Bab 18 : Selamat

274 38 0
                                    

Randy mengerjapkan mata saat merasa bias cahaya yang menyilaukan itu menyinari matanya. Ia menatap sekeliling, ruangan pabrik yang kosong dan gelap itu kini dipenuhi oleh orang-orang yang berlalu lalang.

Randy tersentak, namun tak bisa bergerak. Tangannya terikat oleh kursi. Dilihatnya Miss Ria masih belum sadar. Dari kejauhan tampak Pak Hilman mendekat ke arahnya, membuka ikatan di tangan laki-laki itu.

"Maaf saya datang terlambat, Randy."

Randy menatap sekeliling. Selain polisi, ada petugas medis yang datang. Mereka membawa dua tandu dan mengangkut Citra dan Tio.

Sekilas dilihatnya darah yang ada di wajah Tio dan kaki Citra yang terluka. Kedua orang yang usianya sudah lanjut itu tampak terluka parah.

Ia beranjak membuka tali pengikat tangan dan tubuh Miss Ria. Wanita itu juga belum sadar dari pingsannya.

"Apa yang terjadi, Pak?"

"Saya juga tidak tahu, saat datang melihat ke sini sesuai yang kamu katakan untuk memanggil polisi. Saya melihat kedua orang itu sudah terkapar di sana dalam kondisi menggenaskan, sementara kalian saya temukan pingsan di sini. Mungkin... nanti kalian akan dipanggil untuk dimintai keterangan."

Randy diam mendengar jawaban Pak Hilman. Ia menatap kedua orang yang dibawa menggunakan tandu itu, tak ada siapapun sebelum ia pingsan selain mereka berempat. Apa mungkin itu ulah....

Ia menggeleng, ikatan Miss Ria telah terbuka, Randy menepuk pelan pipi kiri wanita itu. Sementara pipi kanan Miss Ria sudah membiru karena luka lebam akibat pukulan Tio.

"Miss! Miss Ria!" panggilnya, wanita itu tak kunjung sadarkan diri. "Pak, ini bagaimana?" ujarnya pada Hilman yang juga cemas.

"Bawalah dia keluar Randy! Ada ambulance di depan. Kemungkinan dia pingsan karena shock."

Randy mengangguk, menggendong Miss Ria keluar dari pabrik kosong itu. Sekilas melihat ramainya para polisi yang sedang menutup pabrik kosong itu dengan garis kuning.

Ia berjalan cepat menuju ambulance. Ria segera ditangani dan lukanya diobati. Randy menunggu dengan harap cemas.

Hilman dari dari dalam pabrik berjalan menghampirinya dengan seorang polisi.

"Pak Randy! Panggil polisi tersebut membuat Randy terkesiap.

"Ya, Pak."

"Bisakah anda ikut dengan kami untuk memberikan beberapa keterangan?"

Randy sekilas melihat pada Pak Hilman. Laki-laki yang rambutnya sebagian sudah memutih itu mengangguk.

"Ikutlah, tidak apa-apa saya akan menemanimu."

Ia menghela nafas, tak menyangka akan serumit ini jadinya.

"Bisa, Pak."

***

Cairan dari selang infus itu menetes secara beraturan seiring dengan pergerakan di tangan Ria. Wanita berusia dua puluh lima tahun itu mengerjap, menatap plafon putih yang menjadi pemandangannya pertama kali. Aroma obat yang kuat terasa di indra penciumannya.

Bahkan tanpa bertanyapun Ria tahu dirinya sedang berada di rumah sakit sekarang.

Tangannya terangkat menyentuh sesuatu. Ia menunduk, seketika terperanjat saat melihat seorang laki-laki sedang menelungkupkan wajah di samping tempat tidurnya.

"Randy!" panggilnya pelan. Sudut bibirnya terasa ngilu saat ia mencoba menggerakkan mulutnya. Pipinya juga terasa kaku. Ini akibat bogeman dari Tio malam itu.

Randy masih bergeming bertahan di posisinya. Tangan Ria terulur menyentuh kepala laki-laki itu dan mengusap rambutnya.

Sesaat setelahnya, Randy bergerak dalam tidur. Buru-buru Ria mengangkat tangan dan melipatnya di atas perut.

Randy terbangun sembari menatap sekitar, ia menyentuh kepala karena merasa ada yang memegangnya tadi. Dilihatnya Miss Ria yang sudah sadar.

"Syukurlah Miss sudah bangun. Kupikir Miss akan tidur terus."

"Hus! Omongan kamu!"
Randy terkekeh.

Pak Hilman masuk ke dalam ruang itu menatap Miss Ria yang tengah terbaring bergantian dengan Randy.

"Kau sudah sadar Ria? Syukurlah! Randy terus berada di sampingmu seraya menunggu kau sadar."

"Pak!" ucap Randy geregetan. Tampak sekali ia yang paling cemas pada keadaan dosen muda itu.

"Oh iya, aku hanya ingin menyampaikan sesuatu. Randy ceritamu sudah ditunggu banyak orang, bahkan pihak penerbit yang kamu pilih, ingin tanda tangan kontrak denganmu."

Randy menatap Pak Hilman dengan alis bertaut. "Bagaimana bisa, Pak? Bukankah aku sudah menghapus cerita itu dari sosial media milikku bahkan aku juga sudah mengatakan kalau cerita karangan itu bohongan."

"Apa kau tidak lihat televisi pagi ini?" tanya Pak Hilman membuat Randy menggeleng.

"Ceritamu itu sudah viral seiring dengan penangkapan polisi atas Citra dan Tio yang terduga mengancammu. Bahkan sekarang sedang diselidiki atas kasus pembunuhan Alia sepuluh tahun lalu.

Bisa dipastikan mereka dihukum seberat-beratnya bahkan netizen membuat petisi untuk hal itu. Petisi itu ditandatangani sampai satu juta orang sampai hari ini bahkan aku ikut serta di dalamnya.

Mereka juga percaya kalau kau menghapus cerita itu di bawah ancaman Tio. Dan ... kini orang-orang percayanya dengan kisah Alia yang kau tulis Randy. Bukan kisah Alia yang beredar selama ini."

"Tapi Pak, bukankah semua sudah selesai kalau begitu caranya? Bukankah kita tak perlu lagi melanjutkan cerita itu karena kebenaran sudah terkuak sekarang.

"Ya, kau benar. Tapi ... sebagai seseorang yang menganggap Alia spesial, aku ingin mengenangnya." Hilman berjalan menjauh, mendekati jendela.

"Aku ingin kisahnya melekat di hati orang-orang, agar ia tak terlupakan. Salah satunya dengan menjadi tokoh dalam cerita yang kau tulis. Karena yang kuinginkan, setiap kali aku membacanya, aku akan selalu teringat dengan Alia. Agaknya, sebagai kenang-kenangan karena ia sudah tiada."

Randy menatap Miss Ria yang mengangguk. Ia mengalihkan pandangan pada Pak Hilman yang kini menatapnya.

"Jadi, apa kau mau melakukannya?" tanya Pak Hilman kemudian.
Randy tersenyum. "Ya, saya akan melakukannya."

***

Seiring dengan perjalanan Randy menyelesaikan kisah Alia yang ia tulis dan mulai memasuki tahap percetakan. Sidang kasus atas kematian Alia kini dibuka kembali.

Sampai hari ini petisi yang tersebar di sosial media telah ditandatangani hampir dua juta orang. Yang meminta para pelaku pembunuhan Alia dihukum seberat-beratnya. Hal ini tentu menarik perhatian publik dan membuat beberapa penyidik membuka kasus itu kembali.

Kisah Alia kembali diselidiki.

Beberapa barang bukti yang sempat tersimpan rapi kini dikeluarkan kembali. Orang-orang yang diduga tahu masalah yang dahulu terjadi mulai diselidiki termasuk beberapa orang terdekat.

Citra dan Tio kembali di mintai keterangan. Pengakuan keduanya semakin memperkuat bukti yang telah dipegang polisi.

Beberapa spekulasi publik mulai terbukti. Hingga di sore hari penyidik menyatakan hal yang sontak mengagetkan seluruh masyarakat.

Kematian Alia tidak dinyatakan lagi bunuh diri melainkan sebuah pembunuhan. Yang pelakunya sudah ditetapkan.

Yaitu sepasang suami istri berusia empat puluh tahun dan tiga puluh tujuh tahun berinisial C dan T. Bahkan tanpa inisial, orang-orang mengetahui siapa yang polisi maksud.

Hukuman bagi pasutri tersebut semakin berat seiring dengan bukti ancaman dan penculikan serta percobaan pembunuhan author RP dan Dosennya berinisial R. Keduanya diculik dan digunakan sebagai ancaman oleh pelaku untuk menghapus cerita atas kisah Alia ditulis oleh Randy.P

Ria dan Randy tahan nafas saat mendengar penuturan para penyidik dari pihak kepolisian saat melakukan konferensi pers. Mereka juga meminta maaf atas kejadian sepuluh tahun lalu yang menutup begitu saja kasus Alia tanpa penyelidikan lebih lanjut.

Dan akhirnya, dua minggu stelah kasus itu viral dan menjadi bahan omongan masyarakat. Hakim mengetok palu atas hukuman dua puluh tahun penjara pada pasutri C dan T.

Kasus itu ... selesai.

Lanjutkan Kisahku Where stories live. Discover now