31

6.8K 572 57
                                    

Seperti biasa typo tandain

______

Usia kehamilan Evano sudah menginjak delapan bulan, tubuhnya semakin membulat dan itu membuatnya insecure. Pipinya semakin bulat, tubuhnya meral, bahkan jika ia terlalu extra bekerjapun mudah kelelahan.

Evano menatap dirinya yang telanjang dipantulan cermin, rasanya ingin menangis melihat dirinya yang semakin jelek. Evano mengelus perutnya yang begitu buncit.

"Apa aku hamil anak gorila? Kenapa ini besar sekali," cetusnya berdecak.

"Aku harus diet sepertinya," ucap Evano lagi. Ini tak wajar, perutnya begitu besar bahkan untuk berjalanpun rasanya berat membuatnya sedikit kesulitan.

Seharusnya hari ini ia USG tapi Jeano tak bisa mengantarnya, alhasil Evano tak melakukannya ia tak kuat jika sendirian. Hubungannya dengan Jeano sedikit meningkat. Selama beberapa bulan ini, Jeano selalu ada untuknya dan tak ada tolakan dengan dalih banyak tugas itu membuat Evano senang.

Di tengah mengamati bentuk tubuh ponselnya berdering, terpaksa Evano mengangkatnya.

"Hallo?"

"Hallo sayang, ini Oma. Bagaimana kabarmu? Maaf Oma tak bisa sering-sering menjengukmu, penyakit tua ini menyusahkan Oma," ucap wanita paruh baya di seberang telepon.

"Tak apa Oma, banyak-banyak istirahat oke. Jangan sampai Oma kelelahan,"

"Bagaimana keadaan baby?"

"Terakhir pemeriksaan dokter mengatakan aku dan baby sehat, dan Oma tahu? Baby sangat aktif membuatku terkadang kesakitan karena tendangannya."

Evano menceritakannya dengan semangat, ia memang selalu tak bisa tidur jika anaknya tengah aktif.

Trya memberikan pituah dan juga tips-tips, ia juga melarang Evano untuk diet berat karena menurutnya bertambah berat badan di masa hamil itu wajar. Terlalu tenggelam dalam obrolan di telepon membuat Evano tak sadar jika suaminya sudah pulang, bahkan saat ini tengah terpaku dengan pemandangan pria hamil besar yang tengah telanjang sambil asik bercerita.

"Baiklah Oma jangan lupa dan sampai jumpa." Evano mematikan sambungan telepon.

"Asik sekali bicara dengan Oma sampai kau tak sadar aku datang," cetus Jeano membuat Evano terhenyak.

"Ah maaf, Oma memberikan banyak tips," ucap Evano.

"Apa dia juga memberi tips untuk telanjang saat dikamar sendirian?" celetuk Jeano menyadarkan Evano akan kebodohannya. "Tapi tak apa, kau seksi saat telanjang." lanjut Jeano yang langsung mendapat pelototan sang submisif.

"Pria cabul! Pergi kau!" Evano berteriak histeris membuat Jeano terkekeh.

Evano mengambil bantal melempar Jeano brutal, ia seakan melupakan jika dirinya tengah hamil dan tengah telanjang, ia terus melempar Jeano dengan bantal bahkan memukulnya langsung.

"Tidak! Evan berhenti! Kau bisa jatuh!" Jeano mencekal tangan Evano agar berhenti memukul dirinya.

"Sialan, kau cabul Jean!" ucap Evano, wajahnya merah menahan malu saat tubuhnya didekap dari belakang oleh Jeano karena tak mau juga berhenti memukulnya.

"Oke sorry, sorry eum." Jeano mengatakannya lembut, ia membalikan tubuh Evano agar menghadap dirinya.

"Jangan menatapku seperti itu, aku malu," keluh Evano.

Jeano menatap wajah Evano yang selalu bertambah manis di setiap harinya, seakan menyuruhnya untuk terus mendekap tubuh yang lebih kecil darinya ini agar tak pergi.

"Boleh aku bertanya?" tanya Jeano.

"Apa?" sahut Evano.

"Tapi berjanjilah untuk menjawab jujur," ucap Jeano yang diangguki Evano.

"Evan, kau tak bohong jika anak ini anakku?" Jeano mengelus perut Evano yang langsung di sambut tendangan oleh sang bayi membuat Evano meringis.

"Aku tahu aku selalu berbohong saat kita masih pacaran tapi aku tak akan berbohong untuk hal sebesar ini sampai harus kehilangan Daddy," tutur Evano jujur. "Shhh ... berhenti mengelusnya, bayimu itu selalu aktif saat kau mengelusnya!" teriak Evano tiba-tiba.

"Maaf," ucap Jeano.

Jujur saja, selama beberapa bulan ini dimana ia berusaha menerima Evano itu sedikit membuatnya bimbang dan masih dengan masalah yang sama, ia masih belum tahu siapa yang mempermainkannya. Jeano sempat curiga pada Ola yang selalu menghindar saat diberi pertanyaan yang sama seperti pertanyaannya pada Evano dan bayi yang dikandung Ola tak begitu merespon elusan tangannya.

"Evan," ucap Jeano.

"Apa?" Evano menjawab rendah, ia merasa sedikit sesak karena tubuhnya masih di depan Jeano.

"Jaminan apa yang akan kau berikan jika kau tak berbohong?" tanya Jeano.

"Tes DNA, kita akan melakukan tes DNA saat baby lahir. Aku berani jamin jika bayi ini anakmu, karena aku tak pernah melakukannya dengan siapapun," tutur Evano, "aku sangat mencintaimu Jean, mana mungkin aku melakukannya dengan orang lain dan menjebakmu, aku bisa saja menjebakmu langsung dan membuatmu menghamiliku secara sadar jika aku mau, tak perlu harus melawati drama panjang seperti ini," lanjutnya.

Evano benar. Evano bisa melalukan hal-hal yang di luar batas tapi ia juga akan melakukannya secara terang-terangan.

"Apa mabuk membuatmu hilang ingatan." Evano memukul kepala Jeano, ia sangat kesal sekali.

"Aku ingat, aku melakukan itu. Tapi remang-remang siapa yang dibawahku dan saat itu aku merasa aku melakukannya dengan Ola," tutur Jeano.

Evano mendengus. "Kau memang terus menyebut nama Ola, Ola eunghh ... Ola ahhh," ucap Evano menirukan geraman Jeano saat malam itu, membuat Jeano malu mendengarnya.

"Diamlah Evan," ucap Jeano rendah.

"Ahhh ... Ola, aku mencintaimu Ola ... eungh .. mphh ... "

Jeano langsung menyambar bibir Evano dengan lumatan, ia kesal Evano yang menirukan desahan. Jeano memperdalam ciumannya saat Evano membalas lumatan-lumatannya yang melembut.

Tangan Jeano tak tinggal diam, ia meremas bongkahan pantat sang submisif membuat Evano meremas rambutnya. Keduanya tenggelam menyalurkan nafsu yang sudah lama tak tersalurkan. Selama pernikahan tak sekalipun keduanya berhubungan intim, tidak, bukan hanya dengan Evano Jeano juga tak melakukannya bersama Ola karena ia masih tak tahu siapa yang berbohong, tapi untuk saat ini entahlah ia sudah terbawa nafsu oleh Evano.

Jeano membaringkan sang submisif di ranjang.

"Pelan-pelan ya, ada baby." Evano mengatakannya dengan wajah merah, malu.

"Eum." Jeano mengecup leher Evano, dan sesekali menyesapnya menghasilkan desahan kecil. Evano pasrah saat Jeano melakukannya semakin jauh. Di sela ciumannya Jeano menghentikan aksinya, ia takut.

"Kenapa berhenti? Apa tubuhku jelek sampai kau tak bernafsu?" ucap Evano yang sudah di ambang birahi.

Jeano menggeleng. "Tidak, kau seksi hanya saja apa kau yakin Evan?" tanyanya yang langsung mendapat anggukan. Melihat itu, Jeano kembali melanjutkan aksinya.

Desahan Evano dan dirinya saling bersahutan. Jeano memasuki Evano dengan sangat lembut tak mau menyakiti Evano ataupun baby.

"Pelannhh Jean ... " ucap Evano di sela desahannya dengan pergerakan Jeano yang sudah tak terkontrol.

Keduanya menyatu, saling menghangatkan.

'Maaf Evan, setelah satu bulan nanti aku akan tahu siapa yang membohongiku, aku akan jujur padamu. Aku juga akan menerimamu jika kamu tak berbohong,'

Jeano membatin di sela tumbukannya yang menikmati tubuh Evano.







Rain [sekuel Astrophile]Kde žijí příběhy. Začni objevovat