38. Hai Janu, Jani Kembali Lagi

16 6 0
                                    

Hujan ditambah mie kuah yang hangat menjadi sebuah perpaduan yang pas. Hangatnya kuah menghalau dingin yang mulai masuk.

Anjani berada di ruang tamu Renjanu. Rumah dengan gaya vintage yang sangat mencerminkan sosok lelaki itu. Anjani menikmati rasa asin gurih dari kuah mie yang bercampur dengan telur.

Mereka berdua duduk di ruang tamu yang penuh dengan barang-barang antik. Dinding ruangan dihiasi oleh lukisan-lukisan tua yang menghadirkan atmosfer yang begitu khas. Anjani merasa seperti sedang berada dalam sebuah film klasik.

Renjanu duduk di hadapannya, senyumnya yang tulus dan penuh perhatian membuat Anjani merasa begitu spesial. Mereka berbicara tentang hal-hal yang sederhana, tertawa, dan menikmati setiap gigitan mie kuah yang nikmat. Inilah saat-saat yang sangat diimpikan Anjani, ketika dia bisa merasakan kebahagiaan sederhana bersama Renjanu.

Anjani mengeluh dengan nada bermain-main, "Harusnya tadi bikin tiga bungkus."

Renjanu menjawab sambil merapikan peralatan makan, "Makan mie ngga boleh banyak-banyak."

Wajah Anjani tampak sedikit kecewa, tapi ia dengan riang meringis, menampilkan deretan giginya. "Sekali-sekali masa ngga boleh." Ia kemudian membantu Renjanu membersihkan alat makan mereka.

Setelah selesai makan, Renjanu membawa alat makan kotor ke dapur. Anjani mengikutinya dengan riang. Renjanu bingung dan bertanya, "Kan tadi Janu udah masak, sekarang giliran Jani yang cuci piring, kok ikut?"

Namun, Anjani menjawab dengan tegas, "Kan Janu sudah masak, sekarang giliran Jani yang cuci piring."

Renjanu langsung menggelengkan kepala. "Jani kan tamu, jadi harus dilayani," jelas Renjanu. Tangannya mengusak lembut rambut Anjani.

Wajah Anjani menampakkan raut sedih. "Masa Jani ngga bantu-bantu," keluhnya. Kepalanya menunduk sembari mengoyang kecil kakinya.

Renjanu tertawa kecil melihat tingkah Anjani. "Jani istirahat aja dulu, emangnya ngga cape?"

Dengan berat hati Anjani menuruti Renjanu. Kaki Anjani melangkah keluar dapur. Sampai ia terhenti di depan kamar Renjanu. Pintu kayu cokelat yang sedikit terbuka. Ada sebuah hasrat yang membuat Anjani ingin masuk ke dalam sana.

Hatinya ragu dan bimbang. Bagaimana jika Renjanu marah saat ia masuk ke dalam sana? Namun, Anjani sangat ingin masuk. Pasti pemutar tape itu ada di sana, kan?

Perlahan, Anjani membuka pintu itu. Menampakkan kamar Renjanu yang tertata rapi. Anjani masuk dengan mengedap, tak jauh berbeda dengan seorang pencuri.

Ia mencari dimana Renjanu meletakkan pita tape itu. Dengan hati-hati Anjani mengelilingi kamar Renjanu. Sepertinya ia sudah menemukan benda itu.

Kardus coklat yang berada di bawah ranjang Renjanu. Tangan Anjani mencoba meraih kardus itu. Lalu, menariknya sampai keluar dari sana.

Senyum Anjani mengembang. Kepalanya sedikit mengintip keluar. Setelah merasa keadaan cukup aman, gadis itu mengeluarkan pita tape beserta alat pemutarnya.

Anjani menyetel volume pemutar lebih kecil. Berharap bahwa Renjanu tidak akan mendengarnya. Sebelum ia memasukkan pita tape itu kepalanya berputar memikirkan sebuah cara.

Renjanu menyuruhnya istirahat jadi tak ada salahnya ia berada di tempat ini. Asal ia tidak ketahuan mengotak-atik alat ini, pasti Renjanu tak akan marah.

Tangan Anjani membongkar isi kardus. Mencari pita tape yang berlebel nomor 5. Sampai ia menemukan benda itu dan memasukkannya ke dalam alat pemutar.

Sebelum memutar, Anjani memasukkan semua benda itu kembali ke dalam kardusnya. Memencet tombol putar lalu mendorong kardus kembali masuk ke bawa ranjang.

