Chapter 1

98 35 20
                                    

Tuhan masih enggan merenggut nestapa dari hidupku.

sedihku teredam dalam diam, deritaku tersembunyi dibalik senyum.

kubunuh diriku perlahan untuk hidupku.
Meski jauh dalam dasar hati, kurindukan pelukan hangat itu.

....---...---...

satu-satu anak tangga dinaiki, langkah Areta terasa berat persis hatinya kini. Tapi ia harus segera hadir di ruang sidang untuk mendengar hasil sidang papanya_papa asuh lebih tepatnya. Hendra Prasetyo namanya, lelaki berwajah teduh, hati selembut kapas, dan tutur katanya yang selalu terjaga. Lelaki berusia 45 tahun yang telah berbaik hati mengangkatnya jadi anak lima tahun silam. Lelaki bersahaja, bijaksana, dan dermawan itu, mendadak berubah menjadi tersangka pembunuhan seorang pemuda yang dipanggil Firman di komplek perumahan tempat mereka tinggal.

Firman tak sengaja dibunuh oleh Hendra, saat pemuda bajingan itu ingin merenggut keperawanan anaknya, sebenarnya adalah Areta. Malam itu, Areta bahkan ingat jelas bagaimana ia menjadi saksi peristiwa mengerikan itu. Bahkan, hampir membuatnya frustasi karena menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab papanya akan masuk penjara, belum lagi ia mendapat kebencian dari keluarga asuhnya. Areta disebut pembawa sial, membuat ayah mereka harus berubah jadi pembunuh.

Areta memasuki ruangan sidang, menarik nafas dalam-dalam, bibirnya terkatup, dalam hati Areta memberanikan diri menghadiri persidangan hari ini. Sebelum tiba di gedung pengadilan, sejujurnyaa Areta terus bermonolog ragu pada dirinya, meyakinkan diri untuk hadir, meski ia harus terus dibayangi ketakutan akan fakta di masa depan yang tampak menakutkan.

Di bangku panjang sebelah ibu dan kedua adik asuhnya_Chandra dan Nadira_Areta duduk dengan gusar. Ia melempar pandangan ke jaksa penuntut, terlihat menarik senyum di ujung bibirnya, seolah ia yakin memenangkan kasus ini. Sementara itu, Hendra baru memasuki ruangan sidang, Areta langsung menoleh ke papanya. seketika perih menyeruak di relung hatinya, melihat penampilan papa dengan baju oranye khas tahanan, rambut sembraut, dan bulu-bulu mulai tubuh subur di wajahnya. Mata Areta tertangkap pada pandang mata papanya, mereka sama-sama saling tatap, mengirim sinyal kesedihan di sorot mata masing-masing. Lalu lelaki yang amat dihargai Areta itu mengulas senyum tipis di sudut bibir, tipis sekali, cukup Areta yang menyadarinya. Areta balas dengan senyum tertahan dan getir. Papa menggeleng pelan dan memejam mata, seakan menyuruh Areta untuk tak menangis. Areta membungkam mulutnya, mencoba menahan tangis, lantas mengangguk pelan pada papanya.

Pak Hakim masuk, sidang langsung dimulai. Jaksa membuka tuntutan setelah dipersilahkan. Jaksa bertanya segala hal tentang kasus papa, membawa Areta kembali mengingat kejadian itu. Tiba-tiba nafasnya tercekat, ia seolah kesusahan bernafas. Keringat deras mengalir dari tubuhnya, membasahi kening, pelipis, dan jari-jarinya. Lalu suara seruan di ruangan dari pengunjung sidang menarik perlahan kesadarannya untuk mengembalikan dirinya dari panik yang mendera.

Persidangan berlangsung lama, hingga akhirnya, hakim menetapkan, "dikarenakan tersangka mengakui perbuatannya, maka dengan ini tersangka Hendra Prasetyo, dinyatakan bersalah. Pengadilan menjatuhi hukuman selama 8 tahun, dengan dipotonng masa tahanan, jika tersangka berkelakuan baik selama di penjara."

Areta terkulai lemas dibangkunya, ia mendesah tak percaya, tangisnya pecah. Dibarengi oleh teriakan histeris dari Lastri_ibu angkat sekaligus istri Hendra_ ia memukul-mukul dadanya sambil menangis dipelukan Chandra.

"hukuman tersangka sudah dikurangi dari pasal 339 KUHP yang seharusnya dikenai hukuman 20 tahun, hukuman mati, dan seumur hidup. Namun sebagai pertimbangan alasan tersangka karena ingin menyelamatkan dari aksi korban yang hampir meperkosa anaknya, maka hukuman diperkecil dan dipertimbangkan dengan adil," sambung hakim, lalu mengetok palu sebagai penetapan hasil akhir kasus ini.

Akhir Sebuah Kisah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang