Sembilan

703 108 239
                                    

Ridan berdiri di depan sebuah rumah cluster sederhana dengan pepohonan rindang di sepanjang tepi jalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ridan berdiri di depan sebuah rumah cluster sederhana dengan pepohonan rindang di sepanjang tepi jalan. Ia memandangi panel smart-key yang terpasang di bagian knop pintu sebelum akhirnya memutuskan untuk menekan bel di sisi kiri.

KLEK!

Sebuah kepala menyembul separuh dari celah pintu yang terbuka. Ridan pun lantas menyunggingkan rentetan giginya sambil mengangkat tentengan kantong kertas berlogo restoran cepat saji setinggi kepalanya.

"Gue pikir lo bakal langsung masuk," ucap Moza seraya melebarkan akses masuk. Memperlihatkan sosoknya yang kini tengah mengenakan setelan tracksuit warna hitam dengan rambut yang dicepol asal-asalan.

"Gue masih punya sopan santun," jawab Ridan sambil nyelonong masuk tanpa menunggu dipersilakan.

Moza merotasi mata. Sopan santun katanya?

Ridan memilih duduk di atas rugs—di sela antara meja dan kaki sofa—lalu mengeluarkan isi kantong bawaannya ke atas meja. Sedangkan Moza memilih duduk pada sofa tunggal di sisi kanan pria itu.

Merasakan getaran dari kantong celananya, Ridan segera mengeluarkan ponselnya. Sebuah nomor tak dikenal muncul di layar membuatnya berkerut dahi sejenak.

"Halo!" jawab Ridan

"Halo, ini gue Adifa."

"Pakai nomor sia—"

"Ah, hape gue lowbat," potong pria bernama Adifa itu. "Lo di mana?"

"Gue di—"

"Oh ...," jawab Adifa, lagi-lagi memotong kalimat yang akan Ridan ucapkan. "Oke, gue di halte depan Mandala."

"Hah? Ngapain?" tanya Ridan makin tak mengerti.

"Oke siap."

"Lo kesambet, ya?" sungut Ridan mulai kesal dengan ketidakjelasan Adifa.

"Iya, sedikit," jawabnya yang diiringi suara pekikan seorang wanita.

"Wah ... lagi ngapain Lo? Mantap-mantap, ya?" seloroh Ridan yang langsung mendapat lirikan tajam dari Moza.

"Oke, ketemu langsung di sana, ya? Bye!"

Ridan menatap layar ponselnya dengan cengo saat panggilan diputus sepihak begitu saja.

"Siapa yang lagi mantap-mantap?" tanya Moza dengan wajah datar sambil mencomot french fries yang sudah terhidang.

"Abang gue," jawab Ridan sambil memiringkan kepalanya. "Tapi sejak kapan dia doyan cewek?"

"Abang lo belok?"

Tawa Ridan mendadak pecah. "Lo kebanyakan lihat yang belok-belok ya waktu di Jerman?"

Moza hanya mengedikkan bahu tak acuh.

My True Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang