Bab 24 : Masa Lalu Miss Ria

29 1 0
                                    

"Kalau begitu sekarang Bapak tahu di mana wanita itu tinggal sekarang?"

"Nah, kalau itu saya kurang tahu Bu Ria, kan, sudah saya bilang wanita itu saya tidak terlalu kenal. Setelah membeli rumah darinya, saya gak pernah bertemu wanita itu lagi."

Randy dan Ria sama-sama menghela nafas dengan bahu merosot. Memikirkan di dunia ini berapa banyak wanita yang bernama Asti dan butuh waktu berapa lama untuk menemukannya?

Keduanya seolah kehilangan harapan, setelah berbincang sedikit lebih lama dan berbasa-basi keduanya pulang dari rumah Pak Dion dengan langkah lesu.

"Kayak sia-sia gak, sih, Ran, kita effort sampai sejauh ini," ucap Miss Ria di bocengan. Suaranya terdengar lemah.

"Yah, seenggaknya kita dikasih oleh-oleh dari rumah Pak Dion, Miss. Gak terlalu sia-sia kayaknya."

"Ck ...." Miss Ria berdecak, memukul punggung Randy hingga laki-laki itu meng'aduh' kesakitan. "Kamu ini pikirannya makanan terus."

"Yah, daripada sedih kita gak dapat apa-apa Miss."

"Bener juga, sih," ucap Miss Ria lesu, menyandarkan kepalanya tanpa sadar pada punggung Randy. Membuat laki-laki itu tersentak dan menegakkan punggungnya seketika.

"Miss capek, ya?" tanya Randy hati-hati, tanpa ucapan apapun dari gerakan di punggungnya Randy tahu kalau Miss Ria tengah mengangguk.

"Mau pulang ke rumah?"

"Jangan deh, nanti ketemu hantu kecil itu, gak jadi istirahat deh."

"Kalau begitu, ke kedai es krim mau?" tawar Randy seketika membuat senyum terbit di wajah Ria.

"Boleh, kamu yang traktir, ya!"

"Gampang, kebetulan fee dari novel yang saya buat sama Pak Hilman udah cair Miss. Miss mau berapa buah? Lima? Sepuluh? Saya jabanin."

"Lagaknya kamu, ini!" Miss Ria terkekeh, tangannya terangkat hendak memukul punggung Randy kembali, namun ia seolah ingat sesuatu.

"Randy!" Ria menepuk punggung Randy kembali namun kali ini lebih kerasa dari sebelumnya. Membuat laki-laki itu tiba-tia menghentikan laju motornya.

Suara klakson mobil di belakang motor Randy menyelak, beberapa orang mengumpat atas tingkahnya. Ria sadar ia telah melakukan kesalahan, segera berbalik dan minta maaf. Randy menyingkir menepikan motornya.

"Kenapa tiba-tiba begitu Miss? Saya kaget soalnya."

"Ah, maaf, aku tak bermaksud membuat keributan. Hampir saja kita kena masalah tadi."

"Makanya itu, lagipula apa yang membuat Miss Ria menepuk punggung saya tiba-tiba? Saya jadi mengira telah melakukan kesalahan makanya memberhentikan motor mendadak."

"Bukan itu, aku hanya teringat sesuatu. Kau tahu saat kita menyelidiki kisah Alia," ucap Ria sembari menghentikan ucapannya sejenak. Sebuah motor dengan suara knalpot berisik baru saja lewat di samping mereka.

"Kau menuliskan kisahnya dalam sebuah novel hingga kisah Alia yang awalnya terpendam kini menarik atensi masyarakat hingga kisah sebenarnya tentang kematian Alia terungkap, kan?"

Randy mengangguk, masih belum mengerti maksud dari pembicaraan sang dosen muda itu.

"Nah, karena petunjuk kita untuk menyelidiki kematian si hantu gadis kecil berwajah gosong itu hanya sebatas pada nama ibunya saja, bagaimana kalau kau menuliskan kisahnya juga dalam sebuah novel."

"Sekiranya dapat menarik atensi masyarakat kembali seperti kisah Alia kita bisa mengetahui kisah kematian hantu kecil itu tanpa perlu bersusah payah. Nama Asti di dunia ini tak cuma satu, Ran."

"Miss benar, mungkin itu bisa saja berhasil."

