what if

345 55 15
                                    

double update. seperti biasa,
warning: harsh words, typo

***

Malam ini, Hazmi sedang terpekur di meja belajar dalam kamarnya. Ada kertas lecek yang penuh coretan disana.

ngajak pacaraan Kiran atau enggak?

Hampir seluruh isi kertas berisi hal yang sama. Benar-benar menunjukkan remaja galau masa kini dibanding pelajar kelas 11. Tapi ya kalau dipikir-pikir, tentu saja Hazmi galau. Ia sudah menerima perasaannya seratus persen kalau dirinya jatuh cinta pada Kiran. Kemudian ditambah informasi dari Sabda-yang ia jamin 100% valid karena Kiran yang mengaku sendiri pada Sabda- tentang perempuan itu yang masih menyukainya. Kalau normal, harusnya semua bisa mudah diputuskan ya?

Tapi sekali lagi, ini Hazmi. Si cowok normal yang sebenarnya tidak normal.

Kalau soal perasaan, Hazmi boleh percaya diri. Ia juga bukan tipe cowok yang mudah beralih atau apapun dan Kiran, well 2 tahun menyukai dirinya sudah menjadi bukti jelas perempuan itu setia. Jadi jika mereka menjalin hubungan, sebenarnya tidak akan ada masalah.

Namun masalahnya bukan dari sana, tapi dari Hazmi. Memiliki pengalaman buruk soal menjadi perhatian memang menimbulkan trauma tersendiri untuk Hazmi. Walaupun sudah pulih, tapi tetap saja pikiran soal kejadian tersebut bisa terulang tetap tidak busa dihilangkan.

"Kalau pacaran sama Kiran, terus orang-orang berekspektasi ke hubungan kita gimana ya? Terus kalo misalnya kita berantem, apa orang-orang bakal ikut ngatain? Kalo menurut mereka gue enggak selevel sama Kiran gimana-eh bukan orang pasti ngatain Kiran karena mau-aunya sama gue yang nolep."

Berbagai asumsi berterbangan di benak Hazmi, membuat kepalanya penuh. Hazmi sadar, berpacaran dengan Kiran yang populer, tentu akan berdampak juga pada dirinya. Hubungan mereka pasti jadi pusat perhatian dan dibicarakan banyak orang. Perhatian orang juga tidak hanya untuk Kiran, tapi juga Hazmi. Lalu pelan-pelan, harapan orang dan keingintahuan orang soal hubungannya muncul. Terus ketika tidak sesuai ekspektasi mereka-

Hazmi segera menggelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan skenario yang muncul di kepalanya.

"Enggak, enggak boleh. Gue enggak boleh overthinking, gue harus percaya kalau hidup gue, milik gue. Enggak ada yang bisa interupsi dan gue bisa berjalan cukup dengan kemampuan gue sendiri tanpa melihat ekspektasi orang lain."

Hazmi berusaha memberikan afirmasi positif kepada dirinya ketika ia menyadari pikiran negatif mulai menggerogoti dirinya. Setelah tenang, mata Hazmi jatuh pada kertas yang sedari tadi ia corat-coret. Kemudian pandangannya teralih pada foto Kiran di meja belajarnya yang bersanding dengan sahabatnya yang lain.

"gimana ya?"

*
"Kapan lo berpikir 'ah gue mau jadiin cewek ini pacar gue' ke cewek yang lagi lo pdkt-in?" Hazmi bertanya tiba-tiba pada Janu setelah mereka menyelesaikan sesi latihan sore.

Janu yang tadinya sibuk mengeringkan kakinya, langsung menoleh dengan ekspresi bingung. "Maksudnya?"

Hazmi beringsut mendekat, "maksudnya kayak kapan lo yakin sama satu cewek dan beraniin diri buat nembak dia?"

Janu mengangguk, "kapan ya? Kalo gue sih kayaknya pas ngerasa cocok pas ngobrol terus ya pokoknya ngerasa klik aja."

"Lah gimana tau lo klik sama seseorang?"

Janu menatap datar, "ya kan lewat pedekate bang hadaaah."

Hazmi tertawa polos "oh iya ya." tapi kemudian kembali bertanya, "tapi lo pernah enggak takut gitu Jan pas pacaran? Takut berantem atau takut lo atau pacar lo enggak bisa adaptasi sama kehidupan sosial masing-masing?"

Janu terdiam sebentar, "gue enggak pernah mikirin sih maksud gue ya pinter-pinternya aja saling mengalah terus adaptasi. Lagian mah ya ngapain sih kebanyakan what if ya enggak sih? Jalanin aja dulu, masalah mah dipikirin entar kalo muncul."

Janu kemudian menepuk bahu Hazmi, "nih ya kalo lo what if what if  terus, bukannya jadian malah keburu direbut orang. Yang nanti mah, nanti aja kalau muncul. Paling penting kan bisa saling mengasihi dan mencintai ya enggak?" ucap Janu sambil mengangkat alisnya.

"Emang lo mau nembak siapa sih?Si itu yah?" ucap Janu dengan ekspresi menggoda. Hazmi melirik sahabatnya itu lalu mendengus.

"Apa sih, gue cuma nanya anjir. Lagian atas dasar apa lo berasumsi gue mau nembak?" tanya Hazmi defensif.

"Tuh tuh lo jawab begitu, panik kayak ditagih utang. Siapa sih hm? Bau-baunya gue menang enggak sih taruhannya?" goda Janu lagi.

Hazmi berdecak keras, "ah sok tau lo. Gue cuma nanya, lo udah berpikir kemana-mana macam netizen aja."

Janu terbelalak tidak terima, "heh ada juga lo. Nembak juga belom udah mikir what if kalo berantem pas pacaran. Orang tuh mikirnya bahagianya dulu, baru berantemnya. Lo malah kebalik, dasar nolep emang."

Hazmi hanya mendengus tidak menanggapi. Dirinya terdiam memikirkan jawaban Janu. Ia jadi menyadari sesuatu, apakah dia kebanyakan 'kalau' ya?

-bersambung

FlippedWhere stories live. Discover now