Chapter 20

45 16 13
                                    

Bagiku, kamu adalah cerminanku.
Kutemukan rapuh di binar matamu yang kelabu.
Sesuatu yang dulu sering kepeluk dalam bisu.

...---...---...

---------------

¤¤Jangan lupa untuk ngasih vote setelah baca ya guys. karena vote tandanya sebagai bentuk penghargaan pada kerja keras penulis. Apalagi vote gratis. makasih. Happy reading ¤¤

Di sudut kamar kosan, Areta duduk bersandar, menatapi seisi kamarnya yang lengang. Tubuhnya tak bertenaga, sebab ia sengaja tak memberi asupan untuk dirinya sejak kemarin. Matanya nanar tatap lurus ke depan, ke cahaya yang masuk melalui ventilasi di atas pintu. Setetes bulir jatuh dari sudut mata, ia menggigit ujung bibirnya, menahan tangisnya yang pecah, agar tidak terdengar oleh penghuni kos lainnya.

Kalaupun aku mengakhiri hidupku hari ini, tidak akan ada orang lain yang mengkhawatirkanku. Lagipula untuk apa aku tetap hidup, tidak ada orang yang menginginkanku. Hidupku terasa kelam, dunia pun terasa dingin, aku sudah tak sanggup. Kupikir, inilah pilihan paling tepat.

Areta meraih sebilah pisau di dekatnya, perlahan tangannya bergerak mendekatkan pisau itu ke pergelangan tangannya, tepat di dekat urat nadi. Dengan tangan bergetar, Areta berusaha mengiriskan permukaan kulitnya. Irisan pertama, mengeluarkan darah merah segar, lalu lebih dalam Areta menekan pisau itu, hingga darah yang keluar lebih banyak.

Ia meringis kesakitan, mengatupkan mulutnya menahan sakit. Desah nafas beradu pada suara kipas angin yang bergerak dengan bising. Detak jarum jam dikamarnya menghantarkan tubuhnya Areta yang ambruk di kasurnya, darah segar mengalir keluar dari tangannya. Perlahan, matanya memejam disertai hembusan nafasnya yang mulai memelan.

Sementara itu, di rumah Tuan Narendra. Malam mengurung Adnan di meja yang telah tersaji hidangan mewah. Kali ini, ia benar-benar ingin segera pergi dari jamuan makan malam yang membosankan ini. Hanya obrolan tentang kehamilan Mecca, lalu pekerjaan, dan paling membuat jengah telinganya, saat Ibu Besan_ibu Mecca, bertanya tentang pacar atau kapan Adnan akan segera menikah. Belum lagi, Nyonya Madina menyebut rencana perjodohan Adnan dengan Adelia, anak pengusaha dari rekan bisnis mereka.

Namun, apapun bentuk topik yang dibahas ditengah mereka, Adnan tak peduli, ia bahkan seolah tengah tak berada di tempat. Lebih tepatnya, pikirannya hanyut memikirkan kabar Areta. Bahkan Adnan tidak selera untuk menghabiskan makanannya. Melihat Adnan yang hanya diam saja, Mecca menegurnya.

"Adnan kamu kenapa diam saja daritadi? Adnan tidak mengubrisnya, pikirannya masih terpusat kepada Areta."

Adnan, kakak iparmu bertanya kepadamu kenapa diam saja?" Nyonya Madina menepuk pundak Adnan yang duduk disebelahnya.

Adnan tersentak dengan wajah kebingungan, "ehh,, kenapa ma?"

"kamu mikirin apa daritadi, bengong aja?"

"ah, ma-ma-maaf ma, aku tidak bisa fokus."

"kamu ini ya, masalah kerjaan jangan kamu bawa hingga ke meja makan, lupakan dulu masalah kerjaanmu dan fokuslah ketika makan," Tegur tuan Narendra.

"maaf ma.. pa."

"sudah tidak apa-apa, pasti masalah cukup serius sampe Adnan tidak bisa konsentrasi. Terkadang kita juga begitu," Bela Ibu mertua.

"apa ada masalah serius di kantor? bukankah semuanya baik-baik hingga saat ini," tanya Keenan bingung.

"tidak ada masalah di kantor, hanya ada beberapa pekerjaan yang membuatku terus menganggu."

Akhir Sebuah Kisah [END]Where stories live. Discover now