Tiga Puluh Dua

427 84 148
                                    

Warning!!!17+

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Warning!!!
17+

Seperti biasa, glosarium mentok di bawah.

...

“Kok lo sendirian? Zita sama Moza mana?” tanya Theo saat melihat Kayla berjalan sendiri sekembalinya dari gedung F.

“Zita lagi sama Kayana, katanya tugas yang dia kumpulin ada yang kurang,” jawab Kayla. “Kalau Moza, dia balik ke lab PR gara-gara hape-nya ketinggalan, padahal ada di tas gue karena nggak sengaja kebawa waktu beresin buku.”

(Lab PR : Laboratorium Public Relations)

“Terus, kenapa lo biarin dia balik ke sana? Seneng amat ngerjain orang.”

Kayla mendengkus, menatap malas ke arah Theo. “Gue nggak segabut itu kali. Waktu gue sadar hape-nya kebawa, si Moza udah ngacir duluan. Untungnya gue ketemu Iddar, dia ada kelas di gedung F juga, ya udah gue titipin dia aja.”

Mata Theo spontan melebar, rahangnya mengerat. “Kenapa lo titipin Iddar?”

Kayla menatap bingung. “Emang kenapa?”

Theo hanya mendecak, mengeluarkan ponsel dan menghubungi nomor Iddar, menghalangi lelaki itu bertemu Moza. Namun, sampai nada dering berakhir, panggilannya tak kunjung dijawab.

Ia kembali men-dial nomor Iddar sambil melirik Kayla yang masih menatap bingung atas respon yang ditunjukkannya.

“Pesan gue, lo nggak usah dekat-dekat Iddar kalau nggak mau nyesel di kemudian hari,” peringat Theo sebelum melangkah cepat meninggalkannya begitu saja.

Kayla hanya bisa berkerut dahi. Antara bingung bercampur kesal. Memang Theo punya hak apa untuk melarang-larangnya seperti itu?

“Kenapa?” Ridan yang tiba-tiba muncul dari belakang, turut menatap ke arah Theo pergi.

Kayla mendengkus kasar. “Gue cuma bilang kalau gue nitipin hape Moza ke Iddar karena--”

“What?” potong Ridan tak percaya.

“Have I made a mistake?” Kayla menatapnya bingung, tak mengerti letak kesalahannya hingga Ridan pun ikut memasang ekspresi serupa dengan Theo.

“A big mistake.” Ridan lantas berjalan cepat ke arah Theo pergi.

Kayla benar-benar tak mengerti. Mulutnya terbuka dengan ekspresi kesal karena lagi-lagi ditinggalkan tanpa penjelasan. “What the hell did I do?”

...

Moza memasuki lift ke lantai empat, tempat lab PR berada. Tangannya spontan meremas ujung jaket saat pintu lift yang hampir tertutup kembali terbuka disusul masuknya sosok yang selama ini ia hindari ke dalam kabin sempit itu.

Moza melipir, mendekat ke dinding lift, tepat berada di depan floor button. Sedangkan lelaki itu berdiri di belakang, bersandar pada dinding.

Moza memejamkan mata, menenangkan diri dengan harapan kotak besi itu segera mengantarnya ke lantai tujuan. Tiba-tiba ia tersentak, reflek meminggirkan tubuh hingga punggungnya membentur dinding saat merasakan gesekan di lengan kirinya. Matanya terbuka, terbeliak pada sosok yang tengah mengulurkan tangan untuk menekan tombol lantai tujuannya.

My True Me (END)Where stories live. Discover now