42

8.9K 625 59
                                    

Sudah banyak yang Jeano turuti dari ucapan Darel, mulai membelikan rokok, makanan, mengantar jemput jika tengah malas membawa motor. Sudah macam asisten pribadi tapi sudah jalan dua bulan tak ada hasil sama sekali, Evano bahkan masih sama tak mau bertemu dengannya.

"Kau menipuku sialan."

Darel menggaruk tengkuknya, sebenarnya ia merasa bersalah karena mempermainkan Jeano tapi sungguh ia juga membantu Jeano, berulang kali ia memberi pengertian dan menggoda Evano agar mau bicara dengan Jeano tapi tetap saja kakaknya itu menolak.

"Dengar. Besok malam papa tak akan menginap di sini karena daddy tengah sakit dan juga tak akan ada yang menemani Evan karena paman kembar sibuk ditambah para wanita tua eum ... maksudku nenek dan oma tak datang," jelas Darel ia tengah memutar otak untuk membantu Jeano.

"Besok aku yang menemaninya, kau tenang saja aku tak akan berlaga menolakmu. Kau bisa masuk ke dalam menemui Evan tapi ingat jaga sikapmu, sampai kau membuat keributan akan ku adukan pada paman Er," ucap DRel lagi.

Jeano tersenyum tipis, akhirnya setelah banyak uang yang ia keluarkan untuk adik iparnya ia bisa juga mendapat secercah cahaya.

Darel bergidik ngeri melihat senyuman Jeano, macam pria tua cabul. Menjijikan.

________

Malam yang Jeano tunggu dari kemarin akhirnya tiba, walaupun hujan begitu deras ia tetap datang.

Jeano membuka pintu utama rumah karena Darel bilang pintu sengaja tak dikunci. Rasanya tak sabar untuk bertemu Evano, jantungnya berdetak lebih cepat saat mendengar suara tangisan bayi.

Jeano melangkah pergi ke kamar di mana Evano ada di dalam sana, tangannya bergetar saat akan membuka pintu.

"Darel! Tolong gendong dulu si kembar aku sedang pipis!" teriak Evano dari dalam.

Darel mengangguk memberi Jeano izin untuk masuk, ini kesempatan Jeano daj Evano bicara. Darel segera pergi memberikan si kembar pada gendongan Jeano.

Rasanya akan terlihat berlebihan saat Jeano melihat bayinya yang mungil, ia seorang ayah dan yang digendongannya adalah putranya. Jeano dengan telaten menenangkan sikembar. Yang satu ia gendong, yang satu ia usap tubuh si kecil di atas ranjang.

"Siapa yang mengizinkanmu masuk?"

Jeano tersentak, ia lupa jika ada Evano juga dikamar. Evano merebut bayi mungil dipangkuan Jeano, ia menatap sengit pria dominan dihadapannya.

"E-evan maaf ... aku tadi .. please mari kita bicara." Jeano memohon, sungguh Evano muak dengan tingkah dominan itu.

"Tak ada lagi Jean, aku mampu merawat bayiku sendiri. Penyesalanku adalah mencintaimu, tenang saja aku akan menggugatmu, kita akan segera berpisah kau bisa menikahi submisif manapun tanpa sembunyi-sembunyi dariku," tutur Evano membuat Jeano menggeleng ribut.

"Evan tak ada yang lain, aku hanya ingin dirimum. Kumohon mari merawat putra kita bersama," ucap Jeano.

"Dalam mimpimu sialan, aku muak. Pergilah, aku tak mau bertemu dengammu lagi." Evano sama sekali tak merasa iba dengan tampang Jeano yang menyedihkan.

"Aku harus apa agar kau mau memaafkanku? Aku harus bagaimana Evan, kumohon katakan saja agar aku tak bingung. Aku memang bodoh, aku bajingan tapi tolong jangan buat aku semakin brengsek sekarang." Jeano berlutut dihadapan Evano.

