Bab 23 : Asti

22 1 0
                                    

"Ini rumah pemilik sebelumnya, Miss?" tanya Randy sembari memperhatikan rumah berlantai dua di hadapannya.

"Ya, benar, kalau dia tidak salah kasih alamat. Aku hanya bertransaksi dengannya melalui media sosial dan hanya bertemu sekali saat penyerahan surat tanah, setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi."

Miss Ria mengeluarkan ponselnya, mengetik sesuatu di sana cukup lama hingga membuat Randy penasaran.

"Siapa Miss?"

"Pemilik rumah, katanya masuk saja, dia udah nunggu di dalam, kok."

Randy mengangguk, menuntun motornya mendekati gerbang di samping pos satpam diikuti Ria yang berjalan di belakangnya.

"Cari Pak Dion, ya, Mas?" ucap sang satpam begitu Randy menampakkan muka, bahkan sebelum ia bertanya.

"Iya, Pak."

"Oh, iya." Satpam tersebut melangkah membuka gerbang. "Silahkan masuk Mas, Mbak!"

Randy dan Ria mengangguk, berjalan masuk menyusuri jalan setapak yang dikelilingi lapangan rumput yang asri.

"Bagus rumahnya, ya, Ran."

"Iya, Miss, gak terlalu besar dan gak terlalu kecil juga."

Keduanya berjalan beriringan sampai di depan pintu rumah, seorang lelaki paruh baya menyambut dengan senyum hangat.

"Bu Ria, kan? Selamat datang!"

"Iya, Pak."

"Kalau yang disebelahnya? Pacar Bu Ria?"

"Eh?" Randy dan Ria saling bertatapan, keduanya kompak menggeleng.

"Bukan, Pak, dia mahasiswa saya."

"Ooh, begitu, mari silahkan masuk!"

Randy mengangguk sungkan, mengikuti langkah Miss Ria yang kemudian duduk di samping wanita itu. Beberapa camilan dan teh tersedia di meja, sepertinya memang dipersiapkan karena keduanya akan datang.

"Oh iya, tadi kirim pesan sama saya karena ada yang mau ditanyakan soal rumah yang sekarang ditempati Bu Ria, memangnya kenapa Bu? Kurang nyamankah?"

"Bukan begitu Pak, hanya saja ...."

"Sebenarnya saya gak enak mau bicarakan hal ini," ucap Pak Dion memotong perkataan Ria begitu saja. Ria yang tadinya hendak membantah memilih menutup mulut untuk mendengar cerita Pak Dion yang sepertinya menarik.

"Tapi dari awal saya menjual kembali rumah itu dengan harga miring apakah Bu Ra tidak memikirkan hal apapun tentang itu?"

"Maksudnya bagaimana, ya, Pak Dion?"

"Dahulu, ketika saya menempati rumah itu bersama keluarga, entah berapa kali gangguan menimpa kami. Dimulai dari barang-barang kami yang berserakan tanpa sebab. Suara anak kecil tertawa dan berlari di malam hari saat anak-anak saya sedang tertidur."

Randy dan Ria saling menatap. Seolah tahu memikirkan hal yang sama tentang hantu gadis kecil berwajah gosong, keduanya mengalihkan pandangan dan kembali menatap Dion dengan kompak.

"Parahnya itu berlangsung selama setiap hari tanpa henti sampai kami tidak bisa tidur dengan nyenyak. Jujur saya sangat terganggu bergitu juga dengan keluar saya Bu Ria. Tapi tidak ada pilihan lain sampai saya mendapat promosi jabatan yang bagus dan bisa membangun rumah lebih layak. Saya memutuskan menjual rumah itu pada anda."

"Jadi saya pikir kedatangan Bu Ria karena ingin komplain terhadap hal itu. Saya sebelumnya mengucapkan maaf karena tidak jujur dari awal. Kalau Bu Ria tidak berkenan, Bu Ria bisa menjual rumah itu lagi pada saya dan saya akan kembalikan uang Bu Ria."

