Bab 1 : View Sedikit

1K 102 4
                                    

Randy menggerutu, mengetuk-ngetuk satu jari di atas meja. Tepat saat scroll sebuah grup kepenulisan dan melihat cerita yang kemarin ia upload di sana. Tangannya mengacak-acak rambut secara spontan.

Melihat jumlah like postingan yang tak bertambah sedikitpun. Ia menghela nafas. Begitu susah jadi seorang  penulis. Angka itu stuck di lima belas like. Dan satu react tertawa.

Randy menyusuri akun si react tertawa itu. Apa yang tengah ia tertawakan? Apakah ceritanya mengandung kelucuan? Tentu tidak! Ini genre horor. Dan Randy tidak menyelipkan komedi di dalamnya.

Sungguh sangat membuat mood jadi hancur seketika.

Apalagi saat melihat satu komentar yang sedang promosi tulisannya sendiri. Tidak tahu tempat. Padahal dia memiliki wall pribadi.

Nasib … nasib….

Padahal Randy melakukan riset hampir satu bulan untuk membuat cerita ini. Perjuangannya juga tidak mudah. Demi tidak cacat logika dan mampu diterima oleh pembaca. Ia sampai mendatangi lokasi terjadinya kisah yang ia angkat dalam cerita.

Karena memang, Randy mengambil cerita ini dari kisah nyata. Ia pikir pembaca juga akan suka. Karena beberapa dari mereka yang menambahkan embel-embel kisah nyata selalu ramai pembaca. Tak kurang tak lebih selalu mendapat seribu like.

Apa itu karena sang author sudah famous duluan?

Entahlah.

Randy teringat cerita yang ia buat harus membuat diriny menekadkan diri datang ke rumah kosong di pinggir kota yang sudah sepuluh tahun terbengkalai, sendirian.

Ia mengambil kisah cerita ini dari sana.

Konon katanya ada seorang wanita, penunggu rumah itu yang tak segan-segan menakuti orang-orang yang lewat. Dahulu si wanita bunuh diri karena ketahuan selingkuh oleh suaminya. Dan bukti perselingkuhannya berupa video syur beredar di sosial media.

Wanita itu selalu memperlihatkan diri dengan kepala terbalik ke belakang. Ia selalu berjalan dengan merangkak dan lari dengan cepat seperti laba-laba. Namun sejauh ini selama Randy datang ke rumah kosong itu. Ia tak pernah melihat adanya penampakan.

Entah cerita yang terlalu dibuat-buat atau ia yang memang tidak bisa melihat hal tak kasat mata.

Randy memandang layar laptop yang masih menyala. Rasanya enggan menyelesaikan sesuatu yang kurang diapresiasi.

Sedikit mengintropeksi diri. Ia membaca lagi tulisannya dari awal hingga akhir. Tak mudah untuk belajar tanda baca dan kepenulisan. Dua tahun lamanya ia belajar untuk itu di sela-sela kesibukan kuliah.

Randy pikir, tulisannya juga sudah cukup bagus. Tanda bacanya juga tak ada yang salah. Dan kemarin ia memberanikan diri untuk posting cerita pertama dan inilah hasilnya.

Ada beberapa kemungkinan yang mulai terlintas dalam benak. Antara ia masih baru terjun di dunia kepenulisan. Atau tulisannya yang tak terlalu ngena di hati pembaca.

Atau malah ceritanya telah tenggelam karena Randy lihat kebanyakan dari penghuni grup kepenulisan itu lebih suka cerita perselingkuhan berbalut pelakor yang pelaku antagonisnya sangat-sangat jahat melebihi iblis dan pelaku protagonisnya sangat lemah yang disenggol sedikit langsung sakit.

Apa… Randy menyelipkan saja sedikit bumbu-bumbu pelakor di ceritanya?

“Arrghh….“ Ia berteriak frustasi. Berjalan lunglai ke arah kasur. Rasanya otaknya panas memikirkan hal itu.

Minat menulis Randy tiba-tiba memburuk. Butuh waktu lama untuk mengembalikannya.

Ia meraih gawai dan mulai scroll sosial media. Sedikitnya mengurangi beban di pikiran. Tanpa menyadari sesuatu yang mengerikan tengah memperhatikan layar laptop yang ia biarkan menyala. Masih menampilkan tulisan dari bab pertama yang Randy buat.

