Chapter 18

46 19 24
                                    

Hidup tentang merelakan,

rela untuk terluka dan tersakiti bahkan pada yang dicintai.

Hidup tentang bertahan,

tahan pada jalan bergelombang, pun jurang yang curam.

Hidup tentang menerima,

terima segala bentuk cerita yang tlah Tuhan gariskan.

...---...---...

Bulan berpendar di atas laut pantai, seakan memeluk langit malam di sisinya. Setelah makan malam di sebuah restauran yang dibangun melalui sebuah jembatan, menghubungkan bibir pantai dengan restauran yang ada di tengah laut. Areta dan Adnan berdiri di pagar pembatas yang menjorok ke laut. Mereka berdiri menatap lepas hamparan laut.

Areta kedinginan diterpa angin pantai, Adnan menyadarinya, ia sigap membuka jasnya dan memakaikannya, sementara Areta tak menolak, ia membiarkan Adnan membalut dirinya dengan jas yang kebesaran di tubuh mungilnya.

Lalu, mereka kembali hening, sibuk pada pikiran masing-masing. Sampai akhirnya, setelah beberapa menit, Areta membuka mulut, "Saya selalu ingin menanyakan ini, tapi tidak pernah berani, jadi kali ini saya ingin menanyakannya."

Adnan menoleh, sebelum Areta melanjutkan kalimatnya, "kenapa Anda selalu baik sama saya dan menolong disaat saya benar-benar membutuhkan bantuan?"

Adnan mengubah pandangnya lurus ke depan, "Karena saya tahu bagaimana rasanya diperlakukan dengan tidak baik. bagaimana susah bertahan pada hidup yang tak mudah."

Desahan menyertai kalimat Adnan yang berlanjut, "saya terlahir tanpa tahu siapa orang tua kandung."

Areta sontak beralih ke Adnan saat kalimat itu terucap dari mulutnya. jadi Bang Keenan dan Pak Adnan bukan sama-sama anak asuh?

"kamu pasti ingin bertanya, bukankah Tuan Narendra dan Nyonya Madina kan orang tua saya kan? sebenarnya ini rahasia yang coba disembunyikan, fakta bahwa aku bukan anak kandung mereka."

Adnan membalikan badannya, bersandar pada pagar, "aku yatim piatu sejak bayi, oleh karena itu, aku tidak pernah tahu orang tua kandungku. Aku sudah menjalani rasanya dikucilkan, diperlakukan seperti binatang, direndahkan, di caci maki, itu semua sudah menjadi makanan untukku."

Ia mengalihkan pandang ke Areta yang menatapnya lekat, "jadi itu alasannya saya membantu kamu, karena saya paham rasanya Areta, melihatmu seolah saya tengah berkaca pada diri sendiri."

"maka dari itu Anda juga membantu saya berkerja di perusahaan?"

Adnan mengubah posisinya dari bersandar hingga berdiri tegak, "ka-kamu... dari mana tahu soal itu?"

"seseorang yang memberitahu. Sejak kapan sebenarnya Anda mengenal saya? soalnya kita tidak pernah bertemu sebelumnya dan saya bahkan tidak mengenal Anda sama sekali."

"mungkin kamu baru mengenal saya satu tahun lalu, tapi saya sudah mengenalmu sejak lama."

Kening Areta mengernyit, alisnya bertaut, "maksud Pak Adnan?"

"kamu pernah menolong saya dari para preman yang nyaris mengambil semua barang berharga saya, lantas mulai saat itu, saya cari tahu tentang kamu, kemudian saya tahu tempat tinggalmu, sekolahmu, dan kegiatanmu bekerja setelah sekolah."

Areta menghela tak menyangka, ia tertunduk mengingat kembali memori masa lalu yang sengaja ia lupakan sebenarnya.

"kamu tidak ingat? seorang pemuda yang memborong semua kartu paket ponsel?"

Akhir Sebuah Kisah [END]Where stories live. Discover now