17

6.6K 552 34
                                    

Jaga kesehatan dan hati-hati ya kalian kalau dijalan, kemarin gue abis jatuh dari motor makanya kagak up selama 2 hari ini. Sorry ya.

Luka dikit gak ngaruh😚

___________

Pernikahan benar-benar terjadi, antara Evano dan Jeano. Acara digelar dengan sederhana tanpa sepengetahuan orang-orang luar, hanya keluarga yang menghadiri. Tak ada pesta, bahkan rumah Marvin sepi bak tak berpenghuni setelah mereka kembali dari gereja.

Tersisa Evano dan Jeano, Marvin sudah beristirahat dan tentunya semua keluarga sudah kembali ke rumah masing-masing.

"Bisa kau bergeser, aku tak bisa tidur berdempetan seperti ini," ucap Jeano.

Evano hanya menurut ia bergeser memberikan celah diantara keduanya. Evano berharap semua berjalan lancar, untuk ke depannya ia tak akan berharap apapun pada Jeano ia juga tak akan menjerat Jeano lagi, biarlah semua mengalir sebagai mana mestinya.

Evano mulai memejamkan matanya, tak menghiraukan Jeano yang masih asik memainkan ponselnya.

Sang dominan menggulir matanya senyuman tipis terbit saat melihat Evano sudah menutup mata menjemput mimpi. Ia memainkan ponsel, mencari informasi perihal pria hamil. Jeano akan sedikit menerima Evano untuk saat ini, tapi jika Evano benar-benar membohonginya demi Tuhan ia akan pergi tanpa harus mendengar alasan apapun dari submisif itu.

Tak ada yang perlu dikhawatirkan menikah dengan Evano, memang benar. Masa depannya akan terjamin, Evano juga bisa memberinya keturunan, Evano juga tak terlalu buruk, hanya saja yang saat ini menjadi beban dipikiran Jeano adalah Ola, bukankah gadis itu tengah mengandung anaknya? Jeano merasa dipermainkan, ia bingung siapa yang telah membohonginya, Evano atau Ola? Ia sangat menpercayi Ola, selama satu tahun menjalin kasih dengan gadis itu, tak pernah Ola membohonginya. Sedangkan selama bersana Evano, pria itu sudah sering membohonginya, mengancam, pura-pura sakit hanya ingin perhatiannya, jadi jangan salahkan Jeano karena tak bisa percaya pada Evano.

Jeano terkekeh saat menonton video lucu acara ayah dan anak, apa dikemudian hari ia akan menggendong anaknya seperti itu? Tapi anak yang mana? Dari Ola atau Evano? Kembali senyumannya pudar saat mengingat itu, Jeano ingin segalanya segera terungkap tak ada kebohongan atau apapun itu.

Ia menonton videonya sampai terlelap, membiarkan suara tawa anak kecil memasuki mimpinya.

_____

Pagi sekali Evano sudah bangun, ia sudah membersihkan dirinya. Bahkan dengan baik Evano menyiapkan seragam sekolah Jeano.

"Jean ayo bangun." Evano menggoyangkan tangan sang suami.

"Jean kau akan terlambat," ucap Evano, ia sedikit kesal. Evano menggoyangkan tangan Jeano kembali, tapi Jeano masih enggan membuka matanya, ia hanya mengerang tak terima tidurnya diganggu.

"Jean! Bangun!"

Kedua mata kelam itu langsung terbuka saat Evano berteriak, dengan malas Jeano beranjak dari tempat tidur. Tak pernah ia bayangkan, di pagi setelah hari pernikahan ia akan berangkat sekolah, ini seperti lelucon. Biasanya seorang suami akan pergi bekerja, tapi Jeano? Ia dibangunkan untuk sekolah demi Tuhan ini memalukan bagi dirinya.

Evano berdecak kesal saat pintu kamar mandi sudah tertutup. Evano memilih keluar dari kamar, keadaannya sedikit membaik, Evano tak perlu kursi roda hanya saja ia masih menggunakan tongkat kruk.

Ia tersenyum saat melihat Marvin sudah duduk di ruang tengah dengan secangkir kopi.

"Pagi Dad." Evano duduk disamping sang ayah.

"Pagi." Marvin tersenyum tipis, "Apa Jeano masih tidur?" tanyanya.

"Tidak. Dia sedang mandi," jawab Evano, ia memainkan ponsel. Apalagi memangnya? Berharap ia akan memasak untuk Jeano? Evano tidak ahli dalam hal itu, tugas rumah sudah ada yang menanggungnya. Tapi ia akan mencoba belajar masak, agar ia bisa membeli hati Jeano. Berusaha untuk hal kecil bukan hal besar, ia juga berharap akan pintar masak agar nanti anaknya bisa makan masakannya dan memuji hasil kerja kerasnya itu.

"Kau memikirkan sesuatu? Sepertinya bahagia sekali," ucap Marvin.

Evano menggeleng pelan. "Aku akan belajar masak," ucapnya, membuat kerutan dikening sang ayah.

"Tumben sekali, keinginanmu yang satu ini ada manfaatnya," cetus Marvin dibarengi kekehan ringan.

Evano hanya memanyunkan bibirnya, Marvin yang melihat itu hanya bisa membantin, bagaimana bisa bayinya akan segera memiliki bayi? Ini seperti mimpi.

Evano beranjak dari duduknya saat melihat Jeano menuruni tangga. Ia menyambut Jeano dengan baik, Evano sudah diberi banyak nasihat dari Samuel untuk menjadi pasangan yang baik, walau nyatanya papanya itu masih tak terima dirinya menikah.

"Pagi Jean ... " suara lembut itu menerpa telinga Jeano, biasanya yang menyambut dirinya adalah Gress dan sekarang digantikan oleh Evano, benar-benar tak dapat dipercaya.

"Ayo kita sarapan, bukankah ada simulasi?" Evano dengan semangat menarik tangan sang dominan. Ia bertingkah seakan melupakan apa yang sudah Jeano lakukan, seakan Jeano menerima dirinya.

"Aku akan belajar masak nanti, untuk saat ini kita akan sarapan buatan pelayan," ucapnya.

Jeano hanya diam tak menyahut, ia memilih duduk tanpa mengatakan sepatah katapun. Evano tak mempermasalahkan itu, ia dengan telaten menyiapkan sarapan Jeano. Keduanya sarapan dengan diam tanpa ada perbincangan, mungkin jika Marvin ikut bergabung suasana akan sedikit hidup hanya saja pria itu memilih menghabiskan kopinya terlebih dahulu dan membiarkan keduanya sarapan tanpa dirinya.

Jeano akan segera ujian pasti suaminya itu akan disibukan dengan belajar, Evano tak akan berbuat hal-hal aneh agar tak mengganggu Jeano. Untuk sekolahnya sendiri, Evano tak tahu harus bagaimana dan Marvin belum juga membahasnya.

"Bukankah ujian sebentar lagi?" tanya Evano berusaha mencairkan suasana.

"Iya," sahut Jeano seadanya, ia tak mau banyak bicara.

"Jika begitu kau harus banyak belajar," ucap Evano.

"Aku tahu." Lagi Jeano bersikap cuek saja, bukankah diam lebih baik? Ia tak mau menambah masalah hidup.

Evano menggigit bibir bawahnya, ia diam untuk beberapa saat. Jeano menggulir matanya, menatap Evano yang makan tanpa bicara lagi.

"Aku selesai," ucapnya. Ia berdiri dari duduknya, ini sudah pukul enam lewat jika tak pergi sekarang mungkin Jeano akan terlambat.

"Hati-hati ya Jean," ucap Evano. Ia masih duduk tak ada niatan mengantar Jeano sampai depan rumah seperti dalam kisah-kisah romansa dalam drama.

Evano harus banyak bersabar dalam menghadapi Jeano, bukankah ini hukuman untuknya karena telah merenggut kebebasan Jeano? Evano seharusnya berjuang, karena tak segala sesuatu bisa ia dapatkan dengan cara instan. Senyuman tipis menghiasi wajahnya saat menatap cincin pernikahan.

"Evan." Evano mendongak saat mendengar suara sang ayah.

"Ada apa Dad?" tanyanya.

"Daddy akan pergi ke kantor, kamu baik-baik dirumah dan katakan jika ada sesuatu atau kamu menginginkan sesuatu lewat pesan eum, jaga dirimu." Marvin mengusap kepala Evano sebelum pergi.

Setelah kepergian Marvin, rumah kembali hening. Tinggal Evano sendiri. Evano rasanya ingin waktu dipercepat dan anaknya segera lahir, agar rumah ramai.





Rain [sekuel Astrophile]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang