42. Hai Janu, Permainan Rahasia

16 5 0
                                    

Suasana siang yang cerah dan terik. Langit biru membentang di atas kepala mereka, dan sinar matahari menyinari seluruh area rooftop. Terpaan angin sepoi-sepoi memberikan kesegaran dan meniup lembut rambut mereka.

Di kejauhan, terlihat pemandangan kota yang sibuk dengan gedung-gedung menjulang tinggi dan kendaraan yang lalu-lalang di jalan-jalan. Suasana sekolah di siang hari membuat rooftop menjadi tempat yang sepi dan damai, seolah menjadi dunia mereka sendiri di atas sana.

Mereka bisa mendengar riuhnya kehidupan di bawah, tetapi di sini, di atap sekolah. Matahari yang makin gagah memancarkan sinarnya. Harusnya panas, tapi Anjani merasakan hawa dingin peperangan.

Duduk di tengah, diantara Renjanu dan Taraka menjadi pilihan terburuk di dalam hidupnya. Pasalnya sejak tadi tak ada obrolannyang dimulai, dan Taraka yang terus memasang wajah datarnya.

Anjani berusaha mencari sesuatu yang bisa diucapkan untuk memecah keheningan tersebut, tetapi kata-kata tampaknya terjebak di tenggorokannya. Ia mengalihkan pandangannya ke langit yang biru cerah, berharap menemukan sesuatu yang bisa menjadi topik pembicaraan.

Helaan napas panjang keluar pertama dari mulutnya. "Ini kenapa pada diam semua sih?" gerutunya.

Hening yang terus berlanjut membuat kecanggungan semakin terasa di atap sekolah itu. Renjanu tampak sedikit terkejut oleh perkataan Anjani, sedangkan Taraka masih memelihara kesunyian. Anjani merasa frustrasi dengan situasi ini. Ia mengharapkan percakapan, tetapi sepertinya semuanya menjadi canggung.

Renjanu menatap wajah Anjani lalu tersenyum menampilkan deretan giginya. "Jani duluan mau ngomong apa?"

"Ngga tau." Anjani meringis, dirinya sendiri tidak tau akan memulai pembicaraan dengan apa. Dia hanya tidak suka keheningan dan kecanggungan ini.

Tangan Renjanu spontan mengusak rambut Anjani gemas. Membuat Taraka memasang raut tak suka. Tak perlu ditanya kenapa, Anjani tau Taraka tak suka Renjanu dan tujuannya adalah membuat Renjanu berteman dengan Taraka.

"Gimana kalau kita main game?" Anjani berdiri dengan semangat. Lalu ia mengambil sebuah botol kosong. "Kalau botolnya nunjuk berarti harus ngasih tau rahasia?" ajak Anjani.

Renjanu dan Taraka bertukar pandangan singkat. Taraka masih terlihat enggan, tetapi Renjanu memutuskan untuk mengikuti saja ide Anjani. "Kayaknua menarik. Janu ikut," ujar Renjanu, mencoba membuat suasana menjadi lebih ramah.

Anjani tersenyum puas dan menempatkan botol kosong di tengah mereka berdua. "Kalau gitu, ayo kita mulai," ujar Anjani sambil berdiri di belakang botol yang siap diputar.

Putaran pertama botol menunjuk ke arah Anjani. Gadis itu menarik napas panjang bersiap menerima semua pertanyaan.

"Gue duluan," ucap Renjanu pada Taraka yang sebenarnya ingin memberikan pertanyaan. "Jani mau ke masa depan kan? Atau mau perjalanan waktu ke masa lalu?" pertanyaan Renjanu memang terdengar tidak masuk akal. Bahkan kemarin dia sudah memberikan pertanyaan itu pada Anjani.

"Jani mau pergi ke masa depan?" pertanyaan yang masuk ke telinga Anjani membuat gadis itu langsung terdiam membeku.

Anjani melihat ke luar jendela seolah buku-buku itu tak lagi menarik di matanya. Entahlah, dia sendiri tidak tau akan menjawab Renjanu seperti apa. Sedangkan lelaki itu menunggu jawabannya.

Rasa ragu Janu akan percaya padanya atau tidak. "Udah pernah," cicit Anjani lirih.

Alis Renjanu bertaut bingung. Lelaki itu mendengar suara Anjani meski samar. "Jani, bisa ke masa depan?"

Kepala Anjani menggeleng. Bukan bisa ke masa depan, tapi Anjani dari masa depan. Bagaimana cara menjelaskannya pada Renjanu saat ini?

"Jani?" Pertanyaan Renjanu yang dari kemarin belum terjawab. Lelaki itu terus dibuat penasaran dengan Anjani.

"Sebenarnya Jani datang dari masa depan," ujar gadis itu cepat.

Taraka menatap Anjani tak percaya sedangkan Renjanu penuh dengan rasa penasarannya.

Mata Renjanu makin intens menatap Anjani. Tak ada kebohongan di dalam sana. Renjanu yakin bahwa Anjani berkata jujur. "Di masa depan udah ada mesin waktu? Jani ke sini buat apa?" Renjanu memberikan lebih banyak pertanyaan.

Apa yang akan dia jawab? Bagaimana menceritakan konflik yang dia alami selama ini. Pertama kehilangan Renjanu, kedua mengembalikan Renjanu tetapi kehilangan Taraka, dan yang ketiga ia merusak masa depan Renjanu. Apa Anjani bisa mengatakan itu semua di depan Renjanu.

"Ada barang yang bisa buat Jani ke sini," jelasnya tak mau menyebut barang itu. "Tapi barang itu dari Renjanu," meskipun tidak menjelaskannya secara rinci gadis itu tetap memberikan sebuah clue.

"Apa buktinya kalau lo datang dari masa depan?" Bukan, bukan Renjanu yang memberikan pertanyaan ini. Melainkan Taraka yang masih tak percaya akan apa yang Anjani ceritakan.

Mana ada yang bisa Anjani buktikan? Dia tidak membawa barang apapun dari masa depan. Dan semuanya terus berubah kala dia kembali ke masa lalu. Lalu masa depan apa yang ingin dia ceritakan? Tiga tahun ke depan juga belum ada perubahan besar.

Apa ini waktunya untuk berbohong? Terlintas sebuah rencana yang mungkin bisa membawa perubahan besar di masa depan. "Janu sama Taraka jadi teman deket, terus masuk fakultas kedokteran," ini semua bohong. Namun, Taraka dan Renjanu tak akan tau hal itu kan?

Sekarang Renjanu menyadari ada kebohongan di kalimat Anjani. Dia tau tapi pasti ada alasan di balik itu. Mungkin Renjanu akan mengatakannya lagi nanti.

"Udah, kan? Sekarang puter lagi," Anjani memutar lagi botol itu. Sekarang botol menunjuk ke ara Taraka.

"Loh gue belum tanya tadi?" ujarnya tidak terima. Dia belum merasa memberikan pertanyaan pada Anjani.

"Lah tadi udah, suruh ngasih bukti kan?" ujar Anjani. Harusnya itu sudah dianggap pertanyaan.

Kepala Taraka menggeleng kuat. "Pertanyaannya menyangkut rahasia, itu gue cuma nanya karena kaget," ujarnya tak mau menggalah.

Merasa bahwa sekarang dirinya lebih tua diantara mereka. Anjani memilih mengalah saja, "Iya, mau tanya apa?" suaranya lemas.

"Ada cowo yang lo suka?" Anjani hampir saja tersedak angin.

Pertanyaan ini hanya cukup dijawab ada atau tidak kan? Anjani tidak perlu menyebutkan siapa orangnya kan? Iya, kan?

Kepala Anjani mengangguk ragu. Anjani merasa kebingungan. Pertanyaan itu membuat suasana tiba-tiba menjadi tegang. Renjanu menatapnya dengan rasa ingin tahu, sementara Taraka menatapnya dengan tatapan yang tak terbaca. Dalam beberapa detik yang terasa lama, sepertinya seluruh dunia berhenti berputar.

Harap-harap cemas, Anjani tidak bisa mengeluarkan sepatah kata apapun. Semoga mereka tidak menanyakan siapa yang Anjani suka.

Suasana menjadi hening sejenak. Taraka dan Renjanu terus menatapnya. Kepala Anjani tertunduk takut akan ada pertanyaan selanjutnya.

Lalu keheningan terputus. "Siapa?" Suara Renjanu dan Taraka bersautan dengan suara angin. Rambut Anjani tersibak sedikit oleh angin sejuk, dan dedaunan pohon di taman sekolah mulai bergerak perlahan. Sinar matahari tetap terang, menciptakan suasana yang nyaman dan tenang meskipun suasana di antara mereka bertiga makin tegang.

Hai Janu || Enerwon ||Where stories live. Discover now