***

Brak!!

Hawa sejuk meniup ujung jemari kaki Randy. Ia tersentak dari tidur karena mendengar suara gebrakan jendela yang terus menerus. Menutup dan terbuka karena tertiup angin.

Randy bangkit dari posisi tidur seraya mengucek mata. Ia ketiduran dengan posisi masih melihat gawai. Bahkan layarnya masih menampilkan akun sosial media yang terbuka. Sementara jendela lupa ditutup. Ia menatap jam di dinding kamar.

Pukul satu malam.

Suara angin yang bertiup kencang. Ranting pohon yang bergesekan dengan kusen jendela membuat bunyi berisik yang sangat mengganggu sekaligus terdengar mengerikan di telinganya.

Berdecak malas, ia bangkit dari duduk untuk menutup jendela yang lupa dikunci. Gerimis-gerimis kecil mulai turun menerpa wajahnya. Jalanan depan kos-kosan tampak sepi. Dedauan pohon bergerak secara brutal karena tertiup angin kencang.

Randy akan menutup jendela. Namun mengerjap, saat  sesuatu yang agak aneh tertangkap netra. Mengucek mata sekali lagi sebelum melihat kembali.

Tepat di ujung jalan sana. Di bawah temaramnya lampu jalan. Ia melihat seseorang tengah berdiri … sendirian.

Sosok itu membelakanginya. Ia tak melihat wajah sosok itu Namun jika dilihat dengan seksama. Rambut panjang sepinggang dengan dress putih selutut. Serta perawakan yang agak kurus tinggi.

Sepertinya … sosok itu adalah seorang wanita.

Alisknya bertaut. Malam-malam begini? Ngapain berdiri di luar sendirian. Mau hujan pula.

Tak habis pikir. Randy menggelengkan kepala. Perasaan aneh dan tak biasa mulai menjalar ke sekujur tubuh. Ini sudah tak lazim. Apalagi saat ia menatap, sosok itu tak kunjung bergerak dari posisinya berdiri.

Randy mengusap tengkuk yang meremang. Tiba-tiba saja suhu di kamar terasa lebih dingin. Apakah karena efek hujan atau karena ada hal lain.

Terburu ia menutup jendela. Sejenak menyibakkan tirai itu kembali. Demi mengintip sosok wanita yang ia lihat tadi.

Tidak ada.

Randy terperanjat. Berdiri dengan tegak. Wanita itu sudah tidak ada di tempatnya berdiri.

Drrt … drrt….

Lampu kamar berkedip-kedip. Menimbulkan suara yang agak mengerikan di telinga.

“Ah tidak! Jangan bilang akan mati lampu,” lirihnya kesal. Tepat ia mengucapkan hal itu lampu mati seketika.

Membuat Randy hanya bisa pasrah sambil berjalan dengan meraba dinding. Menuju gawai yang tergeletak di atas ranjang. Setidaknya ia butuh penerangan untuk saat ini.

Meraba-raba, sebuah benda dingin yang agak lembek tersentuh tangannya. Randy menekan-nekan benda itu. Teksturnya seperti … seperti kulit manusia.

Perlahan benda itu merayap ke tangannya. Randy menepis karena berpikir itu adalah binatang. Namun setelahnya benda itu seperti mencengkeram lengannya.

Ia tak karuan. Sementara tangan Randy yang satunya sudah mendapatkan gawai segera ia hidupkan senternya dan mengarahkan pada tangan yang memegang benda aneh tadi.

Tak ada apapun.

Jantungnya berdegup kencang. Mengarahkan senter gawai itu ke segala penjuru kamar. Sepi.

Setidaknya bisa bernapas dengan lega.

Tok … tok … tok ….

Randy tertegun. Jendelanya terketuk dengan ketukan yang sangat pelan. Terpaku tak beranjak dari tempat berdiri. Tak ingin melihat apalagi mendekat. Perasaannya mulai tak enak.

“Permisi….“

Terlebih saat teringat kamar kos Randy berada di lantai dua. Tak ada satupun tangga, celah-celah untuk memanjat atau apapun yang bisa membuat seseorang naik dan mengetuk jendela.

Ia beringsut mundur. Keringat sebesar bulir jagung mulai mengalir di dahi. Apalagi saat sebuah bisikan halus terdengar tepat di telinga.

“Hihihihi….“

Lanjutkan Kisahku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang