13

7.3K 621 47
                                    

Ada typo tandain, bantuan gue ye ... soalnya gak gue periksa lagi.

____________

Kabar kehamilan Evano tak ayal membuat Samuel di China terkejut, bahkan rasanya jantungnya seakan dipaksa untuk keluar.

"Ini semua karena kamu terlalu memanjakannya dengan uang!"

"Sudah kukatakan Jeano bukanlah dominan baik, dan kau malah menjodohkan keduanya!"

Diseberang telepon sang dominan hanya diam seakan menerima setiap ocehan submisif itu.

"Dengar Marvin, sudah kukatakan tak segalanya bisa kau beli dengan uang!"

"Ah ya,  maaf Sam aku memang salah." terdengar pasrah dan menerima setiap perkataan Samuel.

Samuel menghela napasnya, bagaimana keadaan putranya di sana pasti terlalu sulit. Ia mematikan sambungan teleponnya, terlalu pusing menanggapi Marvin yang selalu bodoh, ia selalu berpikir semua selesai dengan uang.

"Ada apa Sam? Apa ada masalah?" Kai datang dengan secangkir teh ditangannya, Samuel memijat pangkal hidungnya.

"Evano hamil," ucap Samuel sendu, Kai sedikit terkejut namun ia menetralkan ekspresinya kembali. "Aku harus kembali, Evano pasti membutuhkan aku," lanjutnya.

"Lalu bagaimana di sini?" Kai bertanya bak orang bodoh.

"Kau masih bertanya bagaimana di sini? Di sana putraku kesulitan! Dia pasti terluka, apa kau pikir aku senang meninggalkannya?! Bahkan saat ikut ke sini aku berpikir ribuan kali, tak peduli izin atau tanpa izinmu aku akan kembali!" Samuel berucap penuh emosi, membuat Kai merasa bersalah. Sungguh ia tak berniat bertanya seperti itu, Kai menarik Samuel ke dalam pelukannya, terus menggumamkan kata maaf.

Sedangkan dilain tempat sang putra tengah meringkuk diranjang sedari pagi ia enggan makan, membuat Trya khawatir.

"Semua akan baik-baik saja." Lagi-lagi hanya perkataan itu yang bisa Trya ucapkan, hatinya sakit bagaimana bisa anak delapan belas tahun sudah hamil, ini terlalu dini.

"Oma ... apa aku akan sendirian?" Suara serak Evano membuat Trya terhenyak, ia mengelus kepala sang cucu dengan lembut.

"Tak apa jika Jeano tak mau, masih ada Oma eum," ucapnya, Evano menggeleng pelan. Mungkin dimasa depan anaknya akan merasakan hal yang sama, asing, sakit, kesepian, Evano salah seharusnya malam itu ia tak diam diluar menunggu Marvin, mungkin semuanya tak akan terjadi.

Seharusnya ia tak memikirkan Jeano akan habis ditangan Marvin jika ayahnya itu menemukan Marvin diranjangnya, terpaksa malam itu Evano mengantar Jeano pulang sampai didepan rumah sang dominan.

"Oma akan memberikan bukti cctv agar Jeano percaya," ucap Trya, Evano terkekeh miris andai saja cctv rumah tidak ada perbaikan mungkin malam itu dengan jelas Jeano datang ke rumah, Evano hanya memiliki tangan kosong tanpa bukti.

Jika pun mencari dominan lain siapa? Dominan mana yang mau dengan submisif bekas? Memakai cara yang sama seperti ia menjerat Jeano? Apa itu tak akan menciptakan luka baru? Evano rasa hidupnya penuh dengan kekacauan.

Evano merasa kepalanya akan pecah, ia terlalu memikirkan Jeano tanpa ia sadari ia menyakiti dirinya sendiri. Trya tak henti-henti mengelus kepala sang cucu, ia berusaha tak memperlakukan Evano sampai merass kesepian dan sendiri.

"Nyonya ada Nyonya Feny dan kedua putranya," ucap pelayan diambang pintu membuat elusan Trya berhenti.

"Suruh mereka masuk ke sini," ucap Trya.

Evano mengeratkan selimutnya, ia malu bertemu dengan keluarga dari Papanya. Trya yang mengerti meyakinkan Evano jika Neneknya itu tak akan menghakiminya.

"Hallo Evan." Feny menghampiri Evano dengan kedua putranya.

"Ha-hallo," sahut Evano gugup, ia berusaha duduk dibantu oleh Trya.

"Tak perlu duduk Nenek tak keberatan, bagaimana kabar Evan? Maaf ya Nenek jarang menemui Evan," ucap Feny ia duduk di tepi ranjang. Ervin dan Erwin hanya berdiri menatap prihatin pasa keponakannya.

"Apa kabar manis? Kau tak merindukan kami?" Erwin bersuara dengan riang, seakan melupakan fakta jika keponakannya tengah dalam kondisi buruk.

"Aku baik, senang rasanya kalian datang. Pasti merepotkan, bukankah paman sedang kuliah?" ucap Evano menampilkan senyuman palsu.

"Kuliah tak sepanjang waktu, bukankah si manis ini akan menjadi Papa?" ucap Erwin.

"Dasar bodoh," gumam Ervin yang merasa saudaranya ini mempekeruh suasana. Namun Evano menampilkan senyum tipis, ia rasa keluarganya tak menghakiminya justru seperti menyambut kehadiran sang anak. Ervin terlihat cuek, tapi jujur ia ingin sekali mematahkan leher dominan yang telah melakukan hal ini.

"Aku keluar, aku ingin merokok dulu," ucap Ervin, ia melangkah pergi ke luar balkon.  Ia mengapit sebatang rokok, asap menguar setelah ia membakar tembakau itu.

Jujur saja Ervin kecewa, bagaimana bisa keponakannya harus menerima nasib sial ini, ia rasa hatinya marah pada dominan bedebah yang melakukannya, apalagi saat ia tahu jika Jeano tak mau mengaku akan perbuatannya. Ia sendiri marah pada dirinya, bagaimana bisa ia seakan melupakan sosok Evano dalam keluarga, seakan keponakannya hanya Darel selama ini, bahkan pertemuannya dengan Evano bisa dihitung dengan jari, Ervin rasa ia benar-benar sama bajingannya.

Matanya memicing saat melihat dominan yang beruntung dicintai keponakannya dihalaman rumah, Jeano berjalan masuk, Ervin segera pergi dari balkon, membuat kerutan heran dari orang-orang yang berada dikamar.

Saat sampai dilantai bawah moment yang pas juga Jeano baru saja masuk, Ervin menatap tajam pada pemuda bodoh di depannya.

"Wahh ada apa ke sini?" Asap rokok menguar dari mulut Ervin, ia menghampiri Jeano yang berjalan angkuh.

Jeano tak mengubris kedatangannya ke rumah Evano, hanya ingin membahas masalah drama yang baru saja submisif itu cetuskan, benar-benar menjijikan.

Ervin merasa tak terima diabaikan, ia menjatuhkan rokoknya lalu menginjakknya. Ervin menarik kerah kemeja Jeano.

"Bajingan ini, apa kau pikir keponakanku barang murah yang bisa kau abaikan?" ucap Ervin.

Jeano menghembuskan napasnya, ia memang tak memiliki kuasa pada keluarga Evano, mau dijelaskan dari sisi manapun keluarga Evano jauh memiliki segalanya dibanding dirinya yang bergantung pada tanam saham Marvin.

"Beri tahu keponakanmu untuk berhenti berdrama, sungguh perbuatannya semakin membuatku muak," ucap Jeano, ia balas menatap Ervin tanpa rasa takut.

Ervin terkekeh sinis, menurutnya Jeano terlalu banyak omong yang tak bermanfaat.

"Untuk apa Evano berdrama hanya untuk mendapatkan rongsokan sepertimu? Apa kau pikir dia sebuta itu karena cinta? Hey, banyak dominan yang baik dan melebihi dirimu." Ervin mendorong Jeano sampai mundur beberapa langkah.

Ervin rasanya ingin menghajar dominan macam Jeano, dulu saat kakaknya terluka ia masih bocah ingusan yang tak tahu apa-apa, tapi kali ini Ervin tak akan membiarkan keponakannya kesulitan begitu saja, Jeano tak pantas untuk Evano keduanya bagai langit dan bumi, Evano terlalu baik bagi bedebah sialan macam Jeano.




Rain [sekuel Astrophile]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt