42

118 8 5
                                    

Lakuna terkekeh. "Bukanya daritadi kita sudah bicara lama?"

Atsa tersenyum kaku. "Maksudnya, kita berdua gitu," jawabnya.

Lantas, kening Lakuna berkerut. Bukankah Atsa sangat aneh?

"Kan ini kita lagi berdua."

Atsa kikuk. Sepertinya Lakuna memang tidak peka. "Maksud saya, kita bicara lama. Hanya berdua. Saya dan kamu disuatu tempat. Tidak ada orang lain."

"Emang yang mau kamu bicarakan apa?"

"Apa aja."

"Random, gitu?" Lakuna bertanya.

Atsa mengangguk. "Gimana?"

"Oke."

Senyum paksa terpatri di bibir Atsa. Dalam hati, laki-laki itu berdecak. Sial, Lakuna mematikan topik dan sekarang dirinya jadi bingung ingin membahas apa. Suasana sunyi tercifta diantara mereka berdua.

Lakuna, dia kembali memilih-milih buku. Kadang ia menarik buku, membukanya, lalu membaca sepintas saja kemudian kembali meletakkan buku itu ke rak buku. Sedangkan Atsa, sibuk dengan isi pikirannya sendiri. Dia melamun, sedang mencari topik pembicaraan. Lama terdiam, akhirnya satu topik muncul di otaknya. Dengan senyum tipis, dia memanggil perempuan di sampingnya.

"Lakuna,"

"Atsa,"

Keduanya terkejut ketika saling memanggil nama satu sama lain secara bersamaan. Lakuna terlihat canggung, begitupula dengan Atsa.

"Kamu saja yang duluan," pinta Atsa berusaha menghilangkan suasana canggung.

Lakuna menolak dengan gelengan kepala. "Kamu saja."

Laki-laki itu menipiskan bibinya sebelum kemudian membuka mulut.

"Nanti malam, kamu mau pake baju apa?"

"Baju?" Lakuna bertanya.

Atsa mengangguk. "Acara Panacea. Kan kamu yang jadi pasangan saya. Jadi, mau pake baju apa? Warnanya? Biar saya yang sediakan."

Lakuna diam. Matanya menatap lurus ke Atsa. "Saya tidak bisa pergi tanpa izin Bapak," katanya.

Atsa tertawa kecil. "Untuk masalah izin, itu urusan saya. Kamu tinggal bilang mau pake baju model gimana, warnanya apa, terus dandan yang cantik," jelasnya.

"Eumm, memang tidak apa-apa? Duit kamu bisa habis, loh," ucap Lakuna takut-takut. Sejujurnya, dia merasa tidak enak dengan Atsa walaupun mereka itu dekat.

Laki-laki itu tersenyum manis mendengar ucapan Lakuna. "Santai saja. Kan saya yang ngajak kamu, berarti saya yang harus mengeluarkan modal."

Lakuna kembali diam, dirinya memikirkan sesuatu. "Eumm, mungkin model yang sederhana saja. Untuk warna, saya mau hitam, kalau boleh."

Atsa mengangguk. "Nanti saya beli dan bawa ke rumah kamu. Dandan yang cantik, oke?" tanya Atsa dibalas anggukan kepala dari Lakuna. "Biar saya bisa pamer ke Panacea." Atsa tertawa di dalam hati.

Selanjutnya, mereka terus berbincang di perpustakaan sampai bel berbunyi. Keduanya kemudian kembali ke kelas masing-masing dan waktu terus berjalan sampai malam pun tiba.

20.00

Suasana rumah Lakuna tampak begitu tenang. Semua penghuninya, sibuk dengan kegiatan masing-masing. Lakuna sedang istirahat di kamarnya, Riski pun begitu. Rahmi dan Adam sedang duduk santai di depan rumah mereka, tepatnya di teras, dengan secangkir teh di atas meja.

Saat keduanya sibuk dengan ponsel masing-masing, tiba-tiba dari arah depan, sebuah mobil berwarna hitam bergerak mendekati mereka lalu tak lama, berhenti. Pasangan itu menatap penasaran siapa pemiliknya sampai pintu mobil terbuka perlahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ruang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang