12

89 16 5
                                    

"Ada urusan apa lo sama besti gue?!" Musfira membentak dengan mata menatap tajam cowok itu. Ia jelas tahu, bahwa orang itu bukan orang sembarangan. Dia sebenarnya tidak mengenal orang itu namun seringkali dirinya mendengar rumor dari teman sekelasnya tentang sebuah kelompok yang terbentuk di kelas 10. Gosip tentang kelompok itu selalu menjadi trending topic di sekolah SMA OKTAVIO. Ada yang mengatakan bahwa kelompok itu berisi anak-anak orang kaya menjadi donatur utama sekolah ini, dan yang paling membuat Musfira waspada terhadap cowok di depannya ini adalah karena dia adalah anak pemilik sekolah ini. Mereka orang-orang yang tak mampu jelas tak ingin menyinggung atau berurusan dengan kelompok itu. Ah, jangan lupa bahwa kelompok itu sangat diistimewakan sekolah. Saking istimewanya, kelompok itu diberikan wewenang untuk membuat kelas sendiri dengan fasilitas seperti Hotel Bintang Lima. Yang paling parah adalah kelompok itu memiliki ketua.

"Kamu tidak perlu tahu."

Musfira melotot dengan tangan mengepal kuat. "Jelas gue harus tahu, karena orang yang bakal lo ajak bicara adalah sahabat gue."

"Aku tidak peduli."

Bolehkah ia memukul? Bolehkah? Musfira berusaha menahan diri karena tangannya sudah gatal ingin maju dan menonjok wajah cowok itu.

"Asha ...,"

Cowok itu kembali mengalihkan pandangannya ke arah Lakuna yang juga sedang menatapnya datar. "Aku ingin bicara dengan Asha. Boleh?"

Musfira menoleh cepat ke Lakuna dengan perasaan cemas jikalau sahabatnya meng-iyakan.

"Na, jang---"

"Ayo pergi." Tanpa memperdulikan respon cowok itu, Lakuna memilih tetap berjalan melewatinya. Musfira sendiri berlari kecil di belakang Lakuna namun saat berpapasan dengan cowok itu, ia melirik dengan tatapan merendah seolah mengejeknya.

"Asha!" Cowok itu tak mau menyerah. Dia ikut berlari hingga berdiri di depan Lakuna merentangkan kedua tangan membuat Lakuna seketika berhenti.

"Sebentar aja. Aku ingin bicara dengan Asha."

"Saya tidak mengenal kamu." Kalimat yang keluar dari mulut Lakuna membuat cowok itu bungkam sebelum kemudian mengulurkan tangan.

"Yaudah, kalau begitu kenalin nama ak---"

"Saya tidak mau mengenal kamu," ujarnya melenggang pergi. Musfira sendiri terkekeh.

Cowok itu menunduk menatap uluran tangannya. Diam-diam ia tersenyum penuh arti namun secepat mungkin terganti dengan bibir mengerucut bak anak kecil.

"Lakuna Ashalata."

Deg!

Langkah Lakuna berhenti ketika jantungnya tak berdetak beberapa detik. Ia merasa waktu serasa berhenti kala cowok yang ia tidak kenal memanggil namanya lengkap. Samar-samar kerutan terlihat di dahinya yang sedikit lebar. Entah kenapa mendengar cowok itu memanggil nama lengkapnya membuatnya teringat dengan ayahnya yang ketika marah sering memanggil nama lengkapnya.

"Na?" tanya Musfira bingung dengan sikap Lakuna yang diam saja.

Lakuna menatap Musfira. "Kamu bisa ke kelas duluan? Saya ingin menyelesaikan urusan saya dengan dia."

Musfira terdiam kemudian melirik ke belakang lalu menatap kembali Lakuna secara bergiliran.

"Lo yakin?"

Lakuna mengangguk yakin.

Musfira kemudian berjinjit mendekatkan bibirnya ke telinga sahabatnya. Ia berbisik, "Hati-hati, Na. Menurut rumor yang gue denger, dia suka gigit."

Lakuna tanpa sadar mengangguk cepat membuatnya terlihat menggemaskan. "Ok."

Musfira tersenyum puas kemudian melenggang pergi seraya melambaikan tangan. Dia percaya sahabatnya akan cepat menyelesaikan urusannya dan dia sangat percaya bahwa Lakuna tidak akan mau berurusan dengan orang lain.

Ruang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang