1

34.9K 1.2K 31
                                    

Disarankan sebelum baca ini, baca dulu lah story astrophile karena ini sekuel story itu.

Vote dan komen kalian, memicu adrenalin gue buat semangat up terus🙂

________

"Tidak! Oma, aku hanya ingin beli itu, janji lain kali aku tak akan membelinya lagi." Rayu sang cucu dengan wajah yang sengaja diimut-imutkan.

"Hah ... Evan, jika kamu membelinya, Daddymu akan marah pada Oma," ucap Trya berusaha memberi nasihat pada cucunya.

"Aku janji akan membuat Daddy tak marah Oma, aku sangat ingin ponsel itu." Evano menunjuk deretan ponsel keluaran terbaru itu.

Ini semua berawal dari Trya yang mengajak cucu satu-satunya itu belanja bulanan dan lihat bagaimana Evano menginginkan banyak hal, bukan ia pelit hanya saja ponsel Evano baru beli bulan kemarin, bagaimana bisa bocah itu ingin ganti ponsel lagi?

"Oma please ... " Evano masih tak menyerah merayu sang nenek.

"Baiklah, pilih mana yang kau inginkan." Putus Trya pada akhirnya.

Evano kegirangan remaja delapan belas tahun itu asik memilih-milih salah satu yang sangat memikat dimatanya.

Bagi Evano apapun tak ada yang sulit, ia  sudah hidup bergelimang harta sedari kecil. Dimanja oleh sang Daddy dan juga Omanya, itu membuatnya menjadi anak yang ceria dan banyak bicara. Evano bisa dengan mudah mendapatkan apapun yang ia mau, ia masih duduk dibangku kelas sebelas sekolah kejuruan, menurut Marvin dan Trya itu hal wajar jika Evano masih seperti anak-anak.

Faktor utama yang membuat Evano dimanja karena ia yang tumbuh tanpa sosok yang melahirkannya. Tapi sejauh ini Evano tak memperlihatkan protesnya hidup tanpa seorang ibu disisinya, baginya Trya dan Marvin cukup.

Evano tahu, Samuel sudah menikah dengan Kai bahkan ia memiliki adik tiri dari pernikahan kedua orang yang melahirkannya itu. Evano tak mempersalahkannya, ia tahu semua seluk beluk bagaimana ia ada di dunia ini, dan mengapa Samuel meninggalkannya. Evano tak menyalahkan siapapun, apalagi Marvin yang begitu tulus menyayanginya.

Walau terkadang jujur dalam hati terdalamnya, ia ingin memiliki keluarga yang bahagia dengan anggota keluarga yang lengkap. Pernah saat sekolah dasar ia bertanya pada Marvin tentang sosok Samuel, dan ia menyesal telah bertanya karena setelahnya Marvin menangis dan muram, Evano rasa ia harus bersyukur jika dirinya hanya memiliki Daddy saja.

"Omaa ... aku mau yang ini," ucap Evano pada akhirnya, Trya langsung tanpa pikir panjang lagi membayar pada penjaga store.

Keduanya berjalan beriringan, Evano terlihat cerah karena mendapat apa yang dia mau. Saat sampai parkiran ia sudah melihat Daddynya menunggu, memang tadi sebelum membeli ponsel, Trya sudah menghubungi Marvin untuk menjemput.

"Lihatlah Putramu Marvin, dia membeli ponsel baru," adu Trya.

"Bukankah Daddy sudah membelikan ponsel baru bulan kemarin?" Marvin menatap Evano yang senyum-senyum tanpa rasa bersalah.

"Ayolah Dad, ini yang terakhir. Lain kali aku tak akan memintanya lagi," ucap Evano.

Marvin hanya menghela napas, lalu ia membantu Trya memasukan belanjaannya ke dalam mobil, ia tak bisa mendebat Evano karena ujungnya ia yang akan kalah.

"Ayo kita harus segera pulang, ramalan cuaca diberita mengatakan akan ada hujan badai." Marvin membuka kan pintu mobil untuk Trya, sedangkan Evano sudah masuk lebih dulu.

Selama perjalanan di isi dengan celotehan Evano yang membuat suasana mobil menjadi hidup, Marvin rasa jika ia kehilangan Evano ia tak akan mampu, karena baginya Evano alasan dirinya hidup. Ia yang sudah kehilangan cahaya dalam hidupnya kembali terang saat ada Evano.

"Dad, kau tahu? Kemarin Mister Hanzel memberikan banyak tugas, itu membuatku kewalahan, sampai harus meminta bantuan Oliv," tutur Evano, ia menopang dagunya ke kursi kemudi membuat Marvin serasa tuli karena saat bicara ia sangat dekat dengan telinganya.

"Ya, meminta bantuan lebih bagus dari pada mencontek," sahut Trya.

"Yang Oma katakan benar," timpal Marvin.

Evano mengangguk. "Iya, tapi itu membuat tugasku terhambat 'kan?" ucapnya. Ucapannya ditanggapi kekehan ringan, Evano sangat cerewet. Marvin heran menurun dari siapa sifat yang satu ini, Marvin rasa Samuel tak begitu cerewet dan dirinya? Tidak, Marvin bahkan malas untuk banyak bicara itu tak ada faedahnya.

Terkadang Marvin merindukan sosok yang sudah memberikan Evano padanya, tapi ia sadar itu hal yang buruk. Samuel sudah bahagia bersama Kai dan anaknya, biasanya Evano akan bertemu dengan Samuel sebulan sekali. Tapi bulan kemarin ia tak bertemu dengan Samuel, karena keluarga mantannya itu tengah berlibur ke swiss.

Marvin masih tak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri, andai ia bisa tegas andai ia tak egois, mungkin ia tak akan membuat Evano tumbuh tanpa Samuel. Ia tak pernah bisa marah pada Evano, karena di saat Evano membuatnya kesal ia selalu teringat Samuel, ia akan mengalah dan terus melimpahkan kasih sayang, entah itu materi atau bentuk kasihnya yang selalu menjadikan Evano prioritas. Marvin tak pernah ada niatan untuk menikah lagi, karena ia pikir tak akan ada yang bisa menyayangi Evano seperti ia menyayangi putranya itu.

Marvin terlalu takut untuk memulai sebuah hubungan, bahkan ia masih rutin memeriksa kesehatan mentalnya. Ia takut, ia merasa ia sudah merasakan segalanya, pengkhianatan, kebohongan, dan yang pasti bagaimana gilanya ia menyiksa Samuel seperti monster.

Marvin segera mengenyahkan pikirannya, tak ingin berlarut dalam kesedihan mendalamnya. Ia menghentikan mobilnya setelah sampai dirumah.

"Akhirnya, bokongku sudah panas." Evano berucap sambil membuka pintu mobil.

"Bocah itu, nakal sekali," cetus Trya, lalu terkekeh setelahnya.

"Aku masuk duluan ya Dad, Oma. Aku sudah tak sabar ingin mencoba ponsel baru ini!" Evano memekik senang, lalu berlari ke dalam rumah.

Lagi-lagi kedua orang dewasa itu hanya terkekeh, Evano yang konyol memang bisa merubah suasana hati siapapun yang tengah suram. Bahkan terkadang Evano akan bertingkah bak orang yang tak pernah dibelikan ponsel.

______

Story ini akan fokus pada Evano ygy, selamat menikmati sekuel Astrophile. Yukk siapa yang mau lanjut???

Rain [sekuel Astrophile]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang