Chapter 7

65 29 4
                                    

Kebohongan paling merdu yang kucipta, 

adalah saat aku berpura-pura kuat dihadapanmu, 

padahal jerit hatiku telah meronta untuk

mengucap kebenaran yang kusembunyikan begitu rapat.

...---...---...

------------

Satu-satu karyawan memenuhi cafetaria, wajah-wajah kusut sehabis kerja tampak berubah cerah, karena segera diisi dengan makanan lezat yang siap disantap. Suasana lengang cafetaria, mendadak bising bagai suara tawon, mengaung di seluruh ruangan. Meski tidak semua karyawan memilih makan disini karena beberapa diantara mereka memilih makan diluar, tapi Cafetaria Giant tidak pernah sepi pengunjung. Areta fokus menuangkan kuah soto yang menjadi salah satu menu hari ini, lantas memberinya kepada karyawan yang memesan. 

Rani tiba-tiba menyenggol tangannya pelan, lalu berbisik, "idola lo tuh datang."

Sontak saja, kepala Areta langsung berpaling ke arah pintu masuk, ia melihat Adnan bersama dengan Zhafir dan managernya, juga sekretaris Adnan.

Zhafir? ya Tuhan bagaimana ini, jantungku berdetak begitu cepat melihatnya sedekat ini, batin Areta.

Areta menelan ludah, debar jantungnya terpacu lebih kencang, pipinya terasa panas, gugup menjalar ke seluruh tubuhnya perlahan.

"halo, selamat siang chef, selamat siang semuanya," sapa Zhafir kepada Head Chef dan para chef yang bertugas.

"sudah lama tidak bertemu, apakah makanan disini masih sama seperti dulu?" celetuk Zhafir.

"tentu saja masih sama, karena saya yang masih bertanggung jawab disini," sahut Pak David, menarik senyum lebar, baru kali ini Areta meihat wajahnya tersenyum seperti itu.

"udah lama ga ketemu, makin ganteng aja mas kasep Zhafir," goda Rani.

"ah mbak Rani bisa aja, padahal mbak Rani juga ga kalah cakep," meski itu adalah sebuah kebohongan, biarkan Rani senang, dan benar saja, setelah dipuji begitu wajahnya langsung memerah.

"sepertinya aku tidak pernah melihatmu. Kamu pekerja baru disini?" tanya Zhafir, mengagetkan Areta yang sibuk pada pikirannya sejak tadi, sebab Areta hening untuk mengatur detak irama jantungnya yang tak beraturan.

Areta tak mampu menjawab, mulutnya terasa keluh. Ia hanya terdiam sambil memandangi wajah Zhafir. Adnan justru menyungging senyum tipis melihat reaksi Areta.

ayolah kenapa begini? apa karena terlalu senang sampai aku tidak bisa membendung hatiku?

"dia bekerja disini 1 tahun saat kamu sudah pergi ke Afrika. Wajar kamu tidak pernah melihatnya," malah Adnan yang menjawab.

"halo, mbak, kamu tidak apa-apa kan?" melambaikan tangan di depan wajah Areta yang berdiri terpaku. Areta menarik lagi kesadarannya yang nyaris hilang ditelan ketakwarasannya karena bertemu Zhafir sedekat ini setelah sekian lama.

"dia penggemarmu, jadi wajar kalau reaksinya begitu, dia pasti tidak menyangka bisa sedekat itu melihatmu."

"benarkah? wah terima kasih kalau begitu sudah menjadi penggemarku."

Areta membalas dengan senyum tanggung, apa kamu engga sadar siapa aku Zha?

Zhafir meraih tisu dan merogoh bolpoin di jasnya, mencoret kertas itu dengan tanda tangannya. Lantas diberikan untuk Areta.

Akhir Sebuah Kisah [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant