14

7.3K 592 47
                                    

"Terima kasih Pak sudah mau mengantar aku untuk mengatarkan Jean," ucap Evano, ia merasa tubuhnya semakin remuk, pukul dini hari ia menghubungi Pak Tio hanya untuk membantunya mengantar Jeano, hey dia lumpuh ia bisa apa, terpaksa Evano melakukannya.

"Sama-sama Tuan," ucap Pak Tio, supir rumah.

Evano bisa menghela napas lega saat kembali pulang setelah mengantar Jeano, untung saja Marvin tak pulang malam ini, Jeano bisa selamat dari tangan ayahnya itu.

Satu bulir air mata keluar dari mata bening sang submisif, rasanya sakit sekali mengingat malam itu, malam dimana ia sangat mempedulikan Jeano dibanding dirinya. Hari setelah itu bahkan Evano menahan agar tak menceritakan kejadian itu pada Jeano, ia tak menghubungi Jeano sama sekali, Evano bodoh ia melupakan dirinya yang pihak bawah dan bisa kapan saja mengandung.

Evano meremas celananya, ia menunduk menatap rerumputan hijau. Saat ini ia tengah duduk ditaman bersama Jeano, Trya memberinya waktu untuk bicara bersama Jeano.

"Bukankah hanya enam hari lagi? Kenapa kau harus membuat drama murahan ini?" Jeano bersuara, ia mencengkram kedua bahu Evano.

"Aku bersumpah aku tak berbohong Jean ... malam itu ... kau datang ke sini, kau terus meracau menyebut nama Ola, lalu itu semua terjadi, di setiap racauanmu hanya umpatan untukku, kau melakukannya dengan terus menyebut Ola," tutur Evano, ia sudah tak tahan lagi.

"Jadi menurutmu Ola yang berbohong?" ucap Jeano dingin.

Evano menggeleng pelan. "Aku tak tahu, yang jelas yang bersamamu malam itu adalah aku, andai hari itu cctv tak rusak ... mungkin aku bisa membuktikannya, kau bisa bertanya pada supirku Pak Tio, dia yang mengantarku untuk membawamu pulang ke rumah, tanyakan pada Bibi dia pasti menemukanmu didepan rumah karena Pak Tio memencet bel sebelum pergi," tutur Evano, semua tak ada kebohongan. Ia dengan jelas melihat dari mobil jika Pak Tio memencet bel sebelum pergi malam itu.

Jeano mendengus, karangan Evano selalu terlihat sempurna. Submisif dihadapannya selalu berlaga seakan dialah korban, padahal Evano yang menjadi sumber permasalahan.

"Kupikir ... saat malam itu bukti jika kau sangat mencintai Ola, sampai saat kau melakukan 'itu' yang kau sebut hanya Ola, maka karena itu aku akan melepaskanmu dengan syarat satu minggu itu, tapi kau tahu sendiri ... semua ini terjadi begitu saja, aku lupa jika aku seorang submisif." Evano kembali terisak, tolong teriaki telinganya jika dia manusia lemah dan buruk sampai harus menangis.

Jeano terkekeh geli, andai Evano ini adalah seorang aktor mungkin submisif ini telah mendapatkan penghargaan aktor terhebat yang sangat handal dalam akting, sungguh Jeano muak.

"Ak-aku tak masalah jika kau akan pergi Jean, aku tak masalah jika hanya aku yang akan mengurusnya, tapi aku bersumpah ini anakmu," ucap Evano.

"Kau mungkin bisa berlaga polos dan baik dihadapanku tapi kau bisa saja meminta daddymu membuatku kehilangan segalanya dalam satu hari, kau tahu?" Jeano beralih mencengkram tangan Evano, "Daddymu bahkan akan menarik dananya ditoko ibuku, mungkin akan tak masalah jika hanya dana awal yang ditarik karena usaha ibuku sudah berkembang, tapi daddymu akan menarik berkali-kali lipat dengan dalih bentuk hutang yang dikalikan," lanjutnya.

Evano hanya diam, ia sungguh tak tahu jika ayahnya akan melakukan itu.

"Dan kau tahu? Dia akan berusaha membuatku dikeluarkan disekolah! Lalu akan mencelaki Ola," ucap Jeano penuh penekanan.

Apa Jeano tak memikirkan Evano? Evano bahkan harus menanggung banyak, ia harus hamil disaat dirinya masih belum pulih, dia juga akan dikeluarkan jika ketahuan hamil, masa depan? Rasanya jika Marvin bukan orang kaya, Evano akan menjadi gembel jalanan yang menyedihkan, masih ada Marvin disisinya, jika Marvin tiada rasanya Evano tak akan tahan hidup di dunia yang begitu kejam ini.

"Apa kau pernah merasa kesepian? Walaupun banyak orang disekelilingmu, kau merasa tetap kesepian?" Evano memilin bajunya.

"Rasanya sakit Jean, kau terluka tapi entah dimana luka itu berada, aku tak mau sampai anakku merasakannya, tumbuh dengan keluarga hancur sangat menyiksa, merasa asing dengan orang tua sendiri, dan dipaksa mengerti keadaan orang disekitar tapi tak ada yang mengerti perasaanmu sendiri," tutur Evano, mencurahkan ketakutannya tentang bagaimana masa depan anaknya.

"Ini anakmu Jean ... " Suara serak nan lirih itu terdengar menyakitkan dan penuh kekecewaan tapi nihil suara yang menyedihkan dan wajah penuh derai air mata itu tak mengetuk hati keras Jeano, justru dominan itu menatap jijik seakan Evano sebuah kotoran yang patut dibersihkan.

"Terserah, aku lelah. Teruslah berdrama sampai kau puas!" Jeano melengos pergi setelah mengatakannya, meninggalkan luka baru yang harus diterima submisif malang yang saat ini hanya bisa menunduk.

Apa yang Evano harapkan? Dicintai? Lelucon apa itu, cinta yang nyata hanya cinta Marvin padanya. Apa Evano bisa sekuat Marvin yang bisa menahan segalanya sendiri, yang hanya menangis dengan isakan tertahan ditengah malam tanpa ingin orang lain mendengarnya karena takut disebut lemah? Apa ia sanggup konsultasi pada dokter untuk memeriksa kesehatan mentalnya seperti Marvin? Evano ragu, ia rasa ia tak bisa sendiri ia masih membutuhkan Marvin terus disampingnya.

"Ayo kembali hari sudah gelap, tentang permasalahan ini biar daddymu yang mengurusnya, kasihani baby eum." Erwin menghampiri Evano, ia membantu keponakannya itu berdiri, paman kembarnya memang bisa dibedakan dari sifat, jika Erwin terkesan lembut dan tenang, Ervin justru sebaliknya pamannya yang satu itu cuek dan brutal, contohnya tadi saat Jeano baru datang yang langsung dihadang oleh Ervin.

Erwin mendorong kursi roda Evano dalam diam tak bertanya atau apapun, ia takut salah.

"Paman apa Daddy masih belum pulang?" tanya Evano tiba-tiba.

"Daddymu akan segera pulang, baru saja Nenek menghubunginya agar Daddy segera pulang," ucap Erwin lembut.

"Evan, paman tak tahu seberat apa beban dibahumu, tapi paman meminta tolong agar terus bertahan sampai suatu hari Evan akan tersenyum duduk dibangku itu sambil berkata 'untung hari itu aku tak menyerah, rasanya seperti ini hasil perjuanganku. Indah.' Terus semangat sampai kau bisa menggumamkan kata itu," tutur Erwin, walaupun ia tahu sebanyak apapun orang mengatakan semangat bahkan mau itu seluruh dunia yang mengatakannya, jika lelah tetaplah lelah.

Evano tak menyahut ia hanya mengangguk, ia juga berharap hal yang sama. Berharap bisa bertahan sampai perkataan pamannya itu bisa ia ucapkan suatu hari nanti. Jujur saja saat ini ia membenci dirinya sendiri yang telah mencintai Jeano sebegitu dalam, mungkin Evano bisa melepaskan Jeano mungkin ia bisa membesarkan anaknya sendiri, tapi siapa yang akan menjamin jika anaknya tak akan merasakan kesepian sepertinya? Siapa yang akan menjamin anakmya bahagia dikemudian hari? Yang ia tahu hidup tanpa orang tua lengkap bagai hidup dengan satu sayap, kau tak bisa terbang dan hanya merasakan luka dari bekas robekan itu.


Rain [sekuel Astrophile]Where stories live. Discover now