37. Hai Janu, Jalan ke Tempat Baru

16 7 0
                                    

Pagi-pagi sekali Anjani sudah bersiap dan berangkat menemui Renjanu. Matahari saja belum terbit sempurna, tapi dirinya sudah penuh semangat. Perjalanan jauh bukan halangan baginya. Hingga ia tiba di rumah Renjanu.

Sama dengan Anjani. Lelaki itu juga sudah siap dan menunggu gadis itu. Ia memakai jaket yang lumayan tebal. "Kita bakal jalan lebih jauh lagi," ujarnya. Persiapan Renjanu tidak main-manin. Dirinya juga sudah membawa ransel besar.

Gadis itu tetap mengangguk penuh antusias. Meskipun tidak tahu persis apa yang akan mereka lakukan, kehadiran Renjanu dan petualangan bersamanya sudah cukup untuk membuatnya bersemangat.

Mereka berdua berjalan bersama menuju tujuan petualangan pagi mereka. Langit masih dalam nuansa fajar, dengan warna oranye dan merah yang melukis horison. Udara segar pagi membuat perjalanan mereka semakin menyenangkan.

Tidak ada banyak pembicaraan, tapi kebersamaan mereka sudah cukup. Mereka melanjutkan perjalanan dengan langkah yang mantap, siap menjelajahi tempat baru dan menciptakan kenangan indah bersama.

Renjanu duduk di sebelahnya, sesekali melihat ke arah Anjani dengan senyum hangat. Ia tahu bahwa Anjani berusaha keras untuk tetap terjaga. Renjanu tertawa kecil melihatnya, lalu ia menarik kepala Anjani menyandarkan pada pundaknya. "Nanti kalau udah sampai Janu bangunin," ujarnya lembut.

Gadis itu menganggukkan kepala kecil. Ia sudah tidak bisa menahan kantuknya. Bisa dihitung, hanya tiga jam semalam ia tidur.

Bus berjalan dengan pelan. Membawa sejuknya angin pagi masuk ke dalam melalui jendela bus yang terbuka. Rasa yang nyaman ini tak pernah Renjanu rasakan selama tiga tahun terakhir. Melihat Anjani berada di sebelahnya adalah sesuatu yang jauh di luar dugaan. Pikirnya Anjani akan membencinya sepanjang hidupnya.

Jalan yang semula mulus mulai berubah. Anjani merasakan guncangan kecil yang membuat kepalanya membentur pundak Renjanu beberapa kali. Perlahan matanya mulai terbuka, menyesuaikan cahaya yang masuk.

"Kita udah sampai mana?" suara Anjani lirih, sedikit serak khas orang bangun tidur.

Sekarang matahari sudah benar-benar bersinar. Cahaya jingga itu telah menghilang. Namun, suhu di tempat ini masih dingin. Jalanan pun terus menanjak.

"Bentar lagi sampai," jawab Renjanu sembari tangannya mengusap lembut kepala Anjani.

Matahari pagi yang kian terang membuat pemandangan di luar bus semakin terungkap. Mereka tengah berada di perjalanan yang berliku, melintasi bukit-bukit hijau yang terhampar indah. Udara segar dan sejuk pagi yang masih menyelimuti daerah pegunungan ini membuat suasana semakin magis.

Anjani mencoba untuk lebih bangun dan memperhatikan pemandangan di luar, meskipun masih merasa mengantuk. Pemandangan alam yang indah ini menambah semangatnya, dan kehadiran Renjanu di sampingnya semakin membuatnya merasa bahagia.

Bus berhenti dan sepertinya ini tujuan mereka. Sebab Renjanu juga telah berdiri sembari menggenggam erat tangan Anjani. Gadis itu mengikuti kemanapun Renjanu membawanya.

Memang dirinya belum pernah ke tempat ini. Renjanu baru pertama kalinya membawa ia kemari. Bahkan saat mereka berpacaran Renjanu juga belum membawanya ke tempat ini.

Anjani mendongak, matanya tertuju pada bukti yang tak terlalu tinggi. Mungkin butuh 1-2 jam untuk sampai ke puncaknya. "Nah hari ini kita mendaki," jelas Renjanu sembari tersenyum manis.

Pantas saja Renjanu tadi tidak mengizinkannya berdandan, memintanya memakai sepatu yang nyaman. Jadi ini tempat yang Renjanu ingin tunjukkan.

Langkah mereka terus naik. Anjani tidak merasakan lelah. Hatinya berbunga-bunga penuh semangat. "Janu tau tempat ini dari siapa?" tanyanya.

Tidka mungkin Renjanu mengatakan jawaban sebenarnya. Dia sering mendaki untuk melampiaskan kesepiannya tanpa Anjani. Jika ia mengatakan itu pasti Anjani akan teringat dan membuat gadis itu ingin kembali ke masa lalu.

"Dari siapa ya?" Renjanu nampak berpikir. Lelaki itu berbalik, berjalan mundur sembari menatap Anjani. "Dari kata orang," jawabnya.

"Orang siapa? Emang orangnya ngga punya nama?" Anjani masih penasaran. Sebelumnya juga Renjanu tidak tau tempat ini. Jadi Anjani ingin tau sekali, siapa yang merekomendasikan tempat ini.

"Jani lihat orang-orang post foto daki. Terus pengen, dan ketemu tempat ini," jelasnya.

Sekarang Anjani mengangguk mengerti. Mereka mulai mendaki bukit yang penuh dengan pepohonan dan bebatuan besar. Suara gemericik air dari sumber mata air kecil mengiringi langkah mereka. Di sekitar mereka, alam masih dalam keadaan yang alami dan segar. Pepohonan memberikan teduh dan angin sejuk yang menyegarkan.

Anjani dan Renjanu berbicara pelan, sesekali tertawa atau berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan yang semakin indah seiring mereka mendaki lebih tinggi. Sinar matahari yang temaram melalui dedaunan memberikan warna-warna yang lebih hidup pada alam sekitar.

Kedekatan mereka terasa semakin erat seiring dengan setiap langkah yang diambil. Mereka tidak hanya sedang mendaki bukit, tetapi juga mendaki perasaan satu sama lain, menciptakan kenangan yang akan mereka nikmati bersama.

Perjalanan panjang itu tak membuat keduanya lelah. Candaan yang mengisi tiap langkah mereka membuat rasa letih itu menguap bersama tawa mereka. Hingga akhirnya mereka sampai di puncak.

Nyatanya tak sampai dua jam untuk sampai ke atas sana. Di puncak bukit yang menakjubkan itu, mereka menemukan tempat yang sempurna untuk beristirahat. Renjanu membuka tikar dan mengajak Anjani duduk bersama. Pemandangan dari puncak bukit ini begitu memukau. Mereka dapat melihat seluruh kota di bawah mereka, dikelilingi oleh keindahan alam yang menghijau.

Anjani dan Renjanu duduk bersama di tikar, saling berdekatan. Mereka berbicara tentang hal-hal yang tak penting, tertawa, dan menikmati momen indah ini bersama-sama. Suasana tenang dan damai membuat mereka merasa seperti berada di dunia mereka sendiri, jauh dari keramaian kota.

Sementara matahari terus naik di langit, Anjani dan Renjanu membiarkan waktu berlalu dengan rasa bahagia yang tulus. Di puncak bukit ini, mereka menemukan ketenangan dan kedamaian yang mereka cari, serta perasaan bahwa mereka bisa menghadapi masa depan bersama.

Renjanu membongkar isi ranselnya. Mengeluarkan beberapa kotak bekal yang telah ia siapkan dan juga beberapa botol minuman. Seberapa pagi Renjanu bangun hingga sudah menyiapkan semua itu?

"Janu masak sendiri?" pekik Anjani kaget kala Renjanu membuka kotak bekal yang berisi bermacam-macam makanan.

Kepala Renjanu mengangguk kecil. Senyumnya tak lepas dari wajah tampan lelaki itu. "Janu masak pagi tadi," jawabnya.

Anjani hampir tak percaya dengan yang dikatakan Renjanu. Mereka berangkat sangat pagi, lalu pagi seperti apa yang Renjanu maksud?

"Janu ngga tidur?" Renjanu langsung menggeleng kala mendengar pertanyaan Anjani. Ia tidur meski tak sampai satu jam.

Setelah menjanjikan tempat baru untuk mereka kunjungi Renjanu jadi bingung sendiri. Lalu terpikir tempat ini dan Renjanu mulai menyiapkan segalanya.

"Janu tidur, Jani," jelasnya lembut. "Sekarang ayo sarapan," ajaknya.

Mereka berdua pun mulai menikmati hidangan yang disiapkan Renjanu. Di atas puncak bukit yang indah ini, makanan terasa lebih nikmat. Mereka berdua berbicara tentang masa lalu, kenangan mereka bersama, dan rencana untuk masa depan.

Hai Janu || Enerwon ||Where stories live. Discover now