Pak Mahen cuma mampir karena kebetulan dia temenan sama Daddy gue."

Entah sadar atau tidak, Angga telah membongkar sendiri rahasianya. Membuat keempat orang di sana terhenyak oleh penuturan Angga yang secara blakblakan tersebut.

"Jadi yang barusan pergi tadi Pak Mahen?!" tanya Natan shock. Pemuda itu sampai melotot dengan badan sedikit mencondong ke depan.

Angga yang mulai sadar pun ikut memelototkan mata. Sial, sial, sial! Apa yang baru saja dikatakannya? Ini benar-benar gawat. Saking takut jika teman-temannya curiga, hingga tak sadar dirinya sendiri justru kelepasan mengatakan yang sebenarnya.

"B-bukan ... maksud g-gue ... tadi bukan Pak Mahen. Tapi temen Daddy gue yang kebetulan namanya juga Mahen. Bukan berarti Mahen dosen Bahasa Inggris kita!" terang Angga takut-takut. Suaranya memelan. Menunduk, menyembunyikan kegugupannya.

"Jangan boong, deh. Kita semua udah curiga berat sama lo. Ngomong yang jujur sekarang. Lo sama Pak Mahen ada sesuatu yang kalian sembunyiin dari kita?" tanya Haikal terkesan menuntut. Pemuda berkulit tan itu memandang sang sepupu dengan penuh tanda tanya.

"Bilang yang sebenernya, Angga. Gue sama yang lain cuma minta kejujuran lo. Kita ini temen. Lo kalau nyembunyiin rahasia dari kita, berarti lo gak percaya sama kita?"

Angga menggeleng ribut. Tak membenarkan ucapan Raihan. Jujur, Angga masih belum siap bercerita kepada teman-temannya. Tapi mau dikata bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Mau tidak mau Angga harus mengaku.

"Tapi janji ini cuma kita doang yang tau." Keempat teman-temannya itu mengangguk mengiyakan. Angga lantas menarik napasnya dalam. Berusaha tenang, meskipun diselimuti rasa takut berlebihan di lubuk hatinya. "G-gue sama Pak Mahen ... tu-tunangan!"

"HAH?!"

...

Angga melangkah penuh keraguan mendekati meja kerja sang tunangan. Di mana ada Mahen yang tampak sedang sibuk mengurus pekerjaannya. Sampai-sampai kehadirannya saja tak disadari.

Saat ini dirinya berada di apartemen Mahen. Siang tadi merengek ingin menginap. Tak ada alasan bagi Mahen menolak kesayangannya itu. Sebab tak biasanya Angga bersikap manja, sampai berani merengek-rengek layaknya anak kecil minta permen. Biasanya pemuda itu selalunya galak pada dirinya.

"Mas~"

"Mhm?"

Angga mencebik kesal. "Mas!" panggilnya sekali lagi. Sedikit merajuk lantaran diabaikan oleh Mahen.

"Apa, Sayang?" Pria itu menoleh memandang Angga yang berdiri dengan bibir manyun. Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha untuk tidak kelepasan mencubit pipi gembil itu.

"Mas janji dulu gak boleh marah setelah aku kasih tau!"

Mahen berdehem singkat. Tangan kanannya terangkat mengisyaratkan kepada Angga agar mendekat. Angga patuh. Menghampiri Mahen sampai ketika dirinya merasakan pinggangnya disentuh. Mahen menarik badannnya semakin dekat guna didudukkan di pangkuan pria itu.

"Apa, sih, mhm? Ngomong aja, saya gak bakalan marah."

"Janji?" Angga mengacungkan jari kelingkingnya di depan dada Mahen. Pria itu terkekeh gemas. Lantas menautkan jari kelingkingnya tanpa ragu.

"Aku tadi gak sengaja nyenggol gelas punya mas Mahen yang ada tulisan nama mas. Tadi aku mau ambil air minum, tapi tangan aku tiba-tiba ketempelan cicak, terus karena panik, aku kibas-kibasin tangan aku sampai gak sadar kalau tangan aku nyenggol gelas mas sampai pecah. Maafin aku mas huhuhuu ...." Angga menjelaskan sembari menunduk takut. Hal itu mengundang senyuman dari sang dominan.

Mahen mengangkat dagu si manis dengan jari telunjuknya. Meminta atensi pada Angga yang menunduk ketakutan. "Gapapa, Sayang. Gelas itu gak ada apa-apanya. Udah jangan ngerasa bersalah begitu. Mas gak marah."

"Tapi gelasnya ada tulisan 'dari Bunda'. Itu dari tante Airin, tapi aku pecahin ...."

"Memang dari Bunda, itu hadiah ulang tahun saya tiga tahun yang lalu. Sayaㅡ"

"Tuh kan, barang berharga," potongnya menyela. Semakin mencebikkan bibir lantaran merasa sangat bersalah.

Mahen mengacak-acak rambut si manis. "Dengerin dulu. Itu memang hadiah, tapi saya bisa dapetin lagi karena bunda saya punya banyak gelas kayak begitu. Bunda saya senang membuat kerajinan gerabah, jadi kalau pecah satu, mas masih bisa ambil ke rumah Bunda. Mending sekarang kamu di sini aja temenin saya. Saya harus mengisi daya biar bisa semangat."

Pria itu memeluk pinggang ramping Angga. Menaruh dagunya di pundak si manis sambil sesekali menghirup aroma manis dari tubuh Angga. Mampu menenangkan kegundahannya.

"Semangat, mas sayang." Angga mengecup pucuk kepala Mahen. Pria itu membalas dengan mencium leher Angga sekilas.

Pak MahenWhere stories live. Discover now