Sayup-sayup Anjani mendengar suara Renjanu dari alat pemutar. Suara yang sama dengan yang ia dengarkan bersama Renjanu beberapa hari yang lalu.

"Hai Jani, gelap memang menakutkan, tapi Jani tenang saja. Janu akan menemani Jani kemana saja, meski Jani mengajak Janu masuk ke kawah gunung berapi. Sedikit berlebihan, tapi tidak apa-apa. Janu hanya mengatakan apa yang Janu ingin sampaikan pada Jani."

Anjani sedikit terkekeh mendengar pengakuan Renjanu di sana. Lalu, rasa kantuk menghampirinya. Ia meletakkan kepalanya di atas ranjang. Tubuhnya masih terduduk di lantai.

Semuanya makin gelap. Hingga Anjani merasa tertarik ke dunia lain. Apakah kali ini akan berhasil?

Mata Anjani terbuka perlahan. Ia tersenyum penuh arti kala suara bising dan ramai masuk ke telinganya. Suasanya kantin yang seperti ini setiap harinya. Dengan Anjani yang sudah siap menyantap bakso Pak Agus.

Renjanu duduk di hadapannya dengan tatapan menunggu. "Jangan pake sambel banyak-banyak," ujar Renjanu bersama tatapannya yang terus mengawasi Anjani.

Gadis itu mengangguk penuh antusias. Tanpa membantah, ia menyantap bakso Pak Agus tanpa menuangkan setetes sambal ke dalam mangkoknya. Wajahnya penuh senyum keceriaan.

Tentu itu menjadi pemandangan aneh bagi Renjanu. Tidak biasanya Anjani akan langsung menurut seperti itu. Terlebih ini tentang sambal dan bakso Pak Agus.

Renjanu masih menatap Anjani penuh heran. Tangannya terulur menyentuh dahi Anjani. Sebelah lagi menyentuh dahinya sendiri. Alis Renjanu makin mengerut bingung. "Jani sehat, kan?" tanyanya memastikan.

Gadis itu kembali mengangguk dengan senyum yang makin lebar. Ia masih sibuk menyuapkan makanan itu kedalam mulutnya. Namun, matanya kini menatap Renjanu penuh tanya. Seolah mengucap pertanyaan, "Jani kelihatan sakit ya?"

"Itu baksonya emang enak kalau ngga pake sambel? Kata Jani biasanya 'Mana enak Janu kalau makan ngga pake sambel' tapi sekarang Jani makan ngga pake sambel," ujar Renjanu penuh heran. Ia masih menelisik apa yang salah dengan Anjani.

Anjani meringis, "Pengen nyoba kaya punya Janu," ujarnya sembari menunjuk mangkok Renjanu dengan dagunya.

Mencoba percaya saja, Renjanu mengangguk lalu menyantap bakso miliknya. Sekarang isi mangkok Anjani hampir sama seperti punya Renjanu. Bedanya punya Renjanu memakai bihun, sedangkan Anjani tidak.

Suasana kantin yang ramai tak membuat Anjani kehilangan kenyamanan. Rasanya bisa kembali ke sini menjadi sebuah kebahagiaan sekarang. Lalu dirinya teringat, ada dua orang yang harus dia selamatkan saat ini. Bukan hanya Renjanu tapi juga Taraka, dan dia tidak boleh fokus hanya pada salah satu.

"Jani nanti ke rooftop lagi?" tanya Renjanu yang tengah fokus makan bersama dengan mengecek ponselnya. Seperti ada hal penting yang ia lakukan di sana.

Kegiatan Anjani ke rooftop pasti sudah menjadi sebuah kebiasaan. Sedangkan Anjani saat ini bingung akan ke sana atau tidak.

"Hari ini Janu ada rapat OSIS," jelas lelaki itu. Rautnya nampak tak senang, bukan karena Anjani melainkan sesuatu yang berada di ponselnya.

Anjani menganggukkan kepalanya. Dia tidak suka sendirian, jadi pilihan ke rooftop untuk menyusul Taraka sepertinya bukan hal yang buruk.

"Oh ya, Jani." Renjanu beralih menatap Anjani. Ia menutup ponselnya, lalu memasukkannya ke dalam saku. "Nanti ke sana bareng Kak Ana jangan sendirian," ujar Renjanu.

Meski ingin menanyakan banyak hal. Mengapa ia harus ke sana dengan Riana, Anjani lebih memilih diam dan mengangguk mengerti.

🅷🅰🅸 🅹🅰🅽🆄

Jani tuh kalau dikasih tau agak ngeyel yaa, bikin gemess😤

Hai Janu || Enerwon ||Where stories live. Discover now