"Benar, kan? Kau bahkan menyetujui usulanku. Kita bisa mengerjakannya sekarang!"

"Sekarang? Jadi Miss gak mau ke kedai es krim ini?"

"Eh, ya, mau, maksudnya setelah dari sana. Nanti kamu nulisnya di rumahku saja Ran, biar aku temani."

"Oke Miss, kalau begitu naik lagi! Tapi ingat jangan tiba-tiba menepuk punggungku dengan keras seperti tadi."

"Iya-iya, maaf." Ria terkekeh, naik ke boncengan Randy dan mulai melaju bersama laki-laki membelah jalanan yang sore ini lumayan ramai.

***

Randy mengetuk-ngetuk ujung jarinya di atas meja sembari menatap laptop di hadapan, ia sedang berada di rumah Miss Ria sekarang seperti yang dijanjikan oleh dosen itu, Miss Ria akan menemaninya menulis.

Setelah dari kedai es krim tadi, ia pulang dulu ke kosannya untuk mengambil laptop dan kembali lagi bersama Miss Ria ke rumah dosen muda tersebut.

Meski sosok hantu kali ini penampakannya tak seseram Alia, jujur kalau si hantu kecil itu menampakkan diri, Randy pasti akan kesal dan tidak akan konsentrasi menulis. Pasalnya hantu yang ini sangat menganggu, suka berlarian di sekitarnya dan membuat suasana berisik seperti barang-barang yang tiba-riba jatuh tanpa disentuh.

Wajar memang, hantu ini mati saat masih usia belia. Jiwa anak kecilnya walau sudah jadi hantu tidak akan bisa hilang begitu saja.

Namun, jika sedang serius, hantu ini juga bisa menakutkan, tak jarang Randy merasa merinding jika hantu kecil berwajah gosong ini berbicara serius dengannya seperti tadi pagi. Seperti bukan sosok anak kecil lagi.

"Kau mau makan apa untuk malam nanti, Ran?" tanya Miss Ria tiba-tiba setelah keluar dari kamarnya. Wanita itu telah berganti baju, dari jarak dekat Randy mencium aroma sabun mandi yang samar-samar.

"Terserah, memangnya Miss mau masak?"

"Ya, kalau yang mudah-mudah saja aku bisa."

Randy menaikkan sebelah alisnya, tersenyum meremehkan.

"Miss bisa masak?"

"Loh, kamu meremehkan Miss? Selama ini saya tinggal sendiri memangnya selalu beli terus? Bisa habis gaji saya Randy."

"Iya-iya saya percaya Miss, saya juga tinggal sendiri, kok. Tahu bagaimana mereka yang tinggal sendiri pasti selalu bisa masak."

"Nah, itu, kamu tahu."

"Oh iya, dari dulu saya selalu mau tanya ini. Miss dari dulu selalu tinggal sendiri?"

Miss Ria terdiam seketika saat mendengar pertanyaan Randy. Tiba-tiba pandangannya berubah sendu, membuat Randy merasa bersalah karena telah bertanya, apalagi saat Miss Ria mengalihkan pandangan sembari mengusap matanya.

Wanita itu menangis?

"Miss, maaf, pertanyaan saya sensitif, ya? Saya gak bermaksud untuk ...."

"Orang tua saya sudah tidak ada, saya juga anak tunggal dan tidak punya saudara. Dulu tinggal sama nenek, tapi sejak saya lulus SMA, nenek juga meninggal karena diabetes," jelas Miss Ria dengan suara sendu.

Randy menggigit bibirnya, merasa bersalah. Tangannya terlulur hendak menyentuh pundak Miss Ria, namun ia menariknya kembali.

"Maaf Miss."

Ria menatap Randy sembari tersenyum simpul. "Gak perlu minta maaf, kamu gak salah kok, saya saja yang terlalu perasa. Lagipula kamu, kan, tidak tahu."

Randy diam, bingung ingin mengatakan apa.

"Ya sudahlah, jangan bahas itu, kalau begitu malam ini saya akan makan, cumi goreng tepung dan cah kangkung, kamu mau, kan?" tanya Miss Ria sembari tersenyum lebar membuat Randy mengangguk.

Meski ditutupi dengan senyuman, tapi Randy bisa melihat kalau mata Miss Ria tidak bisa berbohong. Ada kesedihan di sana.

Lanjutkan Kisahku Where stories live. Discover now