Bab 12 : Bab 2

307 45 1
                                    

Ria panik saat panggilan video itu tertutup seketika. Ia segera menyambar jaketnya dan pergi ke rumah Randy untuk melihat keadaan laki-laki itu.

Menggunakan motor, kendaraan itu melaju dengan cepat di malam yang hampir larut. Ia memarkirkan kendaraan roda duanya di depan pagar secara buru-buru. Bahkan hampir terjatuh saat lupa menurunkan standart.

“Cari siapa, Kak?“ tanya salah satu penghuni kos yang lewat

“Randy, Dek,” ucapnya sambil berlari membuat laki-laki yang tadi bertanya, menoleh dengan heran. Namun, berhubung ia tahu Randy yang mana. Ia tak terlalu peduli.

“Ran!“ panggil Ria begitu ia sampai di depan kamar kos laki-laki itu. Ia mengetuk dengan keras.

“Randy!“ panggilnya lagi. Lama tak ada jawaban, ia memutuskan membuka pintu yang ternyata tak dikunci.

Begitu kamar itu dibuka Ria langsung melihat Randy tengah mengetik di laptop. Bunyi jari yang beradu dengan laptop terdengar nyaring dan terhentak-hentak. Laki-laki sangat bersemangat sekali padahal sebelum panggilan video ditutup, Randy sangat ketakutan.

“Ran!“ panggil Ria pelan, mendekat perlahan. Namun laki-laki itu tak menggubrisnya.

“Randy!“ Ria menyentuh bahu laki-laki itu. Randy berbalik, menggeram marah dan menepis tangannya kasar.

Ria menggeleng, Randy telah dirasuki.

Ia buru menarik tangan laki-laki itu dari atas laptop. Di luar dugaan, Randy malah mendorongnya ke tembok dan mencekiknya.

“Arggh … Randy sadarlah! Ini saya.“

Ria tercekik kuat, samar-samar wajah Randy berubah menjadi sosok Alia.  Ia menepuk-nepuk tangan laki-laki itu saat merasa cekikannya makin kuat.

“S—saya tahu kamu menunggu terlalu lama karena kisah yang ditulis Randy lambat selesainya, uhhuk… uhuk…”

Ria memegang lehernya yang terasa sesak. Saluran pernapasannya terganggu.

“Tapi, kami mohon, tolong jangan ganggu!“

Wajah Ria mulai merah padam. Darahnya tak mengalir dengan benar.“

“K—kami akan menyelesaikan cerita seperti yang kamu inginkan, jangan persulit keadaan kami dengan gangguanmu Alia,” ucapnya dengan susah payah.

Sekejap mata nyalang Randy yang menatapnya tajam kini mulai melunak. Cekikan di leher Ria melonggar, segera ia meraup oksigen sebanyak-banyaknya hingga terbatuk-batuk.

Namun tubuh Randy yang telah dirasuki melemah seketika, dan ambruk di pelukannya. Sigap, Ria menahan tubuh lelaki itu hingga keduanya jatuh terduduk.

“Maaf, Miss,” ucap Randy lirih sembari mengatur nafas. Kepalanya terkulai lemas di pundak Ria.

“Gak apa-apa, tenangkan dirimu!“ Ria menepuk-nepuk punggung Randy. Setelahnya melirik ke arah laptop yang masih menyala. Terdapat tulisan acak di sana.

Sosok Alia sedang berusaha menulis sendiri ceritanya.

***

Ria menunggui Randy sampai ia benar-benar pulih dari kesadarannya tadi. Laki-laki itu memijit kepalanya yang benar-benar terasa pusing.

Ria menyerahkan sebotol air mineral pada Randy. Laki-laki itu meneguknya hingga hampir tandas.

“Kenapa Miss mematikan panggilan video secara tiba-tiba?“ tanya Randy memulai kata.

“Aku tidak mematikannya, bukannya itu ulahmu?“

Randy menggeleng. “Dalam keadaan ketakutan begitu, bahkan aku tak lagi memikirkan di mana ponselku berada.“

Lanjutkan Kisahku Where stories live. Discover now