Ch. 28

171 38 1
                                    

Merengut kesal, Suzy sudah hampir kehilangan setengah nafasnya ini. Jinyoung benar-benar membekap Suzy dengan pelukan eratnya. Astaga, erat sekali.

"Aku sesak!" Protes Suzy. Memukul-mukul lengan Jinyoung yang melingkari bahu sempitnya.

Joongi dan Jieun hanya menonton tanpa banyak bicara. Biar saja dua anak mereka ini. Sudah besar mereka, tahu sampai mana batas bermain yang baik dan benar.

"Kau setuju menuruti semua permintaanku." Ulang Jinyoung. Sebagai pria sejati tentu ia akan memegang kata-katanya. Dan tentu Suzy juga harus seperti itu!

"Biarkan aku bernafas. Sesak sekali." Suzy seperti berada di sauna asal kalian tahu. Walau ia akui pelukan Jinyoung memang menenangkan.

"Bagaimana apartemennya? Nyaman?" Jieun bertanya seraya tangannya sibuk mengupas apel. Ditemani Joongi yang tengah meminum secangkir kopinya.

"Nyaman! Aku akan mengajak mama dan papa ke sana lain kali. Tapi jangan ajak Jinyoung. Aku malas." Sinis Suzy. Ia juga baru ingat jika ia belum mengundang kedua orang tua angkatnya itu untuk memasuki hunian barunya.

Jinyoung mengangkat sebelah alisnya. Merasa tersinggung ia jujur saja. Kurang ajar sekali! "Aku akan tetap datang tentu saja. Kau pikir aku akan mengiyakan perkataan konyolmu itu?"

"Tidak ada masalah? Apa semua berjalan lancar?" Joongi angkat bicara. Menatap dua anaknya yang masih bertingkah bagai remaja labil ini.

Jinyoung menggeleng spontan, hidupnya lancar-lancar saja selagi keluarganya masih baik-baik semua. Masalah lain bisa Jinyouny kesampingkan.

Mengeryitkan dahinya, Jinyoung langsung menunjuk Suzy penuh emosi. "Dia ada masalah, Pa. Dia tidak langsung menggeleng! Diam beberapa saat. Sekitar sepuluh detik aku rasa!" Jinyoung dengan semangat menggebu-gebu langsung berkata pada kepala keluarga mereka.

Suzy yang merasa tertuduh langsung menyikut perut Jinyoung. Ia hanya sedikit berpikir untuk setiap kejadian yang ia alami beberapa waktu belakangan ini. "Aku baik." Dengus Suzy.

"Dia sudah lancar berbohong, Pa!" Jinyoung kembali menjadi kompor. Suzy menyuruhnya pulang saja sudah merupakan kejadian yang aneh. Biasanya mana mau peduli wanita sinting ini.

"Hanya... sedikit saja. Tidak bisa disebut sebagai masalah, Pa, Ma." Suzy menggeleng tak setuju. Hidupnya masih tetap berjalan dengan baik juga asal kalian tahu. Jadi itu tidak bisa dikategorikan sebagai masalah.

"Ada yang bisa kami bantu?" Tanya Jieun. Menyodorkan potongan apel ke depan mulut Suzy yang hanya cemberut sedari tadi.

Suzy kembali terdiam, ada hal yang sejujurnya membuat Suzy meragu untuk kedepannya. "Aku... tidak diijinkan masuk kerja untuk dua hari besok."

"APA?!"

**

"Kenapa?" Jasper bertanya tak mengerti. Menumpu dagunya dengan telapak tangan dan menatap penuh atensi pada Sehun.

Ini sudah pukul sebelas malam dan mereka berdua masih belum bisa tertidur hingga saat ini. Sehun masih dengan kopinya dan Jasper masih dengan jus jeruknya. Jasper harus hidup sehat kawan.

"Hanya merasa bersalah. Otaknya tidak sampai seruas jariku. Terlalu baik." Sehun mengetul-ngetukan jarinya pada permukaan meja makan. Ia juga merasa tidak enak untuk menyuruh Suzy libur. Tapi Sehun harus bisa membuat wanita itu sadar agar lebih memikirkan dirinya sendiri.

"Bukannya itu pertanda dia orang yang bertanggung jawab. Tugasnya memastikan semua pekerjaanmu selesai dalam bentuk apapun, dan jika sesuatu terjadi padamu. Mustahil pekerjaanmu yang menggunung itu akan selesai, Dad." Jasper dengan otak tengah malamnya yang sudah hampir tidak berfungsi.

"Tidak salah memang, hanya saja dia pasti tahu mana yang masih dalam kadar aman dan mana yang tidak. Hanya saja jika sesuatu terjadi, aku tidak tahu bagaimana cara untuk mengatakan itu pada keluarganya. Terlebih tunangannya." Jelas Sehun. Walau bisa saja ia mengatakan itu adalah kecelakaan kerja, Sehun merasa itu adalah alasan yang tidak bertanggung jawab. Dan sangat kurang berterima kasih jika ia benar-benar mengatakan itu.

"Nah, yang perlu kau perjelas hanya batas mana yang bisa dia lewati dan mana yang harus ia beri tahu padamu. Jangan memperumit masalah, Dad. Kalian bukan remaja labil yang tengah jatuh cinta." Jasper meneguk habis jus yang ada di dalam gelasnya.

Alis Sehun bertaut tak mengerti. "Apa hubunyannya dengan remaja labil yang tengah jatuh cinta?" Tanya Sehun.

"Seperti orang bodoh yang tidak ada otak." Jawaban singkat Jasper langsung membuat Sehun merasa tertikam kata-kata kurang ajar itu.

Hening beberapa saat hingga suara ketukan jari Sehun kembali terdengar diantara heningnya malam. "Kenapa kalian bersikeras agar dia menjadi ibu sambung kalian?" Pertanyaan ini Sehun ajukan karena merasa ini adalah waktu yang pas. Jasper dan tengah malam adalah perpaduan yang sempurna untuk berdiskusi akan masalah serius.

Jasper diam seraya menatap gelas kosongnya. Melirik Sehun di sudut meja yang tengah bersandar pada kursi. "Sejujurnya untuk alasan pertama tidak ada, aku hanya mengikuti si kembar yang begitu berambisi. Menyadarkan mereka jika memang ambisi mereka suatu saat tidak akan terwujud, aku sebagai orang yang pernah sejalur dengan mereka memiliki peluang paling besar untuk alasanku akan diterima."

Sehun mengangguk pelan. Masuk akal. Jasper tidak memiliki rekam jejak yang buruk karena ia juga tidak pernah mengatakan bahwa ia tidak menyukai Suzy.

"Lalu alasan kedua?" Tanya Sehun.

"Tidak ada, dia terlihat baik jujur saja. Sedikit tidak mungkin untuk melakukan kekerasan." Jasper tidak seingin itu seperti si kembar dan Haowen. Jika Suzy mau, ayo saja. Jika tidak, ya tidak masalah juga. Walau agak lain jika ia memanggil Suzy dengan sebutan mommy. Umur mereka saja tidak begitu jauh.

Mengangguk paham, Sehun tak lagi bicara. Ia hanya lelah, tapi tidak bisa tidur. Haowen dan si kembar sudah tidak ada di bumi mereka berdua itu.

"Kau sendiri bagaimana perasaanmu padanya, Dad?" Tanya Jasper. Santai sekali pria tua ini.

"Biasa saja."

Wajah Jasper langsung penuh dendam. "Memang agak sialan. Sudahlah, aku ingin tidur." Berlalu meninggalkan Sehun, Jasper langsung menaiki anak tangga menuju lantai dua. Mengantuk dia ini.

**

"Kau juga kenapa bisa langsung spontan seperti itu?! Aku akan berterima kasih kepada Sehun. Jika perlu akan bersujud aku di kakinya." Respon Jinyoung langsung membuat Suzy seperti merasa terkhianati. Kurang ajar sekali kakaknya ini.

"Kau harus memihak padaku!" Berteriak kesal, Suzy langsung melempar Jinyoung dengan bantal kakinya. Kurang ajar!

"Jika yang kau minum racun serangga bagaimana, Bodoh?!" Amuk Jinyoung. Menjepit leher Suzy diantara lengan kekarnya.

Joongi dan Jieun saling tatap untuk beberapa saat. "Lalu bagaimana setelah itu?" Mereka harus memastikan anak gadis mereka aman.

"Presdir membawaku ke rumahnya karena dia tidak tahu harus mencampakanku kemana sepertinya. Dan ya, aku menginap di sana atas desakan anak-anaknya yang menggemaskan." Jelas Suzy singkat. Tak memperhatikan wajah Jinyoung yang sudah memerah kesal.

"APA KAU SUDAH SKIDIPAPAP DENGANNYA?" Teriak Jinyoung tak terima. Sial, adik berharganya sudah ternodai? Tidak!

"Kepalamu! Aku tidak melakukan apa-apa dengannya. Kami semua menonton bersama!" Sinis Suzy, memang dia wanita apa? Mahal Suzy ini.

"Baguslah, besok saat kau masuk bawakan dia titipan mama ya?" Pinta Jieun.

"Titipan apa?" Tanya Suzy curiga. Agak lain memang keluarganya ini terkadang.

"Sudah, beri saja."






Holaaa

Last HopeWhere stories live. Discover now