Ch. 5

222 45 4
                                    

"APA KATAMU?!" Baekhyun dan Jiyeon memekik kaget saat Suzy baru saja mengatakan bahwa ia sudah akan bekerja. Seperti... itu hanya lelucon kecil baginya. Wajah gadis itu juga tidak berubah banyak.

Tidak ada raut kebahagian atau apa. Biasa saja, seperti dia sudah memperkirakan bahwa dia akan lolos tes seleksi ini.

"Aku besok sudah mulai hari pertama bekerja. Aku akan mengajukan cuti kuliah untuk beberapa waktu." Jelas Suzy lebih rinci. Tak masalah juga bukan? Dan lagi akan lebih repot jika ia bersikeras untuk bekerja sembari belajar. Ini bukan part time.

Jiyeon dan Baekhyun menjatuhkan rahang mereka. Kaget tentu saja, tapi tidak mereka pungkiri bahwa mereka juga senang.

"Well, aku kaget. Pasti." Jiyeon mulai mengontrol raut wajahnya. Ia hanya sedikit terguncang dan itu bukan masalah besar.

"Tapi tetap saja aku turut bahagia, selama kau nyaman kami juga pasti senang. Jika kau mengalami masalah katakan pada kami. Kami akan membantumu sebisa kami." Baekhyun langsung memeluk Suzy erat. Mengacak-acak surai hitam legam yang terurai panjang hingga pinggang gadis itu.

Tersenyum lebar, Suzy mengangguk pelan. "Terima kasih."

**

"Ohok." Jinyoung langsung terbatuk kencang karena tersedak oleh kacang goreng yang baru saja meluncur melewati tenggorokannya.

Tak berbeda jauh dengan kedua orang tuanya. Mereka juga nampak terkejut dengan berita yang baru saja Suzy bawa.

"Kau sungguh-sungguh, Sayang?" Ibunya menatap Suzy dengan pandangan yang tidak bisa Suzy artikan.

Mengangguk yakin, Suzy memberikan segelas air dingin untuk kakaknya, Jinyoung. Merasa kasihan karena wajah memerah pria itu yang tak kunjung reda.

"Terima kasih, kau memang adik terbaikku, Monyet."

Plak.

"Berhenti menjahili adikmu, Jinyoung." Sang kepala keluarga menegur pelan Jinyoung dengan tangan yang menepuk pelan tengkuk anak sulungnya.

"Aku yakin, dan mungkin aku akan tinggal di apartement setelah ini. Jaraknya tidak terlalu jauh dari tempatku bekerja." Ujar Suzy. Sekalinya berbicara, hanya berita mengejutkan yang ia bawa. Unguk kedua orang tuanya tidak sakit jantung dengan itu.

"Jika memang seperti itu, kenapa kau tidak mengatakannya pada kami? Kau bisa bekerja dengan Jinyoung sebagai permulaan." Wajah ibunya terlihat sedih untuk beberapa alasan. Suzy jadi merasa tak enak.

"Aku ingin memulainya tanpa bantuan dulu, Ma. Maaf memberi tahu kalian mendadak mengenai hal ini." Menunduk pelan, Suzy menatap jari-jari kakinya. Apa... seharusnya ia tidak melakukan ini?

"Tak apa, jika kau butuh bantuan atau ada masalah, jangan ragu untuk mengatakannya pada kami. Kau bisa berjanji untuk itu?"

Mengangguk yakin, Suzy mengulurkan jari kelingkingnya. Berjanji pada wanita paruh baya yang sudah merawatnya ini dan masih terlihat cantik hingga saat ini.

"Ingin aku carikan apartement terdekat? Aku punya kenalan untuk itu." Jinyoung menawarkan Suzy apa yang bisa ia bantu. Sedikit bangga dengan adik perempuannya yang sudah semakin mandiri ini.

Menggeleng, "aku sudah menemukannya. Terima kasih." Tolak Suzy pelan. Tertawa kecil saat mendapati raut wajah tak terima dari Jinyoung.

"Aku seperti tidak berguna menjadi kakakmu di sini." Sinis Jinyoung.

"Tentu, kau selalu menjahilinya jika kau lupa." Ayahnya menjawab tak kalah sinis. Masih teringat dengan jelas bagaimana anak sulungnya ini selalu menjahili Suzy hingga si bungsu nyaris menangis karena kesal.

Last HopeWhere stories live. Discover now