"Boleh saya menjelaskannya di dalam mobil, Lahya? Saya tidak ingin membuat polisi yang tengah berganti shift salah paham melihat saya telah membuat anak SMA menangis."

Lahya mengedarkan pandangannya melihat polisi yang mulai berganti shift malam. Tak lepas mereka sesekali menyapa Alif dengan sebutan komandan.

"Ada aku kok. Kamu jangan khawatir, kalian tidak hanya berdua," tambah Ayasya mampu menerawang wajah Lahya yang bimbang.

Kepercayaan datang begitu saja pada Lahya melihat senyum dari perempuan berjilbab biru muda ini. Lahya mengangguk menyetujui.

Segera Ayasya membuka pintu belakang mobil mempersilahkan Lahya masuk lebih dulu, setelahnya ia kembali untuk mengambil pulpen milik kakaknya yang tidak sengaja Lahya jatuhkan.

Ayasya menutup pintu mobil dan menyalakan lampu di bagian tengah mobil. Ia bergerak menerima tisu yang kakaknya sodorkan ke kursi belakang dan memberikannya selembar- dua lembar pada Lahya.

"Bagaimana kabar kamu selama ini Lahya?" tanya Alif membuka percakapan mereka.

"Kenapa bukan sejak awal Gus polisi katakan saat bertemu di tempat lomba pencak silat minggu lalu?" tanya Lahya sama kecewanya dengan Alif.

"Maafkan saya karena tidak memberi tau kamu sejak awal. Awalnya saya tidak percaya saat sahabat karib saya mengatakan bahwa dia melihat kamu di sana. Kamu lihat saya menangis hari itu, bukan?"

Lahya mengangguk menatap Alif.

"Saat kamu mengira saya menangis karena lamaran saya gagal, kamu salah."

"Apa karena Lahya, Gus?"

Alif mengangguk. "Pagi itu terasa berat bagi hati saya. Lamaran saya batal karena perempuan yang akan saya lamar, sudah lebih dulu dilamar oleh sahabat saya sendiri. Dan, pagi saya semakin berat setelah bertemu gadis yang menyebut dirinya dengan nama Lahya. Gadis yang saya cari selama sepuluh tahun lamanya."

Lahya membelalak tak percaya jika selama ini bukan hanya dirinya yang menanti dan berdoa suatu saat bisa bertemu dengan orang yang telah menyelamatkannya di malam gelap itu. Akan tetapi, ternyata orang yang  ia nanti malah mencarinya selama sepuluh tahun ini.

"Bohong jika saya mengatakan tidak menyakitkan bagi saya setelah batal lamaran. Hanya saja, lebih sakit saat kamu tidak mampu mengingat dan mengenali saya, Lahya."

"Anak kecil yang pernah saya dekap dalam keadaan sekarat. Anak kecil yang selalu menolak saya untuk masuk menjenguknya, tapi tak bisa menolak tersenyum tatkala saya hibur lewat kaca ruang rawat, " tutur Alif sangat pilu untuk di dengar siapapun, bahkan adiknya pun tidak bisa menahan air matanya.

Lahya tidak mampu menjawab apapun. Pengakuan Alif mengingatkannya pasca kejadian. Saat ia tidak mau bertemu laki-laki manapun termasuk bapaknya sendiri karena trauma.

Lahya yang selalu menolak bujukan suster yang merawatnya saat ada remaja laki-laki ingin bertemu dengannya. Polisi inilah yang ternyata selama itu ia tolak kedatangannya, namun tak menyerah untuk menghiburnya lewat kaca ruang rawat.

"Pasti Gus polisi kecewa karena Lahya tidak mengenali Gus polisi. Maafin Lahya, Gus," sesal Lahya.

"Bukan salah kamu Lahya. Minggu lalu di tempat lomba, saya ingin mengejar kamu dan segera memberi tau, tapi saya ada panggilan tugas dari anggota yang sama pentingnya."

