Chapter 15

53 21 20
                                    

Garis takdir membawaku terikat padamu, dia, dan duniaku.
Entah apa rencana Tuhan, kuharap tak ada luka yang menggores untuk menancap kesedihan lebih dalam.

...---...---...

Sinar matahari samar-samar menyembul dari tirai jendela transparan bewarna putih, melambai-lambai tertiup angin pagi. Areta bangun, menggeliatkan tubuhnya. Dalam keadaan masih setengah sadar, Areta membuka matanya perlahan dan sontak terbuka lebar saat ia melihat seisi kamar yang tampak asing.

"tunggu dimana aku sekarang?" Areta buru-buru turun dari tempat tidur, melihat ke seluruh sisi kamar.

"apa ini kamar Zhafir? terakhir kali, aku bersama dengannya kan?"

Ia berjingkat ke luar kamar, memastikan apakah benar dugaannya. dibukanya engsel pintu dengan hati-hati, mengedarkan pandang ke penjuru ruang tengah di depan kamarnya, tak ada foto Zhafir yang terlihat, hanya lukisan abstrak dan hiasan dinding lainnya.

"sebenarnya ini dimana sih? apa yang aku lakukan semalam? aku bahkan tidak ingat apapun setelah bertemu Zhafir semalam," Areta memejam mata untuk mencoba mengingat-ingat yang terjadi kemarin malam, tapi nihil, cuma kepalanya yang masih terasa berat.

"kamu sudah bangun?" kontan Areta tersentak, saking terkejutnya tubuh Areta mengenai dinding.

pak Adnan? jangan bilang aku di rumahnya sekarang.

"kamu pasti kaget ya, tiba-tiba bangun sudah ada di tempat berbeda."

"ke-ke-kenapa saya ada disini pak? apa yang terjadi?"

"semalam aku meeting di Club yang sama dengan kamu, dan melihatmu pingsan, aku membawamu ke kontrakan, tapi katanya kamu sudah pindah. Jadi aku putuskan untuk bawa kamu ke apartement ku."

"o-oh begitu, terima kasih banyak pak sudah membantu."

bodohnya aku, masih aja percaya dengan Zhafir. Pasti ada sesuatu di minumanku yang membuatku pingsan.

"aku sedang memasak sarapan, tunggulah, sebentar lagi selesai," Adnan berjalan kembali menuju dapur.

"biar saya bantuin pak."

"tidak usah Areta, kamu duduk saja disana, lagipula aku tidak suka kalau tamu yang memasak untukku."

Areta memilih duduk di kursi yang berada di dekat bar kabinet, duduk memperhatikan Adnan yang ternyata lihai memasak.

apa pak Adnan melihatku bersama dengan Zhafir semalam? tapi kalau dia melihat kami bersama, dia akan bertanya, tapi kenapa dia diam saja?

"sekarang kamu tinggal dimana Areta?"

"emmm... saya tinggal di kosan dengan Rani pak."

"kamu tidak apa-apa?" Adnan berbalik, sorot matanya lekat menatap Areta.

Areta mengangguk ragu, meski ia tidak yakin maksud dari pertanyaan Adnan, "saya baik-baik saja pak."

"yakin? padahal kamu ditinggal oleh mama dan adikmu begitu saja, membiarkan kamu tinggal sendirian."

"tidak masalah pak, saya sudah terbiasa."

"harusnya aku tidak memberikan uang itu dengan mudahnya saat itu," ucap Adnan, seolah berbicara pada dirinya sendiri. Pikirannya Adnan fokus mengingat tiga hari lalu, setelah ia menghabiskan waktu bersama Areta. Lastri mendatanginya di kantor, alasannya meminta bantuan kepada Adnan untuk membayar utang mereka yang masih banyak. Adnan takut, utang itu akan memberatkan Areta seperti sebelumnya, makanya tanpa pikir panjang ia luluh memberikan uang dengan nominal tak sedikit, sebesar 50 juta, tanpa syarat apapun. Ternyata setelah menerima uang itu, Lastri justru meninggalkan Areta. Adnan benar-benar merasa bersalah, harusnya saat itu dia tidak serta merta mengiyakan pinta Lastri yang telah berhasil menghipnotisnya dengan kisah sedih, padahal nyatanya ia tahu bagaimana perbuatan kejam Lastri pada Areta.

Akhir Sebuah Kisah [END]Where stories live. Discover now