02. Hai Janu, Jani Rindu

93 16 1
                                    

"Hai Jani, maafkan Janu yang pengecut ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Hai Jani, maafkan Janu yang pengecut ini. Kalau punya sedikit saja keberanian, Janu ingin mengatakan ini pada Jani. Sebenarnya Janu suka pada Jani." Suara merdu Renjanu terdengar jelas pada pemutar kaset pita usang milik Renjanu atau kini sudah beralih menjadi milik Anjani.

Kotak karton yang berisi barang-barang milik Renjanu, benda klasik yang gemar Renjanu koleksi. Renjanu, lelaki di zaman moderen yang suka sesuatu berbau antik.

Mata Anjani berkaca-kaca, tatapan kosongnya melihat pita tape yang sudah bergerak keluar dari alat pemutarnya.

"Hai Janu, Jani rindu," ujarnya sembari merebahkan kepalanya di atas meja. Air matanya mulai menetes, tak dapat ia bendung lagi. Anjani merindukan sosok Renjanu.

"Anjani!" suara Renjanu masuk di telinganya. Terlebih suasana ramai kelasnya membuat Anjani mendongak bangun. Matanya mengerjap pelan. Senyumnya mengembang kala matanya menemukan sosok Renjanu yang berkacak pinggang.

"Lama banget bangunnya, Janu udah panggil dari tadi!" kesal Renjanu. Sudah berkali-kali Renjanu mencoba membangunkan Anjani. Hingga percobaan kelimanya, Renjanu meneriakkan nama Anjani sekencangnya.

Anjani menggaruk kepalanya sembari cengengesan. "Salah Janu bangunin Janinya terlalu lembut," sangkal Anjani tak mau disalahkan.

Anjani meregangkan otot-otonya sembari menguap lebar. Rasanya baru sekejap ia menutup mata. Mengapa Renjanu cepat sekali membangunkannya?

"Kalau nguap ditutup mulutnya, Jani," ujar Renjanu memperingati. Bukanya menurut Anjani malah cengengesan saja. Renjanu menggelengkan kepala heran. Tingkah Anjani selalu saja seperti itu. "Ayo ke kantin!" ajaknya yang disambut anggukan antusias oleh gadis itu.

"Ayo, Janu!" Anjani sudah berjalan mendahului Renjanu.

Kepala Renjanu menggeleng pelan. Heran akan tingkah Anjani yang masih seperti anak-anak. "Jangan lari-lari, Jani!" Renjanu mengikuti langkah riang Anjani. Atau mungkin bisa di sebut larian Anjani, karena gadis itu berjalan sedikit berlari diselingi lompatan kecil.

"Janu!" panggil Anjani yang kini berjalan mundur agar bisa menghadap Renjanu. "Jani mau ngomong serius," ucap gadis itu.

Langkah kaki Renjanu langsung terhenti. Alisnya bertaut bingung, entah apa yang akan dikatakan Anjani. Kini dia penasaran akan hal itu.

"Janu jadi pacar Jani, ya? Suka sama Janinya nanti aja," ujar Anjani dengan antusias. Matanya berkedip-kedip dengan cepat sembari menggoyangkan lengan Renjanu.

Celotehan aneh macam apa yang dilanturkan Anjani. Memang biasanya Anjani aneh, tapi kali ini jauh lebih aneh. Sebelah tangan Renjanu memegang dahi Anjani, memastikan bahwa gadis itu masih sehat. "Gak panas kok," gumamnya.

Anjani menghentakkan kakinya kesal, "Janu!" pekiknya. "Jani serius," ucapnya dengan nada tinggi. Sempat-sempatnya Renjanu mengira dirinya bercanda padahal ia sudah menyiapkan mental untuk mengatakan itu pada lelaki di hadapannya ini.

Hai Janu || Enerwon ||Where stories live. Discover now