"Perkataan saya di polres minggu lalu juga. Saat saya tahu masa lalu kamu karena saya polisi, maaf saya bohong. Seharusnya saya mengatakan sejujurnya saat itu, tapi rasa ingin dikenali dan diingat kamu membuat saya urung melakukannya. Saya malah meminta tolong polisi yang menjaga barang kamu saat menjenguk Nadine untuk memasukkan pulpen lain yang sama seperti yang pulpen penyadap saya waktu itu. Sampai datang hari ini masih dengan harapan yang sama, namun sia-sia."

"Maafin Lahya, Gus polisi. Lahya tidak bisa mengenali dan mengingat Gus polisi."

"Sudah, jangan minta maaf lagi. Sekarang sudah menjelang magrib, pak Yasin pasti akan mencari putri tunggalnya jika tidak pulang-pulang. Sepertinya bapak kamu juga tidak mengenali saya," canda Alif memecahkan suasana sedih dalam mobilnya.

Lahya tersenyum menghapus air matanya. "Bapak malah ngira Gus sudah punya anak," tambah Lahya mengingat lelucon yang bapaknya buat pagi itu.

"Bagaimana saya punya anak sedangkan calon ibunya saja masih anak-anak."

Hwueekk...

Ayasya membuka pintu mobil dan keluar karena merasa mual. Untung saja udara sore di polres cukup segar untuk menghilangkan rasa mualnya. Ia tak habis pikir dengan kakaknya yang tiba-tiba bisa menggombal. Ayasya tidak akan membiarkan kakaknya seperti polisi lain yang suka 'halo dek'.

"Jangan hiraukan adik saya. Mungkin asam lambungnya sedang kambuh, jadi dia merasa mual," alibi Alif. Pasti adiknya itu geli atau bahkan jijik mendengar ucapannya.

"Tapi itu gak apa-apa Gus polisi?"

"Tidak apa-apa. Ay masih punya banyak stok obat di rumah."

Lahya mengangguk memperhatikan Ayasya yang masih diluar mobil. Ia memperhatikan tangan Ayasya yang masih berpegang pada pintu mobil yang terbuka. Ternyata polisi ini memberikan cincin itu pada adiknya.

"Anak kecil yang bapak kamu kira anak saya, dia adik bungsu saya. Kalau yang mual ini, adik kedua saya."

"Ayasya Kanisya." Ayasya yang baru saja masuk mobil mengajak Lahya berkenalan.

Lahya membalas uluran tangan Ayasya dengan senang hati. "Lahya Deemah."

"Maaf ya, tadi gak sengaja kelepasan."

Lahya menggeleng cepat. "Gak apa-apa, kok, Mba."

"Kok, manggilnya Mba?"

Lahya memundurkan sedikit wajahnya. "Loh, bukannya Lahya lebih muda dari mba Ayasya?"

Ayasya mengangguk, lalu melirik kakaknya yang langsung berpaling ke arah depan. "Untuk sekarang panggilnya Mba, tapi nanti pasti sebaliknya."

"Alamat rumah kamu di mana, biar saya antar sampai rumah," potong Alif.

Lahya yang masih mencoba mencerna ucapan Ayasya teralihkan oleh tawaran Alif. "Mungkin Lahya pulang jalan kaki saja Gus polisi."

"Jalan kaki? Sendirian? Ini sudah menjelang maghrib. Anak cewek gak boleh pulang sendirian di waktu begini, rawan kejahatan," sergah Ayasya.

"Sekalian saya ingin menyapa pak Yasin. Saya ingin menyapa dan meminta maaf ke beliau, kamu terlambat pulang karena saya."

Lahya akhirnya mengangguk nurut dengan dua bersaudara ini. Capek juga jika harus kembali jalan kaki untuk pulang.

Lahya tersenyum membalas senyuman polisi muda yang akan mengantarnya pulang ini. Ia sangat bersyukur, akhirnya setelah penantian lama dari doa-doanya selama ini dikabulkan Allah. Akan ada waktunya kita menikmati doa-doa yang selama ini kita panjatkan.

'__'__'__'

Gimana part ke 10 ini?

Eits author bakal kasih tau klo update malem minggu besok lebih ngakak🤣

Siap-siapin jiwa dan raga kalian. Author aja nulisnya sambil ngakak banget pas nulis bagian bapaknya si Lahya ketemu Gus polisi.

Jangan lupa vote dan komen ya readers❤

ALIFWhere stories live. Discover now