Ria terdiam, bingung ingin membalas apa. Ia tak memikirkan Pak Dion akan mengatakan hal itu. Pikirannya simpel karena ia pikir tadi hanya akan datang pada pemilik rumah sebelumnya, menanyakan alamat rumah si pemilik rumah pertama dan selesai.

Ria menyentuh pinggang Randy dengan sikunya, Randy refleks menoleh, alisnya naik sebelah dengan wajah bingung.

"Kamu yang jawab!" ucap Miss  Ria lirih.

"Hah?" Randy menunjuk dirinya sendiri. Sementara Pak Dion menatap keduanya dengan bingung.

"Gimana, Bu Ria?"

"Jadi begini Pak, saya mewakili Miss Ria untuk bicara sebagai mahasiswanya. Sebenarnya kedatangan kami ke sini bukan karena mengeluhkan hal itu, karena sampai sekarang Miss Ria gak pernah diganggu sama sekali oleh suara apapun atau yang lainnya. Benar, kan, Miss?" 

Miss Ria mengangguk, Randy tersenyum simpul lebih tepatnya menahan kesal.

"Lebih tepatnya gangguan itu malah datang padaku," ucapnya tapi hanya dalam hati.

"Nah, jadi beberapa hari lalu saat saya berkunjung ke rumah Miss Ria, ada seorang perempuan yang menanyakan keberadaan pemilik rumah itu sebelumnya. Perempuan itu mengaku sebagai anak dari si pemilik rumah. Oleh karena itu saya dan Miss Ria sekarang datang ke rumah Bapak."

Sukses dengan kebohongannya, Miss Ria menatapnya sembari mengacungkan jempol. Randy hanya bisa menghela nafas, pasrah.

"Anak perempuan?" Pak Dion tampak berpikir dengan serius.  "Sayangnya saya gak punya anak perempuan, dua anak saya adalah laki-laki  dan sekarang mereka ada di rumah. Saya gak pernah punya anak lagi."

Randy menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia menatap Ria yang sama bingungnya.

Seharusnya memang pemilik rumah sebelumnya punya anak perempuan. Gadis kecil berwajah gosong yang selama ini mengganggu mereka adalah bukti.

"Kalau sebelum Pak Dion, apakah pemilik rumah sebelumnya punya anak perempuan?" tanya Miss Ria bersemangat.

Laki-laki tua yang rambutnya sebagian sudah memutih itu berpikir keras sembari mengusap dagunya yang ditumbuhi janggut tipis.

"Entahlah, saya gak yakin. Saya dulu membelinya dari seorang wanita yang saya sendiri tidak terlalu kenal. Tapi dia menjual rumahnya yang belum dibangun seperti sekarang dengan harga yang sangat miring, bahkan lebih murah dari harga yang saya jual pada Bu Ria. Wanita itu beralasan menjual rumah itu karena anaknya sakit, gak bisa bayar uang rumah sakit."

"Wanita? Bagaimana ciri-cirinya Pak?" tanya Randy antusias, kalau ia bisa mencocokkannya dengan gambar si wanita yang ia lihat dalam mimpi, mungkin itu bisa jadi acuan untuk mengetahui siapa pemilik rumah Miss Ria sebelumnya.

"Ah, itu sudah lama sekali, kalau tidak salah wanita itu berambut ikal, kulitnya kuning langsat dengan hidung bangir. Dia juga tidak terlalu tinggi, kalau tidak salah namanya ... Asti! Iya, sepertinya begitu."

Ria sumringah, menatap Randy untuk menanyakan gambaran wanita yang ia lihat dalam mimpi. Randy mengacungkan jempolnya.

Benar, wanita itu adalah Ibu si hantu gadis kecil berwajah gosong.

Lanjutkan Kisahku Where stories live. Discover now