"Bahkan dominan yang berlutut dihadapan keluargaku saja bisa berkhianat, apa kau pikir aku akan percaya dengan tutur manismu? Dari dulu kau membenciku, kau merasa risih padaku, lalu apa sekarang? Mengemis ingin bersamaku?" Evano terkekeh sinis.

"Berhentilah. Kau bertanya apa yang harus kau lakukan? Pergilah dari hidupku, jangan menampakkan dirimu dihadapanku. Anggap saja kita tak pernah memiliki hubungan apapun setelah berpisah dan kau tak perlu khawatir, aku tak akan memberi tahu si kembar jika kau ayahnya, dari dulu kau kan tak mau mengakui mereka," ucap Evano berhasil menghantam ulu hati Jeano.

Dominan itu menunduk sudah tak peduli akan harga dirinya, Jeano merasa kacau. Rasanya sakit sekali saat Evano yang dari dulu mengejarnya mengatakan hal itu.

"Evan ... bukankah kau menyukaiku? Bukankah kita akan merawat si kembar bersama? Kumohon ... "

"Itu dulu, sekarang lebih baik kau pergi. Aku muak melihatmu!" Evano menyeret tubuh besar Jeano sampai pintu kamar, ia benar-benar mengusir Jeano tanpa belas kasihan.

Darel yang berdiri di luar sampai terkejut melihatnya, dari mana kekuatan baja itu? Evano menyeret Jeano? Sungguh luar biasa.

"Kenapa kau diam saja? Cepat urus dia, suruh dia pergi." Evano menggulir matanya menatap Darel.

Sungguh Darel merasa iba pada Jeano tapi mau bagaimana lagi, Evano sulit untuk percaya lagi pada dominan itu. Memaafkan memang mudah tapi untuk percaya lagi? Itu sangat sulit.

Jeano menatap sang submisif sendu sebelum pergi, hatinya sakit melihat bagaimana mata yang dulu menatapnya teduh penuh puja di sana hanya ada luka dan kecewa. Benar kata Darel, memaafkan memang mudah dan membangun kepercayaan butuh pondasi yang kuat.

Evano menyuruhnya pergi, itu keinginan Evano. Jeano akan melakukannya, jika Evano tak mau melihatnya kembali tak apa, ia bisa melakukan itu.

Darel menghela napas saat berhasil menyeret Jeano sampai pintu utama.

"Pergilah, Evan tak mau lagi bertemu denganmu. Aku tahu itu pasti sakit tapi semakin kau mengejar maka Evano akan semakin jauh, kalian butuh waktu untuk sembuh. Datanglah dikemudian hari, aku yakin Evano tak akan dengan mudah menggantikanmu," tutur Darel terdengar bijak.

"Dia sudah memaafkanmu sama halnya dia memaafkan Ola tapi dia sulit percaya lagi padamu, dalam suatu hubungan kepercayaan adalah sebuah akar. Bagaimana bisa kalian akan bersama? Sedangkan kalian sendiri tak saling percaya, jika dipaksa bersama maka hanya akan ada luka. Sembuhlah dulu dan kau tak perlu khawatir Evan juga akan sembuh sendiri tanpa melibatkan orang lain." Darel menepuk-nepuk bahu Jeano.

"Terima kasih Darel, jaga Evano untukku," ucap Jeano lirih.

Darel berdecak, merasa kikuk degan suasana ini. Kasihan, itulah yang ada di otak Darel.

"Eum pergilah."

Jeano melangkah pergi, meninggalkan kepahitan yang begitu menyesakkan. Apa yang dikatakan Darel benar, ia harus percaya dan membangun kepercayaan Evano. Ia dan Evano sama-sama terluka dan butuh waktu untuk kembali sembuh, hanya akan ada luka jika dipaksa.

"Hanya tunggu aku dan kita akan bersama."

Rain [sekuel Astrophile]Where stories live. Discover now