Enam

734 118 132
                                    

Moza yang mendapat kerlingan mata dari Ridan segera menyesap tehnya hingga tandas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Moza yang mendapat kerlingan mata dari Ridan segera menyesap tehnya hingga tandas. Bertepatan dengan itu, Iddar menghampiri meja mereka. Tak mau berlama-lama, ia langsung beranjak pergi dengan dalih akan ke toilet. Namun, sebenarnya Moza justru membuntuti Ridan yang berjarak lima meter di depannya.

Moza yakin ia mengikuti dari jarak aman, tapi dahinya berkerut saat mendapati Ridan justru berbelok dan melewati pintu tangga darurat. Kelas berikutnya ada di lantai tiga, memilih tangga darurat dibandingkan lift yang sedang sepi antrian tentu bukan hal biasa. Kontan saja Moza mendengkus napas menyadari sesuatu.

Tepat di depan pintu bercat merah itu, langkahnya terhenti. Ia berpikir sejenak sebelum akhirnya mendorong pintu hingga terbuka. Dan sesuai dugaannya, Ridan sedang berdiri di balik pintu. Menunggunya dengan tersenyum.

"Long time no see," sapa Ridan.

Ya. Ridan adalah pria asing yang malam itu memasuki rumah orang tanpa ijin. Pria yang bertemu dengannya saat pagi buta dalam keadaan nafas terengah.

"Lo nggak lupa sama gue, kan?" tanya Ridan.

Lelaki itu lantas menengadahkan telapak tangan di depan Moza. Membuat sebelah alis Moza terangkat tanda tak mengerti. Iris mata yang tadinya menatap telapak tangan kontan beralih ke wajah Ridan.

"Topi gue? Kan, ada di rumah lo," jelas Ridan.

Mendengar itu, Moza justru melangkah melewatinya. Gadis itu menaiki anak tangga sambil berkata, "Udah gue buang!"

"Itu barang berharga, lho!" gerutu Ridan sambil menyejajari langkah Moza.

"Kalau berharga, jangan asal ditinggalin di rumah orang yang nggak dikenal," balasnya dingin. Tampak tak tertarik dengan kata berharga yang Ridan lontarkan. "Emang waktu itu lo maling di rumah siapa?"

"Sialan. Gue bukan maling!" elak Ridan setengah tertawa.

"Rampok? Jambret? Copet?"

"C'mon ... of course not," erang Ridan tak terima. "Emang gue punya tampang penjahat?"

Moza hanya mengendikkan bahu acuh tak acuh. Ia tak lagi menjawab dan hanya terus melangkah naik dalam diam. Begitu pula Ridan yang hanya mengikuti dengan anteng sambil sesekali melirik pada Moza.

Undakan anak tangga mereka lewati hingga akhirnya sampai di lantai tiga. Moza melangkah menuju sebuah kelas dengan puluhan kursi dan satu layar putih besar di bagian depan. Moza baru menghentikan langkah saat tiba di salah satu tempat duduk yang ada di deretan tengah barisan dekat dinding. Ia lantas berbalik dan menatap Ridan yang masih setia mengikutinya.

"Gue pikir lo lupa," kata Moza.

Ridan mengangkat alis dan bahu secara bersamaan. "Gue sempat nggak ngeh, sih. Penampilan lo kelihatan beda dari pertemuan pertama kita tahun lalu. Rambut pendek, pake kacamata, jaket--"

My True Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang