Chapter 15

8.2K 796 18
                                    

Knock-knock-knock

Angga mengangkat kepalanya mendengar ketukan pintu. Awalnya ia sedang tengkurap sembari memeluk gulingnya. Menonton sebuah acara komedi yang sesekali membuatnya tergelak tawa. Namun, siapa gerangan yang menganggu aktivitasnya tersebut?

"Angga, keluar dulu. Ada yang nyariin kamu, tuh."

Kedua mata Angga mengerjap beberapa kali. Namun, sejurus kemudian dirinya menyeringai. Angga tebak, pasti itu Mahen yang mencarinya.

"Ooh ... bagus deh kalo lo ke sini. Gak bakal gue biarin. Gue masih gak terima pokoknya!" Angga dengan cepat beranjak dari tempat tidur. Ia bergegas membuka pintu, di mana pelaku pengetukan pintu tadi masih berada di tempatnya.

"Mahen, 'kan, Pa?"

Kening papa Jay mengerut. "Bukan. Temen-temen kamu yang nyariin," balas pria manis itu. Dia langsung tersadar sesuatu, lantas menampilkan senyuman menggoda. "Oh, kamu berharap nak Mahen yang nyariin kamu? Udah mulai menerima nak Mahen, nih, sampai menaruh harapan dia yang cari kamu."

Angga mendengus. Langsung memalingkan wajahnya yang telah menampilkan semburat merah ke arah lain. "Mana ada, ishh. Papa sok tahu. Udah ah, aku mau nemuin mereka dulu." Angga berlalu pergi dari hadapan Jay. Membuat pria satu anak itu terkekeh seraya menggeleng-gelengkan kepalanya heran.

Natan, Haikal, Shian, dan Raihan. Keempat pemuda yang menjadi teman akrabnya itu entah ada apa tiba-tiba datang mampir mengunjunginya. Padahal mereka tidak sedang melakukan janji temu sebelumnya.

"Ngapain ke sini?"

"Buset, omongan lo kek gak ikhlas gitu kita main ke sini. Habis ngapain lo, jangan bilang habis coli, ya?" tuduh Natan sembarangan. Hal itu langsung mendapat jitakan sayang dari pacar tercinta. Siapa lagi kalau bukan si manis dek Raihan.

"Mulut lo minta digampar," balas Angga.

"Heh, mulutnya. Gompar-gampar, gompar-gampar, gak bagus ngomong kasar begitu," tegur Jay saat dirinya tiba di ruang tamu guna menghidangkan minuman dan camilan untuk teman-teman putranya.

"Denger, tuh. Gak ada bayi yang toksik. Makasih bunda Jay buat hidangannya, makin cantik, deh. Brownisnya kurang banyak, heheh." Natan berseru sembari menyengir kuda. Shian yang posisinya juga berada di samping Natan langsung mengambil potongan brownis lalu memasukkannya secara paksa ke dalam mulut Natan. Pemuda itu memberontak. Memberi pukulan-pukulan kecil saat Shian dengan kejam membuat potongan brownis yang ukurannya lumayan besar itu, hampir tertelan semua ke tenggorokannya.

"Mon maap, Om. Temen saya emang rada sinting otaknya," ujar Shian disertai senyuman lebar. Jay cukup heran oleh teman-teman anaknya. Seperti orang tidak waras. Tapi ada pengecualian untuk Raihan.

"Kalian lanjut aja. Anggap rumah sendiri. Om mau ke kamar dulu. Angga, sekali lagi Papa denger kamu ngomong kasar, beneran Papa buang kucing kamu."

"Iyaaaaaaa!"

Setelah kepergian Jay, kini para pemuda tersebut lanjut melancarkan aksi mereka. Di mana aksi memberantaki rumah Angga maksudnya.

...

"Makasih, gais, udah mau mampir dan ngisi kegabutan gue. Palingan kalo gak ada kalian, habis nonton film, cuma tiduran gak jelas. Sekarang kalian pulang. Tuan rumah udah gak nerima tamu lagi." Selepas mengatakan itu, Angga menutup pintu rumahnya tanpa mendengar respons dari teman-temannya. Memang kurang sopan sekali si manis ini. Tapi bagi teman-temannya, itu sudah menjadi hal yang biasa.

Knock-knock-knock

Angga membuka kembali pintunya selang beberapa menit. Ia sudah menduga sebelumnya. Pasti ada yang tertinggal.

"Hape gue, Dongo. Main ngusir-ngusir aja lo," cibir Haikal sewot. Pemuda berkulit eksotis itu berjalan masuk lagi ke dalam rumah kediaman Adhinatha guna mengambil ponselnya.

"Kita pamit pulang dulu," pamit Raihan. Angga mengangguk singkat sambil melambaikan tangan kanannya untuk teman-temannya.

Meski memiliki teman yang kadangkala suka menyesatkan seperti mereka, tetapi Angga merasa sangat beruntung karena keempat teman-temannya itulah sumber penyemangatnya setelah daddy Jo dan papa Jay. Angga menutup pintu utama. Ia kembali ke ruang tamu guna membereskan kekacauan yang dibuat oleh ketiga teman rusuhnya.

"Raihan aja anteng, gak heran kalo kadang tuh anak kesabarannya bisa setipis tisu ngehadapin duo pacarnya ditambah Shian." Angga bergumam kecil diiringi kekehan ringan mengingat sifat berbeda-beda dari keempat temannya.

Setelah beberapa saat sibuk membereskan kekacauan, akhirnya ruang tamu yang semula seperti kapal pecah, telah kembali rapi seperti semula. "Busetlah, lain kali gak ada nongkrong-nongkrong segala di rumah. Capek banget beresinnya. Salut sama papa Jay. Kok bisa ngelewatin ini cuma sendirian doang." Angga bergumam lelah sembari berkacak pinggang. Dirinya hendak mendudukkan dirinya, tetapi niat tersebut urung lantaran ia mendengar suara ketukan pintu.

"Anjㅡweh, gak boleh toksik! Anabul kesayangan gue dibuang papa entar," ujarnya memukul pelan bibirnya yang hendak mengeluarkan kalimat keramat yang amat dilarang di rumah ini. "Siapa, sih. Hampir seharian ini denger pintu diketuk mulu. Kek berasa jadi orang penting didatengin orang terus-terusan, huhuuu~"

Terpaksa Angga tidak jadi duduk dan malahan membukakan pintu untuk tamu di luar. Feeling-nya sih, pasti salah satu teman-temannya yang datang lagi untuk mengambil barang yang tertinggal.

"Apa lagi kali inㅡ" Angga terpaku begitu menatap ke depan. Di mana sosok Mahen berdiri di hadapannya.

"Hai." Mahen menyapa.

Keterkejutan Angga tak bertahan lama. Pemuda manis itu langsung memberikan mimik muka garang. Menandakan kekesalannya telah kembali hadir.

"Maap, gak nerima tamu." Setelah itu, pintu utama kembali ditutup dengan sedikit bantingan. Bahkan dikunci oleh Angga dari dalam. Ia tersenyum, merasa puas. Namun, alih-alih diperdengarkan suara gedoran pintu dari luar, justru tak terdengar apapun.

Ia mengerutkan hidungnya. Merasa heran mengapa tak mendengar suara Mahen. Pada akhirnya ia memutuskan untuk membuka lagi pintunya. Alangkah terkejutnya ketika melihat Mahen masih berdiri di tempat, tetapi tak melakukan adegan membujuk seperti yang ada di dalam benak Angga.

Peka gak sih, nih orang!

"Apa?" tanya Angga kelewat ketus. Enggan memandang wajah di depannya. Mahen langsung menyodorkan bungkusan plastik berwarna hitam yang sedari tadi memang dibawanya.

"Buat Om Johan sama Om Jay. Kamu kalau mau juga bisa ambil. Saya cuma mampir sebentar, karena habis ini ada urusan lagi. Kamu udah makan?"

"Entah."

Mahen menyunggingkan senyuman tipis. Ia mengambil tangan kanan Angga lalu memberikan bungkusan tersebut agar Angga mengambil alih. "Saya bukan tipikal orang yang bisa membujuk pasangan yang sedang marah. Tapi saya bisa membuat pasangan saya gak lagi marah dengan tindakan saya. Kamu mau mencoba?"

Angga bergeming. Ia memandang Mahen. Sangat sulit guna mencerna tiap perkataan dosen muda itu.

Dan, hal tak terduga terjadi. Kedua mata Angga membelalak kaget. Pipinya terasa panas. Pasti saat ini tengah memerah padam. Pasalnya, Mahen menciumnya!

Tepat di bibir!

Pak MahenWhere stories live. Discover now