16

75 14 8
                                    

Pagi hari, pukul 09:00

Musfira tersenyum mengejek. Dia menatap orang di sampingnya.

"Lo terlambat?"

Orang yang ditanya mendengus kasar. "Kesadaran diri itu sangat diperlukan," balasnya.

Musfira terkekeh pelan. "Beliin gue kaca dong. Gue mau ngaca sebelum mencerca."

"Terserah." Lakuna malas meladeni sahabatnya.

Dimana mereka sekarang? Jika ada yang bertanya seperti itu, maka jawabannya adalah mereka ada di lapangan sekolah berdiri menghadap ke tiang bendera. Mengapa mereka melakukan itu? Karena mereka berdua sama-sama terlambat.

Lakuna? Dia terlambat karena terlalu nyaman dengan kasur dan sialnya tidak ada yang membangunkannya.

Musfira? Dia sebenarnya tidak terlambat, malah datang tepat waktu cuma saat di tengah jalan, dia menelpon Lakuna menanyakan apakah sahabatnya itu sudah ada di sekolah atau belum. Dan jawabannya adalah kejadian sekarang. Bukanya jalan duluan, Musfira memilih menunggu Lakuna di warung yang berdiri tidak jauh dari sekolah agar mereka bisa berangkat bersama ke sekolah tidak peduli terlambat.

"Baik kan gue? Nungguin lo."

Lakuna memutar matanya malas sedangkan Musfira tersenyum bangga.

"Sebagai besti, suka duka harus dirasakan bersama. Bagian duka nya lo, bagian suka nya gue."

Lah?

"Iyain."

Musfira cemberut mendengar respon Lakuna. Dia mendongak menatap matahari yang panasnya sungguh masyallah.

"Na," panggil Musfira.

Lakuna menoleh. Dia mengangkat sebelah alisnya.

"Tukaran, yok. Di tempat gue panas sampai membakar relung-relung jiwa yang gampang meleleh ini."

Lakuna terdiam dengan tatapan sulit diartikan.

"Kalau kamu sudah tahu sangat terasa sakit berada di posisi itu, kenapa kamu menyuruh saya untuk mencobanya? Kamu kira saya kuat?"

"Eh?" Musfira kaget dengan ucapan tiba-tiba dari Lakuna. "Ya, lo kan emang kuat," balasnya santai.

Bibir Lakuna terkatup rapat masih menatap dalam mata Musfira.

"Kalau saya menolak, apakah kamu akan berhenti berpikir kalau saya kuat?"

Musfira membuang napasnya kasar. Sial!

"Na, bisa gak lo berhenti ngomong kayak gitu? Sumpah! Ucapan lo sangat membuat hati kecil gue yang lagi digantung copot tergelinding."

Kekehan keluar dari bibir Lakuna. Dia menatap geli Musfira yang menampilkan mimik tertekan.

"Itu resiko kamu. Tanggung sendiri lah."

Sumpah serapah terdengar berasal dari Musfira. Dia kesal dengan Lakuna yang gampang mempermainkan suasana hatinya. Sekarang, Musfira depresot sampai tidak sadar bahwa sekarang dia sudah bertukar tempat dengan Lakuna.

"Loh?" Musfira mengerjap mata lalu menatap Lakuna.

"Nunduk dikit. Berlindung di samping saya."

Seketika, senyum haru terbit di bibir Musfira. "Kauuulahhh sahabat sejatikuuu."

"Iy---"

"KALIAN BERDUA! MASUK KE DALAM KELAS, SEKARANG!"

Teriakan melengking dari seorang pria yang berdiri di depan kantor sekolah menghentikan ucapan Lakuna. Mereka berdua saling menatap satu sama lain yang kemudian dibalas cengiran khas dari Musfira.

Ruang KosongWhere stories live. Discover now