22

58 11 0
                                    

Lakuna sudah selesai memakai pakaian. Celana panjang serta kaos hitam kini melekat pada tubuhnya. Sebelum keluar dari kamar, dia menyempatkan bercermin menata rambutnya agar sedikit rapi. Setelah dirasa sudah rapi, dia berjalan keluar dari kamarnya. Tapi, bukanya langsung pergi, dia berbelok melangkahkan kakinya pelan ke arah kamar ayahnya.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" Suara dari dalam mengintrupsi Lakuna untuk segera membuka pintu lalu masuk ke dalam.

"Mau kemana kamu?" tanya Adam ketika matanya menangkap sosok anak pertamanya.

Lakuna mendekat ke arah ayahnya yang sedang duduk di atas kasur.

"Lakuna mau minta izin, mau keluar ke taman. Musfira ngajak ketemuan."

"Malam-malam begini?"

Lakuna mengangguk pelan. "Diizinin?"

Adam terdiam menatap lurus anaknya. "Bapak izinin. Tapi, jangan lama-lama. Sebelum jam sembilan, kamu sudah ada di kamar," katanya setelah satu menit berlalu.

Sontak, Lakuna tersenyum tipis. Sangat tipis.

"Kalau begitu, Lakuna pergi dulu."

"Iya."

Lakuna mundur lalu berbalik keluar dari kamar sang ayah. Sekarang, dia harus cepat sampai di taman. Bukan tanpa alasan, sejak tadi, pikiran negatif terus menggorogoti otaknya mengenai sahabatnya. Dia berasumsi bahwa Musfira pasti sedang bermasalah dengan kedua orangtuanya. Ketika melewati ruang tamu, dia berhenti ketika sebuah pertanyaan dari seseorang masuk ke dalam indra pendengarannya.

"Mau kemana kamu?"

Dengan pelan, Lakuna berbalik menatap sang ibu---Rahmi yang sedang duduk di depan televisi menatapnya balik.

"Mau ke taman. Ketemu Musfira."

"Kamu masih temanan sama perempuan itu?" tanya Rahmi sinis.

"Iya."

Rahmi menatap tajam Lakuna setelah mendengar ucapan anaknya.

"Ngapain kamu masih temanan sama dia? Dia itu perempuan gak benar!" hina Rahmi membuat Lakuna menyerngit tidak suka.

"Tahu darimana Ibu kalau Musfira itu perempuan gak benar?!" balas Lakuna tak kalah sengit. Dia paling tidak suka jikalau ada yang menjelek-jelekkan sahabatnya.

"Kalau dia perempuan benar, ngapain dia ngajak kamu ke taman di malam-malam begini? Apalagi kalau bukan perempuan gak benar?"

Lakuna berdecak keras. Rasa tidak suka nya terhadap ibunya diperlihatkan secara terang-terangan.

"Tidak usah sok tahu, Bu." Lihat bukan? Sangat blak-blak an. "Dia sahabat saya. Ibu tidak tahu apa-apa tentang dia. Jadi, tidak usah sok tahu. Mau ibu larang saya sahabatan sama dia, saya tetap akan bersahabat sama dia. Tidak peduli mau dia perempuan yang seperti ibu katakan. Dia tetap akan menjadi sahabat saya," tekan Lakuna di akhir kalimat.

Rahmi berdiri cepat. Dia merasa jengkel dengan anaknya yang semakin lama semakin melawan.

"Kalau kamu tetap pergi, Ibu bakal kasih tahu bapakmu!"

Sebuah kekehan terdengar mengerikan mengalun di telinga Rahmi. Dan kekehan itu berasal dari anaknya yang sedang menatapnya menantang.

"Silahkan. Saya tidak takut," Lakuna menjeda ucapannya. "Mau tahu kenapa? Karena saya tidak akan pergi tanpa se-izin bapak."

Setelah mengatakan itu, Lakuna melenggang pergi meninggalkan Rahmi dengan wajah memerah serta tangan mengepal kuat.

---

Ruang KosongWhere stories live. Discover now