Chapter 11

11.7K 1K 28
                                    

"Gue mau nanya satu hal yang sangat-sangat penting sama lo," ucap Haikal setiba dia di kafetaria kampus. Duduk di sebelah Angga yang tengah menikmati segelas jus Mangga sembari tersenyum-senyum memandangi layar handphone.

"Kalo gak jelas, gue gak ada waktu buat dengerin."

Plak

"Anying! Sakit goblok!" umpat Angga tak terima. Dirinya hendak membalas pukulan Haikal, tapi seseorang langsung menahan pergerakan tangannya.

"Heh, di kampus gak boleh ada tindak bullying," tegur orang itu. Dari suaranya, terdengar lemah lembut. Siapa lagi jikalau bukan Raihan, si manis kesayangan Haikal dan Natan.

"Pacar lo tuh yang keterlaluan. Masa dia pukul kepala gue, entar kalau hilang ingatan, mau tanggungjawab?"

Haikal meringis kecil ketika ditatap tajam oleh sang kekasih. Salah lagi, salah lagi. Ia meratapi nasibnya yang selalu saja berakhir disalahkan. Agak heran dengan jalan pemikiran kedua submisif di hadapannya ini.

"Udah-udah, jangan berdebat lagi. Dan Angga, kami ke sini karena ada yang pengen kita omongin," ucap Raihan. Pemuda manis itu duduk di sebelah Angga dengan ekspresi muka serius.

"Woee, gak usah nunjukin ekspresi begitu segala kalik. Kesannya kalian kayak pengen mengeksekusi gue." Angga bergidik ketakutan. Pasalnya, wajah kedua sahabatnya itu berubah jadi menyeramkan.

"Gak usah bertele-tele lagi. Lo nyembunyiin sesuatu dari kita, 'kan?" Pertanyaan ini bukan dari Haikal ataupun Raihan, melainkan dari Natan yang baru saja tiba bersama Shian.

Angga bergeming untuk beberapa saat. Kedua matanya turut berkedip-kedip memandang para sahabatnya.

"Nyembunyiin apaan, astaga. Gue gak ada nyembunyiin sesuatu dari kalian," elaknya berusaha setenang mungkin, meski kini jantungnya berdetak tak karuan. Batinnya berseru kata maaf, sebab telah berdusta kepada para sahabatnya. Ini demi kebaikan hubungannya bersama Mahen!

"Yakin deck?" tanya Haikal.

"Gue masih kasih kesempatan buat lo ngomong seyuyur-yuyurnya sama kita," ucap Natan. Dihadiahi tepukan sayang dari Raihan di lengannya.

"Ishh! Kalian apa-apaan sih, gak jelas banget! Gue udah bilang, gue gak ada nyembunyiin apapun. Apa yang harus gue sembunyiin coba kalau kenyataannya emang gak ada?"

"Ooh ... masih tetep mau ngelak. Ini kesempatan terakhir. Yang, kasih tunjuk buktinya," titah Haikal. Raihan tersenyum simpul, lantas menggeser handphonenya ke arah Angga yang sudah panas dingin.

Kedua mata cantiknya membulat. Layar ponsel yang terpampang itu menampilkan foto dirinya bersama Mahen yang sedang pelukan di basement tadi siang. Angga melirik sahabat-sahabatnya yang menyunggingkan senyuman miring. Benar-benar seperti seorang anggota polisi yang berjaya telah mengungkap kasus tersangka kejahatan. Kecuali Raihan yang sedari tadi diam menyimak tanpa mau ikutan.

"Bisa anda jelaskan, saudara Anggara?" Shian bersuara.

Angga kelabakan. Bingung ingin mengatakan apa, sebab untuk merangkai kata-kata, rasanya begitu sulit.

"Kami menunggu," tutur Natan.

Membuat Angga semakin dilanda kepanikan. Ia mengutuk mulutnya yang tidak mau bersuara, dan memilih bungkam membiarkan sahabatnya makin curiga.

"A-anu ... i-itu ...." Angga menjeda kalimatnya. Ia tak bisa menjawab. Alasan untuk berbohong seketika lenyap dalam pikiran.

Duuhh, mampus gue. Jawab apaan coba?

"Kalian bertiga, ke sini dulu. Cepat!" Seorang wanita menunjuk Shian, Haikal, dan Natan. Dia adalah dosen galak yang cukup disegani oleh para mahasiswa ataupun mahasiswi di sini.

Pak MahenWhere stories live. Discover now